Chapter XLII

6 0 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Megan terima uluran tangan Arga untuk naik menunggangi kuda. Kali ini latihannya dengan model duduk cowgirl.

Tidak, bukan tidak sadar. Megan melakukannya secara sadar. Secara sadar ia genggam tangan Arga.

Naik Megan ke atas kudanya, tapi kali ini ia duduk miring terlebih dahulu, lalu memindahkan satu kakinya ke sisi kuda yang lain dengan perlahan. Setelah berhasil duduk dalam posisi cowgirl, Megan menoleh ke arah Arga sambil mengerjapkan mata.

Arga tersenyum tipis, lebih ke menahan tawa sejujurnya. "Langsung aja, Megan. Pakai kaki kiri kamu buat nginjak tumpuannya, setelah itu kaki kanan kamu, kamu arahkan ke sisi kanan kudanya."

"Saya tidak terbiasa, Kak."

"Gapapa, coba lagi."

Megan mengangguk, kembali ia turuni kuda putih itu. Entah sudah berapa kali ia kesulitan sendiri. Gadis itu tidak terbiasa mengangkat tinggi lagi lebar kakinya.

Memang, manusia tidak ada yang sempurna di dunia ini.

"Kita coba sekali lagi, ya. Kalau masih nggak bisa, kamu istirahat dulu."

Megan tatap wajah Arga sejenak. "Maaf merepotkan Kak Arga."

"Saya nggak merasa direpoti." Arga balas tatapan Megan, lekat lagi lamat. Hanyut pria itu pada keindahan bola mata turquoise milik sang gadis.

Megan tersenyum. Kali ini ia genggam tangan Arga lebih kuat, sementara satu tangannya merengkuh punggung kuda. Kaki kirinya menginjak pedal sebagai tumpuan. Ketika sudah dalam posisi baik, segera gadis itu mengangkat kaki kanannya sedikit tinggi, dan yup, akhirnya kakinya itu mendarat di pedal kuda sisi satunya.

Sebenarnya ini simple dan biasa saja, tidak selebar atau setinggi itu ketika menaiki kuda. Namun, Megan sudah diajarkan bertingkah anggun sejak kecil. Jadi, wajarlah ia tidak bisa. Setidaknya gadis itu terus mencoba.

"You did it. How it feels?" tanya Arga, mengangkat wajahnya guna melihat wajah Megan. Genggaman Megan pada tangannya saja ia tidak lepas.

"I don't know, Kak. Tapi saya merasa lebih menguasai injakan kudanya."

Arga mengangguk sekali. "Selamat berlatih kembali, saya ikuti dari belakang." Pegangan keduanya terlepas, Megan mulai menjalankan kudanya mengikuti garis lapangan, sementara Arga berjalan santai menyusul.

Megan melaju, ia bahkan sudah berani membuat kuda tersebut berlari kencang. Meski gadis itu merasakan guncangan cukup kuat, tapi tidak semenyakitkan dan melelahkan seperti saat pertama kali ia belajar bersama Kyle beberapa waktu lalu. Gadis itu mulai terbiasa dan menguasai.

Laju kuda yang terbilang cepat, menyebabkan angin berembus kuat membuat helaian rambut Megan yang tergerai berterbangan indah, menari-nari di udara. Begitu ia menoleh ke belakang untuk menemukan keberadaan Arga, rambutnya berkibar dan menutupi separuh wajahnya, menghalangi penglihatan Arga untuk melihat secara keseluruhan wajah Megan yang kini tersenyum manis hingga menampilkan deretan gigi rapi putihnya.

Seolah ada gerakan slow motion, Arga dibuat terbius kaku memerhatikan Megan yang jauh di depannya. Meski separuh wajahnya tertutupi, gadis itu kian menarik dan Arga benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik.

Hingga saat Megan kembali menghadap depan, Arga masih terdiam di tempatnya. Adik kelasnya itu memang terlalu menarik perhatian, dan Arga merasa rugi jika tidak berusaha akrab dengan sang gadis.

"Kak Arga ... ada apa?"

Arga mengerjap, ia menoleh ke samping. Ada Megan yang menatapnya bingung.

"Kamu tadi mutarin lapangan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang