happy reading, my dear readers🧸🥛
***
Setiap kali Megan, Audey, Cellin dan Ruth melangkah beriringan, selalu saja terdengar dari beberapa kumpulan perempuan yang berkomentar mengenai penampilan keempat gadis itu.
Megan yang selalu menggerai lurus rambut indahnya serta memakai loafers berhak rendah, yang membuat gadis itu terlihat sangat anggun meski mengenakan pakaian sekolah.
Audey yang menata rambutnya dengan baik menggunakan catokan, memakai blazer berwarna gelap agar rok abu-abu muda yang dikenakannya tetap terlihat dan tidak tenggelam, gadis itu juga senang sekali memakai white sneakers; terlihat seperti remaja populer pada umumnya.
Cellin selalu memakai flat shoes dan cardigan, menggambarkan sosoknya yang lemah lembut, beberapa ada yang mengira: kalau gadis itu bahkan tidak berani menginjak semut di jalan.
Lalu Ruth, gadis ini sudah mendapat gelar si jutek tapi cantik dari seluruh siswa-siswi SMANDA—dia hanya mengikat rendah rambutnya, seragam broken white dan rok berwarna gray, memakai air jordan hitam putih dan selalu saja memasang wajah juteknya tiap saat.
Ada juga yang menyeletuk bahwa keempat gadis cantik itu adalah suatu circle yang sulit ditembus. Ketika mereka mengajak mengobrol saat latihan ekskul—keempatnya berada di ekskul yang berbeda semua—Megan dan ketiga temannya masing-masing hanya berbicara seperlunya. Audey saja yang amiable kepada teman-teman di luar circle-nya itu. Namun, gadis itu tetap menetapkan batasan bercanda karena teman-teman ekskul, ya, tetap seperti itu. Kalau Megan, dia tipe yang sulit menerima kehadiran orang baru sebagai teman dekat. Cellin pemalu dan Ruth yang malas berinteraksi—teman-teman ekskul basketnya hanya membahas seputar laki-laki.
Pekikan di sekitar empat gadis itu terdengar kencang hingga memekakkan. Audey yang penasaran membawanya menoleh ke belakang, ada tujuh laki-laki tampan yang baru memasuki area lapangan, sepertinya ingin pergi ke kantin—melihat dari arah mereka yang sama seperti dirinya dan ketiga temannya. Gadis itu kembali menghadap ke depan dan memaklumi sikap para perempuan yang duduk di gazebo sekitaran lapangan.
"Gue juga kalo gak keliatan sama anak-anak inti Deverald bakal teriak-teriak heboh mengagumi ketampanan mereka! Ini cuma karena mereka di belakang, gue di depan mereka, jadi sebisa mungkin gue jaga sikap, nahan diri biar gak keliatan kalo gue juga suka sama mereka." Audey mengipasi wajah dengan satu tangan, sementara satu tangannya yang lain digandeng Cellin. "Effort gue segede gini, awas aja tiba-tiba yang modelan ngejar duluan yang menang! Gue sakit ati banget ntar!!"
Cellin tertawa pelan. "Kamu udah dekat banget sama kak Galang, keliatannya. Gimana? Dia yang megang kendali atau kamu, Audey?"
"Gue, lah!" Audey tersenyum bangga. "Kak Galang, mah, berhasil banget gue jinakin egonya, kendaliin perasaannya."
"Boleh, lah, gue belajar sama lo. Mau ngedeketin Zayn Malik gue!" seru Ruth yang mendapat gelak tawa Audey. "Selera lo om-om, ye."
"Om-om bukan sembarang om-om, woi!"
Audey menjulurkan lidahnya pada Ruth. Ia kemudian menoleh pada Megan. "Si Megan diem-diem aja. Lo gak lagi ngapalin tabel periodik, kan?"
Megan menggeleng pelan. "Tidak. Aku hanya diam."
Ruth tidak dapat menahan tawanya. Terkadang, gaya bicara Megan meningkatkan mood-nya dalam sekejap.
Begitu keempat gadis cantik itu memasuki area kantin, mereka tidak langsung mencari tempat duduk—kebetulan juga semua sudah terisi.
"Girls, ada baiknya kita diem dulu di sini. Soalnya anggota inti Deverald juga ngarah ke kantin tadi pas gue nengok. Daripada mesen terus bawa ke kelas, kita anteng dulu deket pintu sini, baru nanti mereka datang terus ngajakin kita duduk di meja khusus anak-anak Deverald lain! Kan, lumayan. Makan siang sekalian cuci mata, refreshing otak!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Megan
Teen Fiction"You must keep your honor, Megan." Usaha Megan untuk tetap menjunjung tinggi harga diri, dengan tidak mudah meletakkan hati pada sembarang laki-laki. Tentang ambisi gadis itu untuk tumbuh menjadi seorang lady yang sempurna dalam segala hal, dan meng...