Nasywa berjalan masuk ke rumah dengan perasaan bahagia, sayangnya itu hanya bertahan sementara sebab ia mendapati Karina yang sedang duduk di ruang tamu dengan wajah yang merah padam karena amarah.
Di depan karina terdapat kardus berisi pakaian, hanya melihat sekilas Nasywa bisa tahu apa itu.
Wajah Nasywa berubah pucat, ia ketakutan. Rahasia yang selama ini ia sembunyi rapat-rapat diketahui oleh orang yang paling ingin ia sembunyikan rahasianya.
"Mami," lirih Nasywa berjalan mendekati Karina.
"Apa ini?"
"Aku-"
"Kau memakai cadar?" Karina menatap Nasywa dengan harapan gadis itu mengelak.
Namun Nasywa hanya diam, menunduk. Semakin menambah keyakinan Karina bahwa kardus berisikan jilbab panjang dan cadar yang ia temukan dibawah kasur Nasywa adalah memang milik Nasywa.
"Sejak kapan?"
Nasywa masih diam, matanya berkaca-kaca, takut dengan apa yang akan terjadi setelahnya.
"Aku bertanya padamu Andi Nasywa! Sejak kapan?!" nada suara Karina meninggi.
"Sudah....sudah cukup lama," jawab Nasywa terbata.
"Kenapa? Kau mau menjadi teroris?"
Nasywa menatap Karina"Astaghfirullah."
"Bukankah sudah mami peringatkan dari dulu, jangan terlalu fanatik. kau masuk aliran mana hingga bercadar seperti ini?"
"Istighfar mam, ini sunnah Nabi, tolong jangan mengatakan sesuatu yang memperberat hisabmu di akhirat nanti." Nasywa memberanikan diri menegur Karina, ia takut jika ucapan ibunya semakin keterlaluan dan mengundang marah Allah.
"Baiklah, katakan saja itu Sunnah nabi, tapi dari banyaknya sunnah mengapa kau melaksanakan ini? Kau berniat menutup seluruh wajahmu?"
"Tidak boleh?" tanya Nasywa menantang.
"Tentu saja tidak boleh! Kau tidak ingin menikah? Tidak ingin bekerja?! Bagaimana beraktifitas seperti biasa jika kau sangat tertutup seperti ini?!" Bentak Karina marah.
"Jodoh dan rejeki sudah di atur Allah, Allah tidak mungkin meninggalkan kita saat kita berjalan ke arahnya."
"Ya, kau benar. Lalu apakah kau ingin menjadi seperti Aliyah? Sibuk menjadi mesin pencetak anak dan hanya menjadi ibu rumah tangga daripada menggunakan gelar S2 matematikanya?"
Nasywa menatap Karina miris, apakah memang ibunya sejahat ini? Menghakimi hidup orang yang memilih mengasingkan diri dari dunia dan fokus mengejar akhirat?
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apakah ucapanku benar? Kau tidak berniat bekerja dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga?!"
"Apa yang salah dengan menjadi ibu rumah tangga? Itu adalah pekerjaan mulia-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sebuah tangan mendarat ke pipi mulusnya.
Nasywa menatap Karina nanar, merasa terluka karena ibunya menamparnya saat ia berniat menjalankan Sunnah.
"Kalau begitu kau tidak perlu melanjutkan kuliahmu, kau tidak mau bekerja jadi tidak membutuhkan ijazah"
"Demi Allah aku tidak mengatakan bahwa aku tidak mau bekerja, aku hanya menjelaskan bahwa menjadi ibu rumah tangga itu tidak seburuk itu." bela Nasywa dengan air mata yang bergantian turun melucur kepipinya.
"Benarkah? Lalu bagaimana dengan Loli? Dia diceraikan suaminya karena hanya seorang ibu rumah tangga."
Nasywa memilih untuk diam, menyadari tidak ada gunanya bercerita apapun saat Karina masih emosi. Ia malah akan berakhir terus mendebat ibunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave It To Allah
SpiritualTentang Nasywa yang mencintai Yusya-kakak sepupunya-sendiri selama hampir sepuluh tahun, Cinta yang berusaha keras ia sembunyikan rapat-rapat, sebuah cinta yang hanya diketahui oleh ia dan Allah. Cinta yang juga tidak memudar bahkan setelah Yusya me...