Bertemu lagi

844 139 8
                                    

👩‍🎓👨‍🎓

Zano tak bisa tidur, ia merasa Ara berkeliaran demi mencari Rere. Akan tetapi ada yang aneh. Pertama, foto. Siapa yang fotoin Zano dan Ara saat di dalam mobil? Kedua, kalau Ara ngegembel, kok bajunya ganti-ganti tiap hari dan bisa keliaran ke mana-mana, pasti butuh dana. Mana ada gembel bisa bayar juru foto.

Jelas ini jebakan, kesengajaan dan kriminal!

Zano menghubungi Bian dan Ganis, mencerita apa yang terjadi karena mau meminta bantuan menjaga Rere. Minimal memantau.

Tiga hari berselang, Zano masih kepikiran bahkan membuat Rere heran karena Zano diam saja. Ditanya ada apa, jawabnya nggak apa-apa. Ditanya ada masalah apa, dijawab gelengan kepala.

"Kak, besok aku diajak ketemu calon talent untuk film terbaru kantor. Lokasinya di kafe deket Senopati. Kak Zano jemput ke sana?"

"Iya aku jemput." Zano fokus nyetir. Sampai mengantar Rere ke depan rumahnya terlihat Zano gelisah.

"Kak Zano kenapa?" Rere melepaskan seatbelt, diarahkan posisi duduk menghadap calon suaminya. Zano bersandar lemah, mendadak sedih bahkan ia mengecup berulang kali jemari tangan Rere.

"Re, kalau aku bikin kesalahan kamu mau maafin?" Zano menatap nanar.

"Iya. Emang ada apa? Kak Zano kenapa? Jangan bikin panik, deh!" kesal Rere. Ia lalu memeluk leher Zano, rasanya hatinya kok tidak  nyaman. Keduanya berpelukan erat. Wangi tubuh Rere karena parfume yang selalu menjadi favorit Zano, begitu membuatnya nyaman dipeluk sang kekasih.

"Kak Zano nggak mau putusin aku, kan?" cicit Rere sedih.

"Ya enggak, sayangku ...," balas Zano seraya mengusap rambut panjang Rere yang begitu halus.

Rere mencium pipi Zano lalu kembali duduk menghadap pria itu. "Ada apa, Kak?" lirihnya pelan. Keduanya saling menggenggam jemari tangan.

Zano tersenyum, ia mencolek ujung hidung Rere dengan telunjuk.

"Kamu tau nggak, Re. Nggak tau gimana caranya, aku bisa segila ini sayang sama kamu. Kamu pake pelet apa, sih!" kekeh Zano. Rere menatap lekat.

"Ada apa, Kak ... jangan ngeles," lirih Rere. Ia rapikan kerah kemeja Zano lalu mengusap wajah tampan prianya yang langsung memejamkan mata. "Kak Zano selingkuh?"

Zano menggelengkan kepala.

"Terus?" jeda Rere. "Batal nikahin aku?"

Zano menggelengkan kepala lagi. Ia membuka matanya.

"Buku harian kamu masih ada di aku, Re. Aku sebenarnya juga punya. Mau aku kasih ke kamu nanti kalau kita udah nikah biar enak dibaca bareng." Zano menatap cincin yang tersemat di jari manis Rere. "Aku nggak bisa janji untuk selalu bahagiain kamu. Rumah tangga banyak masalah, aku harap kita bisa sama-sama lewati." Zano mengecup cincin itu.

"Kak ... jangan bikin aku takut, ada apa ...." Rere sedih, kenapa hatinya tak karuan begini. Di luar turun hujan, keduanya masih di dalam mobil. Rere tau ada yang tak beres, tapi tak mau menebak. Ia mau Zano jujur.

Bukannya menjawab, Zano menatap Rere lekat lalu menarik tengkuk kekasihnya. Dengan cepat ia cumbu bibir Rere penuh kasih sayang. Rere membalas, rasanya seperti takut kehilangan dan khawatir.

Keduanya terus saling memagut, hujan yang deras tak keduanya pedulikan. Zano tersenyum saat keduanya saling menatap.

"Calon istriku," lirihnya disertai senyum bahagia. Rere kembali mendekatkan wajahnya. Keduanya meluapkan semua rasa lewat ciuman itu.

Rere pamit turun, sudah jam sembilan malam. Dengan payung yang memang Rere siapkan di dalam tas kerja untuk jaga-jaga, ia berjalan keluar dari mobil menuju pagar rumah.

Lampu sorot mobil membuat Zano bisa melihat Rere yang tersenyum sambil melambaikan tangan. Zano bersiap melajukan mobil ke arah pulang. Namun urung karena melihat Rere dihampiri seseorang.

"Shit!" umpat Zano lalu buru-buru turun.

Rere bengong saat Ara menunjukkan foto Zano dan ia berciuman di mobil. Dada Rere sesak, kedua matanya terasa panas.

"Tinggalkan, Zano," pinta Ara dengan tatapan dingin. "Kamu. Pelacur kecil. Rebut Zano dari aku! Zano milikku!" Ara berteriak.

"Ara!" bentak Zano hujan-hujanan.

"No ... kenapa marah ke aku," lirih Ara lalu tertawa. "Lupa ya kemarin cium aku sampai kamu ... ups! Keceplosan," lanjut Ara sambil tertawa kencang.

"Re ... bukan gini sebenarnya, aku jelasin ke kamu, ya, Re ...," pinta Zano.

Rere mundur perlahan, kakinya lemas. Ia menggeleng tak percaya. Bibirnya bergetar pelan menahan tangis.

"Zano, lagi, nggak? Enakan ciuman sama aku dari pada ... dia, kan!" teriak Ara menunjuk ke Rere dengan marah. "Aku lihat kamu tadi cium dia! Aku lihat Zano! Aku lihattt!" Ara menangis dibawah air hujan deras. Zano juga basah kuyup. Rere menatap sedih, tak percaya Zano tak jujur dengan semua ini.

"Zano!" suara Ganis terdengar. Satu mobil berhenti di dekatnya. Bian dan Ganis turun, menyeret satu orang yang berhasil diselidiki.

"Fajar?" gumam Zano. Ara panik! Kedua matanya membulat. Fajar tampak kacau, wajahnya kuyu, matanya beler.

"Gue ... Ara cari gue dan minta--"

"Bangsat!" Zano memukul wajah Fajar, juga perut, hingga Fajar jatuh tersungkur di aspal. "Emang bajingan lo! Dendam sama gue, hah!"

"Kak Zano!" teriak Rere. Zano menoleh ke belakang. Ara menodongkan pisau ke arah Rere dari belakang tepatnya perut kanan Rere. Keributan itu membuat Pak Iman dan istrinya keluar rumah. Terkejut hingga lemas melihat Rere terancam.

"Ara ... turunin pisaunya, aku mohon," bujuk Zano. Ganis dan Bian yang juga basah kuyup tak bisa apa-apa, Ara gila, ia bisa nekat melukai Rere.

"Kenapa, No! Kenapa kamu tinggalin aku! Kenapa kamu jahat sama aku! Hidupku hancur karena kamu! Hancurrr!" teriak Ara keras. Rere sampai memejamkan mata.

"Aku cinta kamu, No ... tapi kamu kubur semua harapan indah aku disayangi seseorang," isak Ara. Rere mencoba melepaskan cengkraman Ara pada lehernya. "Diam!" bentak Ara. Ia menyayat lengan kanan Rere. Darah keluar dari kemeja yang dikenakan Rere.

Zano panik hingga berteriak marah! Napasnya memburu cepat dengan mata melotot merah.

Rere menangis dengan suara tertahan. Perih terasa. Fajar dibawa ke teras rumah Rere oleh Ganis dan Bian. Pak Iman menghubungi sekuriti.

"Jangan ke sini! Atau aku tusuk Rere!" ancam Ara. Zano menatap sedih, ia tetap mendekat dengan air mata yang mulai jatuh.

"Ra, lepasin Rere ... kamu kan yang aku mau. Jangan lukai Rere, Ra, tapi aku. Lepasin ya, Ara ... aku mohon," bujuk Zano. Hujan masih turun deras. Semua basah kuyup.

"Kamu pikir aku percaya! Enggak! No! Enggak! Nggak ada yang bisa milikin kamu selain aku bahkan Rere! Nggak bisa!" teriak Ara kencang dengan tangan terangkat ke atas.

"RERE!" semua berteriak. Ara menghujam pisau sebanyak dua kali.

Lalu ia jatuh lemas dengan tangan gemetar saat melihat darah keluar dari tubuh korbannya.

"KAK ZANOOO! NGGAK! KAK ZANO!" Rere memeluk Zano setelah jatuh di tarik paksa Zano menghindar tusukan pisau dari tangan Ara.

Zano tak sadarkan diri seketika. Luka tikaman pada bahu kiri dan punggung kiri membuatnya langsung tumbang.

Rere menjerit. Memeluk Zano di bawah guyuran hujan. Bian dan Ganis duduk lemas di dekat tubuh Zano. Ara diamankan sekuriti komplek sementara Pak Iman menelpon ambulance.

Baca buku harian aku kalau nggak sabar nunggu udah nikah. Minta ke Zena, dia yang simpan. Semua ada di sana, tentang kamu.

Kalimat terakhir Zano sebelum tadi Rere turun dari mobilnya.

bersambung,

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang