14.

92 6 2
                                    

"Kenapa? Kau mencari yang semanhaj?" tebak Hazen, selama ini ia sering memperhatikan status Nasywa mengenai manhaj salaf jadi ia tahu.

Walaupun sesama islam namun pemahaman mereka berbeda, Nasywa mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasalam dengan pemahaman para sahabat Radhiyallahu'anhum sementara Hazen lebih ke adat istiadat, Nasywa tidak merayakan ulang tahun karena tidak ada dalam tuntunan nabi sementara Hazen masih merayakan, Nasywa termasuk orang yang menganggap maulid adalah bid'ah sebab nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasalam maupun para sahabat Radhiyallahu'anhum tidak pernah merayakannya sementara Hazen termasuk orang yang menikmati dan membolehkan maulid Nabi, selain itu ada begitu banyak perbedaan-perbedaan lainnya yang tidak bisa diabaikan Nasywa.

Jika mereka sampai menikah, mungkin akan banyak perdebatan dalam pernikahan mereka dan tentu saja Nasywa tidak mau hal ini terjadi.

Tanpa mereka sadari Yusya berjalan mendekat ke arah pintu dengan tangan kiri yang memegang sampah, sementara tangan kanannya terulur untuk meraih gagang pintu, Yusya mengurungkan niatnya untuk membuka pintu saat mendengar ucapan seorang pria yang ia yakini milik Hazen.

"Aku akan belajar, aku akan memperbaiki diriku. Saat itu berhasil aku akan kembali menanyakan hal ini."

Hazen gelisah, melihat Nasywa yang sejak tadi hanya diam dan tidak memberi reaksi sejak tadi"aku hanya ingin satu hal,"

Nasywa menatap Hazen dengan tatapan tanya.

"Beri aku kesempatan," tatapan mata Hazen terlihat serius dan tulus.

Hazen maju selangkah tepat dihadapan Nasywa"Kau tetaplah di tempatmu, aku yang akan menghampirimu jadi tolong jangan melarangku."

"Kak."

"Tolong beri aku kesempatan untuk berubah, tolong lihat aku, tolong pertimbangkan aku."

Bukan hanya Hazen yang gugup, Yusya yang berada dibalik pintu juga gugup menunggu jawaban Nasywa. Ia sendiri tidak menyadari kenapa ia bisa begitu gugup padahal bukan dia yang sedang memberi Nasywa pertanyaan, jauh didalam lubuk hatinya ia berharap Nasywa tidak mengiyakan ucapan Hazen.

Benar-benar aneh, mulutnya berkata perasaannya pada Nasywa belum terlalu besar tetapi hatinya menunjukan hal yang berlawanan. Jika perasaannya masih belum begitu berkembang mengapa ia sampai mengambil kresek berisi sampah yang masih belum terisi penuh di dapur untuk dijadikan alasan agar ia bisa keluar rumah tanpa dicurigai oleh Nasywa?

Dzakira bahkan sampai menertawakan sikap konyol Yusya yang seperti anak muda padahal usianya hampir kepala 3.

Merasa tidak tega Nasywa mengangguk, bodoh. Tidak seharusnya ia memberi Hazen harapan saat ia sendiri yakin bahwa perasaannya hanya tertuju pada Yusya. Tetapi bukankah ini adalah kesempatan? Siapa tahu ditengah proses Hazen berubah, hati Nasywa akan melembut untuk Hazen.

Hazen melebarkan senyumnya"Terima kasih Wa, aku pergi, assalamu'alaikum."

Mendengar ucapan Hazen membuat Yusya menghela nafas pelan, dari nada bicara Hazen ia yakin bahwa Nasywa mengiyakan pertanyaan Hazen, lalu bagaimana dengan mereka? bagaimana dengannya? Bisakah ia menghilangkan perasaannya seperti yang berulang kali ia katakan pada Dzakira? Bisakah ia berpura baik-baik saja saat Nasywa nanti memilih Hazen? Jika tidak, apa yang harus ia lakukan?

Terlalu sibuk melamun hingga ia tidak menyadari bahwa Nasywa sedang menekan gagang pintu ke bawah hingga pintu terbuka, Yusya terkejut saat melihat  Nasywa yang juga tidak kalah terkejut.

"Ak-aku ingin membuang sampah." Yusya terbata, ia berjalan keluar rumah dengan kaku.

Nasywa mengangguk canggung lalu melangkah masuk dengan berbagai pertanyaan yang berputar di otaknya seperti, sejak kapan Yusya berdiri disitu? Apakah Yusya mendengar pembicaraan mereka? Bagaimana caranya memastikan apa yang sudah Yusya dengar?

Leave It To AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang