Chapter XVIII

39 7 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Sore ini KIR SMANDA kembali mengadakan agenda. Pertemuan kali ini Arga—selaku ketua KIR angkatan 2019/2020—akan membawakan materi mengenai 'Kompos dari Daun Kering' yang nanti para adik-adik kelasnya itu akan langsung praktik setelah diberi penjelasan sedikit.

Kemeja putih yang lengannya digulung sampai siku, dan celana hitam kain beserta pantopel berwarna senada dengan bawahan merupakan tampilan Arga kali ini. Laki-laki itu memang sangat senang berpenampilan rapi dengan pakaian formal kalau di lingkungan sekolah. Berbeda jika dia berada di lingkungan luar sekolah bersama teman-temannya, maka ia juga akan memakai pakaian casual.

"Kalian pernah melihat daun kering berserakan, kan? Kebayakan penghuni rumah yang di halamannya berhamburan daun kering, pasti akan membakarnya langsung dengan anggapan agar sampah-sampah daun kering tersebut tidak menumpuk dan masalah lingkungan teratasi. Padahal, efek bakaran dari daun-daun kering dapat menyebabkan polusi udara karena asap yang ditimbulkannya. Untuk itu, sebuah penelitian yang terbukti hasilnya mengenai daun kering yang dapat dijadikan kompos, tanpa memerlukan bahan-bahan kimia, dapat menggunakan bahan seadanya. Terutama yang tinggal di desa, pasti mudah mendapatkannya."

Arga menjelaskan panjang lebar. Laki-laki itu akan irit bicara dan berkata seperlunya, tapi ketika diberi tugas untuk menyampaikan sedikit mengenai pemahaman yang dimiliki, ia tidak akan ragu bertutur banyak kata.

"Sekarang kalian ikuti saya." Arga melangkah keluar laboratorium lama yang memang sekarang sudah menjadi tempat khusus anggota KIR. Langkah kakinya membawa ia menuju belakang lab, di mana terdapat banyak pepohonan rindang. Di bawahnya berhamburan dedaunan kering dengan berbagai ukuran.

Setelah seluruh anggota kelas 10 KIR berbaris rapi, Arga kembali memberikan perintah. "Masing-masing dari kalian segera kumpulkan daun-daun kering yang ada di sini. Dalam waktu lima belas menit, karung yang nanti diberikan kakak-kakanya sudah harus terisi dan terikat."

Mendapat perintah tersebut, seluruh anggota KIR angkatan 2019 segera berhambur pada senior-senior yang membagikan karung putih berukuran besar. Tidak lupa juga diberi sarung tangan latex berwarna putih dan tali rafia sepanjang satu meter.

Megan yang sudah mendapatkan bagiannya itu lantas membaur dengan pepohonan. Ia menatap dedaunan di sekitarnya sambil menghela napas. Biasanya, yang membereskan hal-hal seperti ini agar halaman depan dan belakang rumahnya rapi adalah Poli dan Hannah. Sekarang, dia bahkan turun langsung.

Megan tidak tahu cara mengambil dedaunan itu. Diambil satu-satu? Digenggam dua tangan? Atau bagaimana biar cepat?

Diliriknya teman kanan-kiri, yang memasukkan dedaunan kering ke dalam karung dengan cara digenggam dua tangan. Megan turut melakukan hal tersebut. Namun, sungguh! Ini melelahkan.

"Kalau malas-malasan, saya tambah dua karung lagi."

Perkataan Arga itu membuat Megan menoleh, penasaran siapa yang ditegur. Gadis itu tertegun beberapa saat begitu maniknya bertubrukan dengan manik biru Arga.

Dirinya, ya, yang ditegur?

Megan menghela napas. Ia menyemangati dirinya sendiri di dalam hati agar tidak terlalu loyo-loyo.

Empat belas menit berlalu. Interupsi dari Arga yang menyuruh karungnya untuk diikat jika sudah penuh membuat Megan tiba-tiba panik—tapi ia berusaha untuk tetap terlihat tenang. Karung yang dibawanya masih ada setengah ruang yang tersisa.

Ketika sibuk berjongkok dan mengambili deduanan kering itu secara 'anggun', seseorang ikut berjongkok di dekat Megan. Wangi parfumnya yang khas menggambarkan sosok laki-laki pemilik iris biru, membawa Megan mengangkat pandangan.

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang