Chapter III

68 12 6
                                    

happy reading, my dear readears🧸🥛

***

Seorang gadis dengan kelopak mata layaknya Barbie menuruni Porsche 911 Turbo S Cabriolet PDK berwarna Carrara white yang dikemudikan oleh seorang laki-laki bersetelan casual. Kaki indahnya menapak tanah dengan pasti. Gadis itu langsung saja menutup pintu karena sebelum turun tadi ia sudah membayar dan juga berterimakasih pada si 'Tuan Muda'.

Ia melangkah menjauh, membiarkan kendaraan roda empat itu melaju cepat hingga hilang dari pandangan. Gadis cantik dengan mata indah berwarna turquoise itu kini menjadi pusat perhatian. Rok lipit semasa junior high school yang ia kenakan dengan tinggi selutut memperlihatkan kaki jenjangnya yang tanpa ragu memasuki gerbang SMA Darena.

Pandangan siswa-siswi lain yang tak lepas darinya memang membuat gadis itu tidak nyaman, tapi ia memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing karena menjadi pusat perhatian setiap orang bukanlah hal baru baginya.

Pagi ini hari pertama Megan mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah atau biasa disingkat MPLS di SMA Darena. Sebenarnya, lebih tepat disebut PDBB atau Pelatihan Dasar Baris-berbaris. Itu akan dilaksakan selama dua hari, hari ini dan besok.

Megan merasa dirinya ditatap lebih intense oleh beberapa kakak tingkat ketika ia mulai melangkah memasuki gerbang utama SMA Darena. Tidak takut ketika mengetahui bahwa benar dirinya diperhatikan, bahkan ditatap tidak suka secara terang-terangan, Megan justru melangkah lebih percaya diri.

Karena, dalam pikirannya ialah:

There is something wrong with my look? But, I guess nah. My look and also myself perfect, from head down to shoes.

Megan terus melangkah, mengabaikan segala jenis gangguan untuk membuat dirinya merasa insecure berkat tatapan tidak jelas orang-orang. Begitu kakinya menginjak rerumputan lapangan, semua pasang mata tertuju pada Megan. Gadis itu tampak bersinar paling terang ketika sedikit sinar matahari menyorot padanya.

Megan sendirian di SMA Darena. Meski seluruh teman-temannya di SMP melanjutkan pendidikan mereka di negara asal masing-masing, lalu ketika memerhatikan sekeliling semua orang bergerombol dengan teman satu sekolahnya yang lama, tidak membuat Megan menyembunyikan diri atau menepi. Diana sudah mengajarinya untuk berani 'sendiri', tidak perlu ada teman untuk berada di lingkungan baru. Dirinya sendiri saja—dengan self-love and self-respect—benar-benar lebih dari cukup.

Kakinya—yang terbalut kaus kaki putih di atas lutut, juga white leather loafers, a classic boat design by Loro Piana—terus melangkah menginjak rerumputan lapangan. Membaurkan diri di tengah keramaian—tanpa berbicara dengan mereka.

Atensi seisi lapangan seketika beralih dari Megan ke podium begitu suara seorang panitia OSIS laki-laki yang berdiri memegang mik memberi interupsi. Kendati demikian, masih saja ada yang curi-curi pandang ke arah Megan.

"Cek, satu ... dua .... Oke, adik-adik harap segera membentuk barisan, ada yang ingin saya sampaikan sebelum memulai agenda pada hari ini. Untuk kakak-kakak OSIS mohon dibantu, ya, adik-adiknya."

Terdengar suara sahut-menyahut dari panitia OSIS lain yang kemudian langsung berlari mengatur siswa-siswi baru SMA Darena. Ketika barisan sudah rapi, suara tegas ketua OSIS kembali terdengar untuk mempersiapkan barisan.

"SELURUHNYA, SIAP, GERAK!"

Seisi lapangan yang tadinya masih sedikit bising, kini senyap tanpa suara. Meninggalkan bunyi udara yang terdengar samar ketika melewati mik—karena angin sepoi-sepoi yang berembus cukup kencang.

"Terima kasih untuk perhatiannya. Sebelum upacara pembukaan pada pagi ini dimulai, adik-adik di seluruh lapangan silakan dengan teratur mengambil roti dan susu yang diberikan kakak-kakak panitianya. Jam 7.10 semua sudah dapat sarapan masing-masing. Lalu, jam 7.25 diharapkan semua sudah selesai makan. Di jam 7.30 kita mulai upacara, dilanjutkan PBB yang dipimpin langsung oleh bapak Inspektur Jenderal TNI Angkatan Laut."

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang