Chapter XXII

38 7 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Megan mengerjapkan matanya beberapa kali guna menyesuaikan lensa matanya dengan cahaya di sekitar. Setelah kesadarannya kembali utuh, gadis itu terdiam bingung mendapati dua kursi di depannya kosong. Ia menoleh ke samping, ada Arga yang sibuk membaca buku, kacamata bening yang bertengger di mata laki-laki itu menambah tingkat ketampanannya berkali lipat, sementara iris birunya fokus membaca kata demi kata yang tertulis di buku bacaan.

"Bu Ratih sama kak Mede udah duluan ke asrama. Bu Ratih ngurus berkas-berkas, kak Mede istirahat di kamar."

Begitu.

Megan mengangguk. Pandangan gadis itu jatuh pada pakaian yang dikenakan Arga. Kemeja abu tua dan celana hitam kain.

Megan menegapkan tubuhnya kaget. Arga tadi memakai seragam sekolah! Tidak mungkin, kan, laki-laki itu mengganti pakaian di mobil sementara ada dirinya juga?!!

Walaupun gadis itu tidur, kan, tidak sopan!

"Kak Arga tadi mengganti pakaian?"

"Iya." Arga menyahut tanpa menoleh.

"Di mana, Kak?"

Arga menutup bukunya, lalu menoleh pada Megan. Gadis itu menatapnya bingung.

"Di kamar asrama."

Megan memejamkan matanya sejenak. Lalu menghela napas lega diam-diam. Megangetkan saja. Megan kembali membuka matanya, ia mengerutkan kening samar begitu melihat Arga masih saja menatapnya.

Seolah tidak acuh pada tatapan itu, Megan segera saja membuang pandang ke jendela di sampingnya. Baru ingin membuka pintu mobil tersebut, suara Arga menginterupsi.

"Sebentar, Megan." Arga kemudian membuka pintu di sebelahnya dan berjalan memutari bagian belakang mobil. Lalu membuka pintu disamping Megan, lantas mempersilakan gadis itu keluar.

Megan mengerjap. Ia menatap Arga sesaat, kemudian pandangannya jatuh memandang kaca di pintu mobil. Gadis itu segera melepas bantal leher milik Arga lalu turun dari mobil. Jarak keduanya cukup dekat membuat Megan dapat mencium wangi tubuh laki-laki itu lebih jelas. Gadis itu mendongak menatap Arga yang kini menunduk menatapnya.

Kedua pipi Megan memanas. Meski sering bertatap-tatapan, untuk kali ini rasanya gadis itu tidak bisa mempertahankan tatapannya lebih lama pada manik Arga. Bahkan, sekarang bukan lagi kedua pipi, melainkan seluruh wajahnya seperti terbakar. Ia buru-buru membuang pandang, sementara satu tangannya terulur memberikan bantal leher pada laki-laki itu.

"Apa?"

"Ini." Megan makin menyodorkan bantal leher tersebut.

"Liat saya, Megan."

Degup jantung Megan bergerak cepat secara tiba-tiba. Perasaan aneh menjalar di hatinya ketika mendengar deep voice laki-laki itu, sedikit serak juga. Megan dapat merasakan bulir keringat membasahi bagian samping keningnya.

Perlahan, ia menolehkan kepalanya pada Arga, sedikit mendongak agar bisa menatap laki-laki itu.

"Apa?" tanya Arga sambil menatap Megan lekat tepat di kedua iris turquoise gadis itu.

Megan mengerjap sambil menelan salivanya susah payah. Tubuhnya secara mendadak panas dingin tanpa sebab.

Ada apa dengannya?!

"Bantal leher Kakak," kata Megan yang entah kenapa terlihat lucu di mata Arga.

"So?" tanya Arga sambil mengangkat satu alisnya.

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang