👨🎓👩🎓
Rere meregangkan otot tubuhnya sambil tetap duduk di kursi pesawat kelas bisnis yang ditumpangi. Ia bertopang dagu dengan siku menempel pada lengan kursi. Senyumnya merekah saat melihat Zano masih tertelap padahal setengah jam lagi mereka sampai ke Jakarta.
Kayak mimpi bisa tiap hari akhirnya nanti lihatin muka ganteng cowok ini seumur hidup, batin Rere.
Zano membuka mata perlahan, saat melihat Rere sedang tersenyum ia juga melalukan hal yang sama.
"Udah mau landing, Kak," kata Rere pelan. Zano mengangguk. Diraihnya jemari tangan Rere lalu dikecup punggung tangannya.
"Bucin banget kamu ternyata," lanjut Rere. Zano hanya tersenyum kembali memejamkan kedua matanya.
Pesawat mendarat sempurna, mereka bersiap turun. Pak Iman bilang jika ia akan langsung naik bis menuju kampung halamannya, Rere dan Zano akan dijemput sopir Dipa.
Pak Iman hanya sementara di kampung sebelum kembali bekerja menjadi sopir pribadi Rere dan istrinya ikut pindah ke Jakarta.
Barang-barang mereka masih belum muncul di tempat pengambilan bagasi pesawat. Zano merangkul Rere yang menyandarkan kepalanya ke dada Zano sambil memeluk pinggang kekasihnya itu.
Tak ada yang bisa memisahkan mereka lagi, tampaknya bahkan alam pun segan.
Dua troli terisi koper mereka, Pak Iman mendorong satu dan satu lagi Zano. Rere memekik tertahan saat melihat siapa yang menjemputnya.
Lia, Ganis, Nina, Bian, juga keluarga Zano. Rere melompat-lompat girang lalu berlari menuju Lia dan Nina yang juga heboh.
"Kakak!" teriak Rere bak anak kecil padahal usianya sudah dua puluhan. Nina dan Lia memeluk Rere merasa bahagia bisa bertemu lagi secara langsung.
"Kakkk aku jadian sama Kak Zanoo!" cicit Rere dengan mata terbelalak.
"Udah tau! Selamat ya!" Nina merangkul Rere.
"Putri sama Agas nggak bisa jemput, tapi katanya kamu diminta dateng ke restoran mereka." Lia semakin cantik, setelah menikah dengan Ganis begitu tampak bahagia.
"No!" sapa Ganis dan Bian. Mereka bertiga berpelukan singkat. Lalu Zano menoleh ke Letta yang sudah berkaca-kaca kedua matanya.
Zano mendekat cepat lalu menyalim punggung tangan Letta sebelum memeluk erat. "Ibuuu," isak Zano saking rindu dengan Letta.
"Mas Zano ...," balas Letta seraya mengusap punggung tegap putranya.
"Ck! Cengeng!" celetuk Zena yang berdiri bersedekap dengan sebal. Zano melepas pelukan, ia menyapa Dipa yang juga memeluknya, lantas berjalan mendekat ke Zena.
"Zennn," gumam Zano. Zena memalingkan wajah, sementara Zaverio menghambur memeluk Zano. "Zennnaaa," panggil Zano lembut. Zena melirik, lalu berjalan pelan sambil menangis. Ia ikut memeluk Zano.
"Masss..., kangennn," isak Zena. Ketiga anak Dipa masih saling berpelukan. Sejak Zano di Newyork, hanya dua kali bertemu, yaitu saat awal tahun pindah dan liburan musim panas dua tahun lalu. Zano mengusap lembut kepala Zena yang masih memeluk kakaknya.
Rere selalu bahagia melihat momen itu dan tak lama lagi ia akan merasakan hal yang sama.
Letta menghampiri Rere, ia juga peluk erat calon menantunya. Letta memakai dress yang panjangnya sebetis, lalu sepatu wedges, rambut panjangnya juga masih tampak hitam seolah tak termakan usia. Sedangkan Dipa, ya ... begitulah. Celana jeans sobek di lutut, sepatu pantofel hitam, kaos oblong warna abu-abu tua yang satu ukuran lebih besar dari ukuran tubuhnya, rambutnya yang cepak, tak lupa bulu-bulu halus di wajah yang tumbuh rapi, membuatnya tetap hot daddy dan hot father, belum aja nanti menjadi hot granpa, betul tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔
RomanceCewek supel dan ramai bertemu cowok supel bikin baper tapi kadang misterius. Itulah Rere dan Zano. Rere mahasiswi baru langsung mengagumi sosok Zano mahasiswa semester tujuh jurusan manajemen yang juga ketua panitia ospek. Rere yang tinggal di Ja...