Obrolan lorong kampus

1K 134 5
                                    

lanjuttt!

"Awas, ya! Papa dan ibu udah ingetin kamu!" sungut Dipa sedangkan Letta hanya mengangguk. 

"Mas Zano nggak akan main hati, Pa ... Bu, kalian tau Mas Zano nggak begitu." 

"Papa cuma khawatir kamu nanti ulang kejadian Papa, Mas. Kamu juga paham itu!" tegas Dipa lagi. 

"Kenapa Papa samain Mas Zano sama Papa?!" pekik Zano dengan tatapan tajam ke Dipa yang mendengkus. 

"Bukan mau samain, tapi mengingatkan aja. Hati-hati ... kamu bisa aja bikin Rere baper sama sikap ramah kamu. Nggak semua perempuan paham itu." Dipa beranjak, ia masuk ke dalam rumah membiarkan Letta duduk menemani Zano di balkon lantai dua depan kamarnya. Bibi sedang merapikan bekas makan mereka, saat tadi Dipa langsung menyerbu Zano dengan sederet pertanyaan atas dasar kecurigaannya takut Zano bermain-main dengan perasaan perempuan. 

"Mas," lirih Letta. Ia meraih jemari tangan Zano, begitu erat digenggam. "Papa cuma mau ingetin kamu, bukan marah. Mas Zano jangan marah kayak tadi, Ibu nggak suka lihatnya. Di rumah ini, kita semua udah sepakat nggak ada perdebatan serius yang dibahas pakai nada tinggi. Calm down aja, ya. Inget waktu Zena ribut sama Papa waktu dia kecebur got? Ibu sedihhh ... banget, Mas. Ibu tuh takuttt kalian nanti jadi kesel-keselan. Nggak nyaman hati Ibu." 

Zano mendekat ke Letta. Ia melepaskan genggaman tangan Letta lantas merangkul bahu wanita yang begitu besar mencintai ia dan Zena sebagai anak sambungnya. "Maafin Mas Zano, Bu. Tadi emosi, karena jujur ... Zano nggak merasa bersikap berlebihan ke Rere, biasa aja, Bu. Kalau Rere mengartikan lain, Mas Zano akan kasih tau kalau Mas udah punya pacar." 

"Lebih baik begitu, kamu tanya aja sekarang, kenapa Rere kirim makanan dan es kopi?" 

"Iya, Bu." Zano bersandar manja pada pundak Letta. 

Setelah kembali ke kamarnya, ia segera mengirim pesan singkat ke Rere sambil duduk di meja belajar menghadap ke arah jendela. 

[Re, terima kasih kiriman makanannya. Kamu tau dari mana alamat rumahku?] 

Sebagai pembuka, hanya itu yang Zano ketik. Rere membalas. 

[Rahasia!] balas Rere. Zano mengerutkan kening. Tak lama Rere membalas lagi. 

[Tadi ketemu Kak Nina di tempat pizza, aku lagi sama Pak Iman beli. Terus Kak Nina bilang kalau Pizza sama Es kopi makanan kesukaan Kas Zano, jadi ya ... iseng aja aku kirim dan tanya alamatnya ke Kak Nina.] 

Zano tersenyum tipis, ia membalas lagi. 

[Oh, gitu. Iya, buat selingan aja. Makasih, ya, Re, jadi ngerepotin.] 

[Sama sekali enggak, Kak. Semoga suka sama es kopi dan pizzanya.] 

Tak ada kelanjutan saling berbalas chat lagi. Zano menusukkan sedotan ke cup berisi es kopi lalu menyedotnya. Ia senyum senyum sendiri karena tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Sementara Rere yang tengah mengerjakan tugas kuliah sambil makan pizza, mendadak memekik senang karena Zano mengirim chat sekedar bertanya hal itu. Rere baca berulang-ulang dengan hati senang, sungguh, ia begitu kasmaran dengan anak sulung Dipa. 

Rabu pagi pukul sepuluh. Lorong lantai dasar kampus bagian belakang yang cenderung sepi menjadi tempat nongkrong Zano, Ganis, Bian, Catra dan Abid. Tak ada kelas karena dosen mendadak cuti, hanya tugas yang diberikan lantas diserahkan pekan depan. Zano juga tidak ada kelas asdos, karena Pak Diego masuk. 

"No, lo udah tau jadi bahas gosip anak baru?" Abid membuka obrolan sambil makan kacang kulit. 

"Nggak, apaan?" lirik Zano yang tengah makan coklat hasil malak ke Zena tadi di kelasnya. 

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang