25.

70 1 0
                                    

Tiga bulan kemudian...

Seorang gadis melihat pantulan dirinya di cermin, ia mengenakan kameja putih, rok panjang berwarna hitam serta kerudung yang menutupi dadanya yang berwarna selaras dengan roknya.

Hari ini adalah jadwal Nasywa ujian skripsi, sebenarnya ia telah menyelesaikan skripsinya bulan lalu namun, karena harus menyesuaikan jadwal sesuai dengan siapa yang mendaftar ujian maka Nasywa teroaksa harus menunggu selama sebulan sejak ia mendaftarkan ujian skripsinya.

Setelah memastikan penampilannya, Nasywa keluar dari kamar, baru saja membuka pintu ia bertemu Davin yang berniat mengetuk pintu kamarnya.

Nasywa mengangkat kedua alisnya.

"Aku ada meeting."

Nasywa mengernyit"Lalu?"

"Bukankah mobilmu di pakai Granny? Kau mau ke kampus pake apa?"

"Aku sudah pesan taxi online."

"Kenapa tidak bilang? Aku menunggumu sejak tadi."

"Aku tidak bilang ingin menebeng."

Davin mendecih, ia lalu meninggalkan Nasywa yang menggeleng-gelengkan kepalanya.

Notifikasi hp Nasywa berbunyi, ia melihat ponselnya dan menemukan Taxi yang ia pesan membatalkan pesanannya.

Sedetik kemudian gadis itu berlari mengejar Davin.

"Aku ikut." teriak Nasywa di depan pintu rumah pada Davin yang berjalan di halaman menuju mobilnya.

Nasywa berlari sekuat tenaga menghampiri Davin. Usahanya berhasil kini ia duduk di bangku samping kemudi bertepatan dengan Davin yang duduk dibalik kemudi.

"Siapa yang tadi berkata tidak ingin menebeng?"

Nasywa menyengir"Pesananku dibatalkan."

Davin berdecak. Ia kemudian mulai menyalakan mesin mobil lalu membawa mobil meninggalkan halaman rumah.

"Bagaimana persiapan skripsimu?"

"In syaa Allah lancar."

Davin mengangguk, mereka diam selama beberapa menit. Davin menimbang-nimbang pertanyaan yang ingin ia tanyakan sejak dulu, namun tidak berani ia tanyakan.

Davin menghentikan mobilnya saat rambu lalu lintas berganti dari hijau ke merah. Ia mengambil botol minumnya lalu meneguk air untuk membasahi tenggorokannya yang kering.

Lampu lalu lintas kembali berubah dari merah menjadi hijau.

Davin menjalankan mobilnya sambil berdehem"Ada kabar dari Yusya?"

Berhasil. Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulutnya setelah hampir 3 bulan. Sejak dulu ia ingin menanyakan pendapat Nasywa mengenai Yusya yang tidak pernah muncul dihadapan Nasywa sejak Nasywa kembali ke Jogja.

Sedikit banyak Davin tahu apa yang terjadi di antara mereka, ia mendengarnya dari Nafasya. Bukan hanya Davin saja yang gelisah, Nafasya, Dzakira dan juga Yashika sering mendesak Davin untuk menggali informasi dari Nasywa mengenai status kedua orang itu.

Davin tidak mengerti, bagaimana mungkin Nasywa bersikap seperti tidak terjadi apapun setelah semua perjuangan Yusya, Nasywa bahkan tidak pernah menanyakan mengapa Yusya tidak pernah muncul di hadapannya sejak ia kembali ke Jogja, padahal di grup keluarga Yusya sering memberi kabar saat ia datang dan pulang jogja, dalam sebulan ia bisa bolak balik jogja selama 4 kali.

"Nafasya bilang sebelum pergi kau mengatakan sesuatu pada Yusya. Kau menolak lamarannya?"

Hanya itu kesimpulan yang bisa Davin dapat dari sikap cuek Nasywa. Namun, jika Nasywa menolak lamar Yusya, Yusya tidak mungkin mengambil keputusan yang nekat dua bulan lalu.

