"Kenapa kau diam saja?" Suriah bertanya pada Nasywa.
Saat ini keduanya sedang berada di kamar Suriah. Setelah acara tadi entah kenapa Suriah tiba-tiba memanggil Nasywa ke kamarnya. Sepertinya ia menyadari interaksi Nasywa dan Yusya yang cukup intens.
"Apakah kau juga memiliki pendapat yang sama? Kau ingin menikahi Yusya?" desak Suriah bertanya dengan nada menginterogasi.
Ekspresi wajah Nasywa sudah menjawab pertanyaan Suriah, Suriah menghela nafas.
"Bagaimana kalian bisa berpikiran seperti ini? Apakah aku sudah salah mendidik kalian? Kenapa kalian ingin menikahi saudara kalian sendiri?"
Nasywa menunduk, "maaf pung."
"Kau menyukainya? Sejak kapan?"
Nasywa tidak menjawab.
"Apakah kau masih ingin menyembunyikannya dariku?"
Naswa mendongak, menatap mata Suriah lalu berucap, "9 tahun."
Suriah terkejut, ia tidak yakin dengan apa yang ia dengar sehingga ia kembali bertanya, "apa maksudmu?"
"Lebih tepatnya sudah hampir sepuluh tahun aku menyukainya."
"Kau bercanda?"
"Awalnya aku tidak menyadarinya, aku berpikir ini hanya perasaan kagum yang wajar seorang adik kepada kakak yang sudah lama tidak ia lihat tapi siapa sangka perasaan itu berkembang, setiap hari, setiap bulan, dan setiap tahun. ketika aku menyadari perasaan ini, ia sudah tumbuh terlalu dalam."
Nasywa memegang tangan Suriah berharap genggaman itu bisa menghangatkan hati Suriah.
"Saat itu, kak yusya sudah menikahi kak Hana. Aku marah dan kesal pada diriku sendiri, aku malu sama kak Hana karena sudah memiliki perasaan yang tidak pantas ini pada suaminya, itu sebabnya aku melarikan diri ke jogja dan bertekad tidak akan pulang sampai perasaan ini benar-benar hilang."
Suriah sangat terkejut, ia tidak menyangka perasaan Nasywa sedalam itu.
"Jadi karena itu kau tidak pernah kesini selama 3 tahun terakhir."Nasywa mengangguk. Ia diam selama beberapa saat, mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan apa yang selama ini dia rahasiakan, rahasia yang tidak pernah ia katakan pada manusia manapun dimuka bumi ini, rahasia yang sudah bertahun-tahun menjadi beban di hatinya.
Tanpa sadar matanya berkaca-kaca"aku sudah berusaha semampuku pung, agar orang-orang tidak terluka, aku menyembunyikan perasaan ini sekuat yang ku mampu hanya saja bahkan setelah apa yang aku lakukan perasaan ini tetap ada. Aku ingin menganggap perasaan ini sebagai hal yang memalukan tapi aku ingat perasaan ini diluar kuasaku, Ini adalah takdir Allah. Menurutmu jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan?" Air mata yang sejak radi menggenang di mata Nasywa turun satu persatu ke pipi mulusnya.
Suriah yang melihat itupun menjadi tidak tega. Setelah perjuangan Nasywa selama 9 tahun haruskah ia mempersulitnya?
Suriah memeluk cucu bungsunya itu, menyadari betapa ia telah berjuang selama ini, membayangkan betapa sulit ia berjuang seorang diri, menyembunyikan perasaannya, menjauhi keluarga, menjauhi orang yang dicintai dan juga mungkin dia merasa jijik pada dirinya sendiri karena menyukai pria beristri.
Kedua tangannya mengelus punggung Nasywa dengan lembut.
#
#
#
#
#
Diruang keluarga, para anak dan cucu Suriah nampak berkumpul. Mereka was-was karena Suriah tiba-tiba memanggil Nasywa ditengah acara.
"Menurutmu apa yang akan pung Suriah katakan?" Bisikan Vaya pada Nafasya yang terdengar oleh anggota keluarga karena suasana disini sangat sepi.
"Aku tidak tahu." Jawab Nafasya asal.
Ia sibuk mengkhawatirkan sepupunya yang ada dikamar Suriah.
Tidak lama Suriah dan Nasywa turun dari tangga. Semua orang fokus menatap mereka, terutama Yusya. Selama ini ia selalu mengindari tatapannya dengan Nasywa karena menghindari fitnah.
Namun kali ini Ia sangat mengkhawatirkan Nasywa, pria itu menelisik wajah gadis itu sejak Nasywa berdiri di anak tangga paling atas hingga kini Nasywa berdiri di depan mereka.
"Yusya." Panggil Suriah.
"Ya?"
"Kau benar-benar ingin menikah?"
Yusya menggeleng, "Aku ingin menikahi Nasywa." Yusya memperjelas keinginannya. Ya. Dia bukan ingin menikah, tapi dia ingin menikahi Nasywa. Jika pengantin wanitanya bukan Nasywa maka ia merasa tidak perlu menikah.
Nasywa tersenyum mendengar jawaban Yusya. Pernyataan itu seolah menekankan bahwa perasaan Nasywa tidak bertepuk sebelah tangan lagi.
"Rencanamu kapan kau akan menikah?"
Pertanyaan Suriah membuat semua orang yang ada di ruangan bertukar pandang. Apakah Suriah sudah menyetujui pernikahan Nasywa dan Yusya? Mereka meragukan pendengaran mereka.
"Yusya aku bertanya padamu!"
"Lebih cepat lebih baik." jawab Yusya cepat, takut neneknya itu berubah pikiran.
"Kalau begitu kau bisa nengurusnya mulai sekarang. Bulan depan in syaa Allah aku ingin menghadiri pesta pernikahan."
Semua orang nampak senang, Nasywa mengulum senyum senentara Yusya nampak kebingungan. Ia tidak paham maksud tersembunyi yang dikatakan oleh Suriah.
Baiz menepuk punggungnya pelan, "pung Suriah ingin pernikahan kalian dilaksanakan bulan depan."
Setelah mendengar itu baru Yusya membelalak terkejut. Ia menatap Suriah dengan tatapan penuh harapan dan mata yang berbinar.
"Benarkah?"
Suriah mengangguk cuek.
Yusya langsung memeluk neneknya itu. Saking senangnya ia seperti anak kecil yang dibelikan mainan. Setelah bertahun-tahun sepertinya ini pertama kalinya ia terlihat sangat senang. Suriah dibawa kembali ke ingatan saat Yusya berumur sepuluh tahun, saat itu ia juga memeluk Suriah seperti ini.
"Terima kasih pung."
Suriah memukul punggungnya.
"Berterima kasihlah pada calon istrimu."
Yusya menatap Nasywa dengan sebelah alisnya yang terangkat seolah menanyakan maksud Suriah, Nasywa mengangkat kedua bahunya sambil mengulum senyum.
Karina dan Fitri saling berpelukan, Nafasya melompat-lompat sambil memegang tangan Dzakira, Vaya memeluk lengan Yashika sementara Baiz, Sammy dan Raefal tersenyum senang.
To be independent

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave It To Allah
EspiritualTentang Nasywa yang mencintai Yusya-kakak sepupunya-sendiri selama hampir sepuluh tahun, Cinta yang berusaha keras ia sembunyikan rapat-rapat, sebuah cinta yang hanya diketahui oleh ia dan Allah. Cinta yang juga tidak memudar bahkan setelah Yusya me...