👨🎓👩🎓
Zano mengajak Rere bicara tentang cara kerja klub peduli sesama. Akan tetapi karena sudah pukul empat sore, Rere tak bisa berlama-lama di kampus. Ia juga belum mengabari Pak Iman untuk di jemput.
"Ngobrol di rumah kamu gimana?"
"Eh? Gimana maksudnya?" Degdegan lagi Rere. Ia terus menjaga pandangannya ke arah Zano yang berjalan bersisian dengannya menuju lobi kampus.
"Besok, aku ke rumah kamu. Sore sekitar jam tigaan kayaknya." Zano menunggu Rere menjawab. Ia bingung saking kagetnya hingga terlihat melamun. "Sebelah sini jalannya, Re, kamu mau nabrak pintu kaca," ujar Zano menggeser tubuh Rere ke arah kiri dengan merangkul bahu Rere.
Rere yang terkejut mendadak salah tingkah. Kalem, Re, kalem, ujarnya dalam hati.
"Yaudah, nggak apa-apa kalau mau ke rumah, nanti aku share alamatnya. Kak Zano mau langsung pulang?"
"Nggak, ada keperluan sebentar, ke tempat lain."
Rere mengangguk. Ia lantas menghubungi Pak Iman untuk menjemputnya di kampus. Zano masih setia berdiri di samping Rere walau hanya diam.
"Kok masih di sini, duluan aja, Kak," ucapnya pelan seraya menunjuk ke arah parkiran.
"Nunggu sopir kamu jemput baru aku pergi."
"O-oh," lirih Rere lantas memalingkan wajah ke arah lain, menahan senyuman. Tak ada obrolan lagi, tapi Zano memang tampak sibuk membalas chat di ponselnya. Rere sesekali memandangi Zano yang senyam senyum sendiri. Tak lama Pak Iman datang, mobil berhenti di lobi kampus, lantas Rere pamit pulang ke Zano yang mengangguk.
Rere membekap mulutnya menahan jeritan saking girangnya bisa lebih lama bersama Zano hari itu. Ia menghela napas panjang seraya menatap jalanan di sisinya.
Lain hal dengan Zano, ia segera menemui Ara di rumah gadis itu tinggal. Ada di kawasan perumahan modern, rumah model tanpa pagar bertingkat dua gaya amerika klasik.
Zano memarkirkan sepeda motornya di garasi, ia lantas turun setelah melepaskan helm. Bel ia tekan setelah berdiri di depan teras. Pintu terbuka lalu muncul asisten rumah tangga yang menyapa lantas meminta Zano masuk.
"Hi!" sapa riang juga lari-lari kecil menghampiri Zano membuat lelaki itu tersenyum lebar. Ara merangkul leher Zano lantas mengecup bibirnya. "Kirain nggak jadi dateng," cicitnya lalu memeluk leher Zano. "Kangennn!" bisiknya lagi. Zano membalas pelukan. Keduanya duduk di sofa, sudah ada beberapa buku materi kuliah Ara juga laptop yang layarnya terbuka.
"Mau langsung bahas judul?" Zano meletakkan tas di sofa, ia duduk menghadap ke Ara yang tepat duduk di samping kanannya.
"Boleh, kamu takut kemalaman pulangnya?" Ara tersenyum meledek, Zano mencubit pelan pipi kekasihnya itu yang membuat Ara tersenyum hingga mengerutkan hidung.
"Gemesin banget, kamu, Ra," lirih Zano. Ara mengusap wajah Zano lantas segera memangku laptop.
Mereka mulai bertukar pikiran, asisten rumah tangga menghampiri dengan membawa nampan berisi minuman juga kue.
"Rumah sepi banget, orang tua kamu kerja semua?" Zano membahas hal lain setelah selesai diskusi judul skripsi Ara.
"Iya. Papa biasa pulang jam delapan, kalau Mama sebentar lagi. Eh kamu mau makan malam di sini? Biar bareng sama aku," ajak Ara.
"Di rumah aja. Udah biasa makan malam sama-sama anggota keluarga lainnya. Udah adat istiadat di rumah." Zano bersandar pada sandaran sofa sementara Ara menghadap ke Zano yang mengusap jemari kekasihnya itu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔
RomanceCewek supel dan ramai bertemu cowok supel bikin baper tapi kadang misterius. Itulah Rere dan Zano. Rere mahasiswi baru langsung mengagumi sosok Zano mahasiswa semester tujuh jurusan manajemen yang juga ketua panitia ospek. Rere yang tinggal di Ja...