Namun Davin takut bertanya, ia khawatir itu mengganggu konsentrasi Nasywa dalam menyusun skripsinya. Sebenarnya ia juga ingin mengatakan sesuatu namun, Yusya melarangnya berbicara sebelum Nasywa menyelesaikan ujian skripsinya.

"Wa, Bisakah kau menjawab pertanyaanku?"

Nasywa membuyarkan lamunannya, ia menatap Davin dengan tatapan tanya, meminta pria itu mengulang pertanyaannya.

"Kau menolak lamaran Yusya?"

"Kak Yusya yang mengatakannya?"

Davin menggeleng"Tidak. Itu hanya tebakan kami."

"Kami?"

"Aku, Dzakira dan Nafasya."

Nasywa mengangguk.

"Kau tidak menolaknya?"

"Aku tidak menolaknya."

"Lalu kenapa kau bersikap seperti itu?"

"Seperti apa?"

"Kau- entahlah aku bingung menjelaskannya bagaimana,  aku tidak melihat perbedaan apapun darimu."

Nasywa mengerutkan keningnya tak paham.

"Maksudku, Yusya melamarmu dan kau tidak menolaknya lalu kenapa kalian saling menghindar? Aku tidak pernah mendengarmu vc dengan Aisya dan Yusuf dan Yusya tidak pernah datang ke rumah."

"Memangnya apa yang harus kami lakukan? Haruskah kami jalan bersama? atau telfonan selama berjam-jam? Kita bahkan tidak tahu apa yang harus dibicarakan, berbicara mengenai pernikahan sepertinya itu masih lama dan belum pasti jika dibicarakan sekarang terkesan seperti tablis iblis."

Davin menganga"Jadi itu alasannya?" Davin bernafas lega"Syukurlah. Kau tahu aku, Nafasya dan Dzakira gelisah sekali takut-takut kalau kau menolak lamaran Yusya itu sebabnya kalian menjaga jarak. Kita bahkan sudah mengatur skenario agar kalian kembali seperti dulu."

Nasywa terkekeh"Ada-ada saja."

"Kau menyukainya?"

Nasywa diam tidak menjawab, Davin melirik ke arah Nasywa untuk melihat raut wajahnya sebelum ia kembali menatap ke depan.

"Bagaimana menurut pung?"

"Entahlah, selama ini kau tidak pernah terlibat dengan pria jadi aku tidak tahu bagaimana sikapmu jika bersama pria yang kau sukai. Namun, satu hal yang pasti jika pria itu Yusya, dia pasti tidak akan mengecewakanmu."

"Mengapa pung begitu yakin?"

Davin kembali menghentikan mobilnya saat bertemu rambu lalu lintas yang berwarna merah.

"Aku tidak yakin pada Yusya, Aku yakin pada Allah. Sebab seseorang yang takut pada Allah pasti tidak akan melakukan sesuatu yang mengecewakan."

Nasywa diam, ia menatap kosong ke luar jendela. Di layar besar diatas gedung ada iklan Videotron seorang wanita cantik yang sedang tersenyum sambil memegang parfum. Seketika Nasywa teringat ucapan Raefal malam itu, malam saat Yusya melamarnya di depan orang tuanya.

"Diantara Yusya dan Hana ada sesuatu yang tidak bisa dirubah SELAMANYA meskipun dengan kehadiran Nasywa, kau paham maksudku? DIANTARA MEREKA, kau jadi orang ketiganya disini!"

Davin menatap Nasywa, melihat tatapan kosong gadis itu Davin sedikit menunduk mencoba mencari tahu apa yang dilihat Nasywa. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya saat tahu apa yang dilihat oleh Nasywa.

Sesaat ia seakan bisa merasakan kekhawatiran serta kegelisahan keponakannya itu.

Dibawah iklan Videotron tersebut tertulis nama wanita yang sedang memegang parfum.

"Hana Camilla."

to be continued...

Leave It To AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang