Chapter XIX

42 5 0
                                    

happy reading, my dear readers🧸🥛

***

Gerombolan tujuh laki-laki pencuri hati para perempuan di SMA Darena memasuki kelas 10 IPA 1 dengan langkah gagah dan kemeja sekolah yang dikeluarkan, dan jas yang disampir di bahu. Hanya Arga yang memakai dasi yang kemudian dibalut rompi hitam, menyatu dengan warna celana abu tua yang dikenakan. Namun, lengan kemeja putihnya digulung sampai siku. Seperti biasa, laki-laki itu melangkah sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana.

Paling depan memimpin ada Raka, si pemilik netra hijau yang memiliki tatapan penuh intimidasi. Di belakangnya menyusul Galang dan Alden, kemudian ada Arga dan Arka, dan paling belakang Iqbal dan Regan. Ketujuhnya menghampiri meja di sekitar Megan dan menarik kursi asal untuk berlomba-lomba mengajak gadis bermanik turquoise itu mengobrol. Lebih tepatnya, Arka, Regan, dan Iqbal.

Tujuan mereka kemari hanya untuk menemani Galang menemui Audey. Namun, Galang tidak meminta untuk ditemani, itu hanya akal-akalan teman-temannya—Arka, Regan, Iqbal—agar bisa bertemu Megan.

Kalau Raka, dia hanya mengikuti suara terbanyak. Alden mengikuti sang ketua, dan Arga—laki-laki itu juga bingung apa alasannya ikut bersama keenam temannya ke kelas adik tingkat, padahal ia bisa menggunakan waktunya untuk membaca buku di perpus seperti biasa.

"Megannnn," sapa Regan tersenyum lebar. Ia mendudukkan diri di kursi di depan Megan.

Megan hanya merespon dengan anggukan kecil sambil menatap laki-laki itu. Regan yang ditatap seperti itu spontan menyisir rambut depannya ke belakang sambil merasa 'ganteng'.

Iqbal sontak menoyor kepala temannya itu. "Gak usah belagu muka lo, Gan!"

"Kenapa emang? Lo iri? Gue di liaitin?" Regan menaik-turunkan alisnya.

"Najis!" Arka ikut menoyor kepala Regan.

"APA-APAAN INI?!" Regan mendelik penuh drama. "KALIAN KENAPA NOYOR GUE?! GAK SANGGUP NYAINGIN?"

"Dungu lo ah!" sungut Galang yang sudah menarik kursi—entah punya siapa—ke dekat Audey dan duduk di samping gadis itu. Mengabaikan ketiga temannya itu, Galang kembali menoleh pada sang adik kelas yang akhir-akhir ini menjadi fokus utama isi pikirannya. "Lo mau ke kantin bareng gue, Dey? Makan roti bakar enak, nih. Gak ribet digangguin temen-temen gue."

"MAKSUD LO APA, HAH, LANG?!!" murka Iqbal. "Gue kesini juga ada tujuan! Mau lebih mengenal Megan!!" Laki-laki itu menyengir sambil melirik ke arah adik kelas yang dimaksud. Megan hanya tersenyum tipis sebagai bentuk kalau dia mengikuti percakapan orang-orang di sekitarnya.

"Najis!" Arka gantian menoyor kepala Iqbal.

"Sialan!" Iqbal yang tidak terima lantas membalas toyoran Arka. Hingga terjadilah aksi toyor-toyoran di antara keduanya.

Audey tertawa melihat itu. Ia menghentikan tawanya secara perlahan, lalu menoleh pada Galang yang kini menatapnya lekat. "Gue udah ngemil tadi, Kak. Maybe next time? If you don't mind, Kak."

"Kapan?" tanya Galang tak mengalihkan pandangan. Audey terlihat berpikir sejenak. "Tergantung lo ngajak gue kapan. Biar gue gak duluan ngemil pas istirahat pertama."

"Besok," kata Galang cepat. "Besok ke kantin sama gue."

"Okay."

"EHEM! EHEM!"

"UHUK! UHUK!"

"KHEK! KHEK!"

Iqbal dan Regan memukul bahu Arka dengan keras. "Lo dicekik makanya suara lo gitu? Sini, gue cekik beneran!" kata Iqbal penuh minat.

MeganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang