Chapter VII

52 10 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Sore ini Megan akan pulang lebih lambat dari biasanya dikarenakan UKS dan KIR memiliki agenda perkenalan diri. Sejak dua minggu pembelajaran Tahun Ajaran Baru dimulai, baru sekarang ada informasi mengenai pertemuan pertama mereka di dua ekskul tersebut.

Sementara ekskul piano, violin dan berkuda sudah mengadakan empat kali pertemuan dalam dua minggu terakhir. Ketiga ekskul itu memiliki tingkatan, menentukan mereka akan masuk kelas basic atau advanced dilihat dari kemampuan personal. Di pertemuan pertama ada interview, dan pertemuan keduanya diadakan praktik menunjukkan skill masing-masing murid.

Pada piano dan violin lessons, gadis itu sangat mahir—tentu saja, hasil didikan Diana memang luar biasa—sehingga menempatkannya berada di tingkat advanced. Lalu, readers, kalian pasti bisa menebak kalau Megan akan berada di kelas basic di ekskul berkuda, kan?

Jadwal agenda KIR dan UKS yang bersamaan, membuat Megan mendatangi ruang UKS terlebih dahulu, karena agendanya hanya saling berkenalan sesama angkatan dan kakak tingkat. Setelah selesai, barulah gadis itu ke salah satu laboratorium sains yang diberitahukan oleh seorang senior perempuan bernama Nadia di group chat bahwa agenda dilaksanakan di sana.

Megan mengetuk pelan pintu laboratorium di hadapannya yang berwarna coklat, dipenuhi dengan ukiran unik. Dilihat dari luar saja, tidak perlu menjadi ahli kayu, dapat disimpulkan kalau pintu itu sudah sangat tua.

Melirik ke sekeliling bangunan laboratorium di depannya, sepertinya memang ini bangunan lama—mungkin umur bangunannya hampir setengah abad; mengingat SMA Darena sudah berdiri sejak tahun 1950. Kendati demikian, tetap dapat digunakan—buktinya sekarang jadi tempat berkumpul agenda pertama KIR bagi siswa-siswi baru—dan terlihat kokoh.

Pintu dengan dua gagang itu dibuka oleh seorang senior laki-laki berkacamata bulat. Ia tersenyum ramah dan mempersilakan Megan masuk. Di dalam, terlihat meja-meja kayu sudah dipenuhi siswa-siswi baru, sementara para senior berdiri di barisan belakang.

Salah satu senior perempuan dengan name tag Nadia Alista merangkul Megan dan membawanya berdiri di depan, di tengah-tengah sambil menghadap seluruh siswa-siswi anggota KIR.

"Habis dari UKS, ya, tadi? Kamu Megan yang tadi siang chat saya buat izin itu, kan?" tanya Nadia ceria. Megan mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Iya, Kak."

"Agenda UKS-nya udah selesai?"

"Sudah, Kak."

"Kalau gitu, kita kenalan dulu, ya. Kamu pasti udah tau saya, tapi mari berkenalan secara formal!!" seru Nadia semangat. "Saya Nadia Alista, panggil kak Nadia aja, ya. Di sebelah situ, ketua KIR sekarang."

Nadia menunjuk seorang laki-laki yang berdiri tegap di sisi kirinya—di dekat lemari besar—kedua tangan laki-laki itu berada di saku, sedang mata biru indahnya memerhatikan Nadia dan Megan dalam diam.

Arga.

Laki-laki itu Arga.

Megan meliriknya cukup lama, penasaran siapa yang akan membuang pandang lebih dulu. Namun, Megan harus memutus kontak terlebih dahulu dan mengalihkan pandangannya ke sisi kanan, di sana Nadia memperkenalkan seorang senior perempuan bertubuh tinggi yang sedikit chubby; Hena Carnita, wakil ketua KIR. Lalu, Nadia menyebutkan nama-nama seluruh senior yang ada di laboratorium itu hingga selesai.

"Sekarang giliran kamu buat perkenalan. Sebutkan nama, nama panggilan, asal sekolah dan tiga hobi kamu."

Megan kini menghadap ke depan. Seluruh pasang mata di depannya itu memandangnya seksama, menunggu apa yang akan ia katakan. Tidak ada tatapan meremehkan, tidak ada tatapan iri, tidak ada tatapan memuja. Hanya penasaran dan begitu bersahabat. Megan tidak pernah merasa se-diterima ini dia di sebuah lingkungan sosial.

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang