Chapter XI

43 6 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Pepohonan rindang di kanan-kiri terlihat di sepanjang jalan poros utama menuju SMA Darena. Hannah tampak mengemudikan Maserati putih itu dengan santai agar nonanya dapat menikmati pemandangan jalanan yang diselimuti embun pagi yang menenangkan hati itu dengan hening.

Udara yang masih belum tercampur dengan polusi membuat perempuan itu membuka bagian atas mobil sehingga sang nona juga dapat menghirup udara bersih pagi hari yang dingin dengan sepuasnya, apalagi di sekitar mereka ditumbuhi pohon-pohon lebat nan tinggi menjulang.

Jalanan yang dilewati kali ini berbeda dengan jalur menuju SMANDA yang biasanya. Hannah mengambil jalur memutar untuk bisa mendapatkan semua ketenangan pagi ini. Kebetulan, di sepanjang jalan yang dilewati hanya ada mobil yang mereka naiki.

Hannah mengantar Megan tepat pukul enam pagi, ini merupakan satu bentuk penyembuhan diri secara alami—tanpa mengeluarkan effort yang besar—yaitu dengan menikmati lingkungan sekitar sembari menjernihkan pikiran.

Sewaktu Megan masih diantar Diana ke sekolah menggunakan sepeda, memang selalu berangkat pagi untuk menghindari debu dari asap kendaraan. Keduanya jadi bisa sambil bercerita dan mengobrol, atau hanya saling diam menikmati atmosfer sekitar yang menenangkan selama perjalanan ke sekolah.

Kalau sekarang, mau berangkat siang, pun, karena menggunakan mobil yang tertutup keseluruhan jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, karena hal itu lah, Diana memberikan satu kegiatan tambahan setiap satu bulan sekali; berangkat pagi di jalur yang dipenuhi pepohonan dan membiarkan putrinya itu melepas penat dengan memandangi sekeliling.

Sudah lama juga Megan disibukkan dengan kegiatan di sekolah, pulang sore juga membuatnya tidak lagi bisa mengikuti Diana ke kebun buah mereka, bahkan sekadar ke taman belakang rumah untuk memetik bunga tidak bisa. Ada jadwal harian yang sudah ada dari dulu yang harus ia tuntaskan—meski mengikuti ekskul piano dan violin, faktanya gadis itu tetap harus berlatih lagi di rumah. Belum lagi dari petang hingga menjelang pukul 9.20 malam ia habiskan untuk belajar.

Di jenjang sebelumnya, Megan belum pernah mengikuti ekskul. Dia hanya belajar banyak hal dari Diana. Oleh karena itu, ketika diberi kebebasan oleh sang ibu dan kesempatan maksimal mengikuti ekskul di SMANDA ia gunakan sebaik-baiknya tanpa memikirkan apakah akan lelah atau tidak nantinya.

Diana memang memberikan kebebasan memilih, tapi dia tidak mau Megan keteteran apalagi sampai mengeluh. Risiko ditanggung sendiri atas pilihan yang ia ambil. Belajar bertanggung jawab atas keputusannya. Ia yang memilih banyak kegiatan, maka ia harus sebisa mungkin mengatur kegiatan kesehariannya agar semua—yang dari dirinya sendiri mau, dan yang dijadwalkan Diana—terlaksana dengan baik.

Megan menarik napas panjang sembari memejamkan matanya, lalu perlahan mengembuskannya keluar. Kedua alis gadis itu bertaut, udara dingin menerpa wajahnya berkali-kali. Ia membuka matanya, bulu mata yang melengkung lentik di sekitaran mata Megan terlihat basah karena embun, membuat pandangannya jadi lebih segar. Ketika ia menggerakkan bola mata turquoise-nya kesana-kemari, sensasi dingin itu makin terasa yang membuatnya diam-diam tersenyum senang.

"Feel better, my Lady?" tanya Hannah sambil melihat Megan dari kaca mobil. Megan tersenyum. Ia menganggukkan kepalanya pelan. "Yea."

Menghabiskan hampir satu jam di perjalanan untuk sampai di depan gerbang utama SMA Darena, tidak membuat Megan kecewa. Walau lama, dia sangat puas. Pikirannya jadi sedikit lebih jernih, seolah dirinya baru saja melepas segala kepenatan akan aktivitasnya selama satu bulan terakhir.

Gadis itu melangkah pasti memasuki gerbang SMANDA. Tidak ada yang bisa melepaskan pandangan dari Megan begitu ia melangkah dengan tatapan lurus ke depan, sementara dua tangannya bertaut di depan tubuh. Aura mendominasi yang dipancarkan membuat beberapa siswa-siswi menepi sejenak ketika ia melewati lorong kelas yang dipenuhi kerumunan. Mata turquoise itu memang selalu datar jika di hadapan banyak orang asing, tapi akan melunak ketika bersama orang yang dikenal.

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang