6.

92 5 0
                                    

Tiga puluh menit berlalu sejak Nasywa dan Hazen masuk ke dalam ruangan Latif, sejak awal masuk hingga kini pak Latif belum mengoreksi ataupun membimbing Nasywa dalam menyusun skripsnya.

Gadis itu melirik Hazen yang duduk di depannya yang juga sedang sibuk dengan laptopnya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Latif memecah keheningan.

"Jam 9 lewat 15 menit pak," jawab Hazen setelah melirik ke arah jam tangannya.

Dia lalu menatap Nasywa yang juga sedang menatapnya, alis Hazen terangkat, seolah bertanya pada Nasywa mengapa Nasywa melihatnya. Nasywa menyadari pertanyaan Hazen menjawabnya dengan menggeleng.

"Saya ada kelas 15 menit lagi di angkatan 2022, Hazen bisakah kau temui ketua kelasnya dulu? berikan materi ini padanya." Pak Latif berucap sembari menyodorkan beberapa lembar kertas HVS.

Hazen dan Nasywa sontak saling pandang. Nasywa menatap Hazen dengan tatapan memelas, seolah memintanya untuk tidak pergi. Hazen dilema, dia tidak ingin pergi tapi dia tidak memiliki alasan untuk tetap tinggal disaat pak Latif menyuruhnya.

Hazen memutar otak, sedetik kemudian ia menatap Nasywa, Nasywa bisa melihat tatapan lembut pria itu, seolah menenangkan bahwa semua akan baik-baik saja. Sepertinya Hazen memiliki rencana, walaupun Nasywa tidak tahu apa rencananya.

Hazen berjalan menghampiri pak Latif untuk mengambil kertas, sebelum itu ia menyerahkan kertas dan ponsel di meja samping Nasywa. Nasywa menatap Hazen menanyakan maksud dari sikapnya, bukannya menjawab Hazen malah menganggukan kepalanya. Walaupun tidak mengerti Nasywa membuka kertas itu.

"Kalau terjadi sesuatu teriak saja. Aku di depan ruangan!"

Nasywa melirik Hazen sementara Hazen membalasnya dengan senyuman.

Sangat bisa diandalkan. pikir Nasywa.

Setelah Hazen keluar baru pak Latif duduk disamping Nasywa"Mana skripsimu?" suara latif terdengar sangat jelas di telinga Nasywa sebab jarak mereka yang lumayan dekat.

Selama beberapa detik Nasywa bungkam, ia terlalu takut untuk mengatakan sesuatu, kepalanya dipenuhi dengan berbagai macam pikiran-pikiran aneh yang membuatnya semakin takut.

"Hey," panggil Pak Latif lembut di telinga Nasywa.

Nasywa bisa merasakan tangan dosen itu yang menyentuh pahanya, gadis itu mencengkram kuat gamisnya, Demi Allah dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Kau baik-baik saja?" tangan pak Latif menjalar semakin ke atas tepat di pinggang Nasywa.

Naswa memberanikan diri untuk menggeser tubuhnya"i-iya pak."

"Ini skripsimu?" pak Latif mengambil skripsi dari tangan Nasywa dengan sengaja menggenggam tangan gadis itu.

Nasywa menepis pelan tangan pak Latif.

Melihat penolakan Nasywa pak Latif tersenyum, tangannya yang menggandeng pinggang Nasywa lalu beralih naik ke perut Nasywa"Perutmu datar sekali, saya bisa bayangkan betapa mulusnya perut ini."

Nasywa menggigit bibir bawahnya, ini adalah penghinaan serta pelecehan yang membuat Nasywa merasa sangat malu dan hina. Ia merasa seperti ditelanjangi di depan banyak orang. Satu kalimat yang diucapkan pak Latif tadi berhasil membuat matanya berkaca-kaca, ia ingin berteriak namun entah kenapa suaranya tidak keluar, nafasnya tercekat di tenggorokan.

Bersamaan dengan itu Hazen masuk.

pak Latif yang panik segera berdiri"Sudahkan? Saya ada kelas. Ubah saja dulu yang saya koreksi setelah itu temui saya lagi," ujarnya terbata lalu berjalan keluar ruangan.

Hazen berlari menghampiri Nasywa"Are you okay?"

Nasywa melirik Hazen dengan mata yang berkaca-kaca, dalam hitungan detik air mata itu meluncur membasahi pipinya.

"Kak," setelah mengatakan itu Nasywa menutup wajahnya dengan kedua tangan dan mulai menangis.

Mungkin orang lain merasa ini lebay dan berlebihan namun tidak bagi Nasywa. Perasaan malu, marah, kesal, hina bercampur menjadi satu hingga membuat ia tidak punya pilihan lain melampiaskan kecuali dengan menangis.

Ia benar-benar tidak habis pikir ada manusia seperti itu dimuka bumi ini, orang yang dengan mudahnya menyentuh tubuh orang lain, memanfaatkan kekuasaannya untuk menginjak-injak harga diri orang lain, seorang yang seharusnya menjadi pendidik namun tidak mencerminkan diri sebagai seorang pendidik. Manusia kotor, semoga Allah memberimu teguran.

Melihat Nasywa menangis Hazen tidak tahu apa yang harus dia lakukan, ia ingin sekedar menepuk-nepuk punggung gadis itu namun itu dilarang dalam agama mereka, apalagi ia tahu benar Nasywa sangat membenci hal itu.

Pada Akhirnya ia tidak melakukan apapun melainkan hanya duduk diam disamping Nasywa. Sesekali ia melirik gadis yang berhasil mengambil perhatiannya selama 3 tahun terakhir ini.

Ia mengingat kembali saat bertemu pertama kali dengan Nasywa adalah ketika ospek, saat itu entah bagaimana dari sekian banyak orang hanya Nasywa yang masuk kedalam penglihatannya sementara di sekeliling Nasywa seperti blur, katakan ini tidak masuk akal tapi ini adalah apa yang Hazen rasakan.

Ya! Dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Nasywa. Saat itu jilbab Nasywa tidak sepanjang sekarang, saat itu Nasywa belum membatasi diri seperti sekarang, mereka kemudian menjadi sedikit akrab saat Nasywa masuk Himpunan paguyuban keluarga Makassar yang saat itu Hazen bertugas sebagai ketuanya. Namun hubungan mereka berubah menjadi asing dalam semalam saat ia mengungkapkan perasaannya. Tidak lama setelah itu Nasywa memutuskan keluar dari organisasi, mengenakan jilbab yang lebih panjang dan mulai mengasingkan diri.

Sejak saat itu mereka hanya berbicara ketika saat-saat yang diperlukan saja. Sebatas senior dan junior pada semestinya.

Ini pertama kalinya setelah sekian lama mereka duduk 1 meja. Haruskah Hazen mensyukuri kejadian ini? Katakan saja ia egois, namun jika bukan sekarang kapan lagi ia bisa melihat Nasywa sedekat sekarang?

Nasywa menghapus air matanya kasar"Aku duluan ya kak." ia kemudian berdiri dari duduknya.

"Kau yakin baik-baik saja?" Tanya Hazen ikut berdiri.

Nasywa mengangguk. Gadis itu mulai mengobrak-abrik tasnya untuk mencari sesuatu.

"kau mencari sesuatu?"

"Aku mencari kunci mobilku."

Hazen melirik Nasywa lalu tatapannya turun ke kantong depan tas gadis itu yang menampakan sebuah gantungan kunci berwarna pink, siapapun bisa melihat bahwa itu adalah kunci mobil.

"Ayo, aku antar." putus Hazen melihat kondisi Nasywa.

Bola mata Nasywa membola, terkejut dengan pernyataan itu"Kubilang aku bawa mobil," ujarnya yang masih sibuk merogoh tas hingga mengeluarkan seluruh isinya.

"Bagaimana membawa mobil jika melihat kunci mobil saja tidak bisa?" omel Hazen lalu mengambil kunci mobil yang ada di kantong depan tas Nasywa.

"Aku tidak melihatnya," gumam Nasywa.

"Ayo."

"Tidak perlu kak, aku bisa sendiri." Nasywa mengulurkan tangannya meminta kunci mobil.

"Coba kau bercermin, kau ingin membawa mobil dengan tampang seperti itu? Wajahmu sangat pucat dan matamu tidak fokus, kau seperti mayat hidup!" nada suara Hazen sedikit meninggi.

"Tapi-" Nasywa masih saja berusaha menolak, ia tidak ingin berduaan dengan orang yang bukan mahramnya di dalam mobil.

Bahkan jika itu Yusya, Nasywa masih berat hati apalagi orang lain? Setakut itu ia dengan murka Allah.

"Kau bisa membahayakan orang lain Wa, Tidak ada penolakan! Aku akan mengantarmu!" Setelah mengatakan itu Hazen berjalan pergi.

Dengan langkah yang ragu, Nasywa berjalan mengikuti Hazen.

.
.

To be Continued ..

Leave It To AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang