Lunas, ya, jangan tagih lagi. Yuk lanjut!
Rere bukan tipikal perempuan yang memperlihatkan keterpurukannya. Ia datang ke kampus esok harinya dengan tetap ceria seolah tak ada masalah dalam hidupnya. Hal itu jelas membuat Putri juga Agas curiga saat mereka di dalam kelas menunggu jam kuliah ekonomi mikro satu dimulai.
"Re, lo yakin nggak apa-apa?" Putri mengusap bahu Rere.
"Iya. Kenapa emangnya?" jawab Rere sambil mengeluarkan binder untuk mencatat pelajaran. Rambutnya tergerai indah, wajahnya juga dipoles mekap simple supaya tak tampak kesedihan yang ia rasakan. Agas mendekatkan kursi ke samping kanan Rere. Ia menatap lekat hingga membuat Rere risih sampai menoyor kening Agas.
"Kenapa sih temen lo, Put!" sindir kesal Rere. Putri tersenyum ke Agas yang membalas dengan senyuman juga.
"Dih, kalian kok senyum-senyum, wah gue curiga," tuduh Rere lantas menatap kedua temannya bergantian. "Jadian, ya!" pekik Rere lalu bertepuk tangan heboh. "Udah gue tebak lo berdua akan berakhir bersatu. Sok jadi sahabat padahal sama-sama suka." Rere menepuk-nepuk bahu Putri juga Agas bergantian. "Bahagia selalu pokoknya," tukas Rere lagi sambil tersenyum.
"Makasih, Re," sahut Putri. "Kita berdua mau tanya sama lo. Kemarin kemana? Gue telpon nggak jawab, chat nggak di balas."
Rere lupa jika kedua temannya tak tau tentang eyang kakung yang sakit. Akhirnya ia menceritakan apa yang terjadi. Agas dan Putri kaget, kenapa juga Rere tidak cerita dari kemarin.
"Intinya doain gue supaya semua masalah selesai, okayyy...," pinta Rere tak lupa tersenyum lebar juga menunjukkan dua jempol jari tangannya ke arah Putri dan Agas.
Pintu kelas terbuka, dosen masuk tapi di belakangnya muncul Zano yang berpakaian rapi. Tampaknya ada jadwal seminar atau mengajar di kelas lain.
"Makasih, Zano, sudah bantuin saya," tutur dosen yang dibantu Zano membawakan tas yang berisi laptop. Zano mengangguk, tak ada senyuman lantas segera keluar dari sana. Rere diam, ia juga memalingkan wajah ke arah lain setelah tau Zano berjalan di belakang dosen itu. Kuliah di mulai, membuat Rere lega karena pikirannya tidak terpusat ke gebetannya itu.
Saat break makan siang, Rere, Putri dan Agas hendak makan siang di luar kampus. Mereka menuju ke parkiran mobil untuk sama-sama ke lokasi makan siang.
Dari arah berlawanan, Zano berjalan dengan tas ransel terslampir di bahu kiri. Tatapannya dingin, pandangan lurus ke depan. Putri dan Agas heran kenapa Rere kalem, biasanya akan heboh atau mulai salah tingkah jika bertemu Zano, tapi kini ia menunduk bahkan pura-pura memainkan ponsel.
Keduanya saling melewati tanpa menyapa, Rere kembali mengangkat kepala setelah Zano melewatinya. "Re, bilang lo kenapa? Pasti ada hal lain, kan?" Putri segera bertanya. Rere menggelengkan kepala.
"Udah, lah, nggak usah bahas gue. Gue kayaknya nggak ikut kelas selanjutnya, deh, harus ke rumah sakit. Absenin, ya, nanti gue kirim chat ke dosennya."
"Re, lo lagi nggak hindari Kak Zano, kan? Habis ini kelas Pak Diego dan beliau lagi nggak hadir jadi otomatis Kak Zano yang ngajar."
Rere tersenyum, "gue mau jenguk Eyang Kakung. Kalau sore suka ramai, gue males. Pak Diego nanti gue kirim chat kasih tau gue izin."
"Beneran, Re? Lo nggak capek kejar dia, kan?" tekas Putri.
"Nggak, lah. Mana ada capek ngejar gebetan," tawa Rere palsu, Agas tau dan akan membahas dengan Putri.
Mereka makan siang di warung ayam penyet. Pak Iman akan menyusul jemput ke sana dan langsung ke rumah sakit. Saat asik ngobrol setelah makan siang, Rere mendapatkan kabar jika keluarga besarnya kembali bertengkar dan membawa pengacara segala. Ia kembali fokus ngobrol dengan Putri dan Agas, tak mau pusing dengan hal itu untuk sementara waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔
RomanceCewek supel dan ramai bertemu cowok supel bikin baper tapi kadang misterius. Itulah Rere dan Zano. Rere mahasiswi baru langsung mengagumi sosok Zano mahasiswa semester tujuh jurusan manajemen yang juga ketua panitia ospek. Rere yang tinggal di Ja...