Drama rindu

984 144 12
                                    

👨‍🎓👩‍🎓

Menatap senja dari ruang kerja, Zano beberapa kali sudah menghela napas panjang. Ia belum mendapat kabar Rere hari itu. Seharian Rere sibuk dengan pekerjaannya.

Dua bulan sudah hubungan mereka berjalan, Rere juga kemarin tidak bisa datang ke acara nikahan Lia dan Ganis karena tak bisa cuti. Zano pulang seorang diri tetapi membawa kabar ia dan Rere jadian bahkan melamarnya.

Semua bersorak bahagia, apalagi Letta dan Dipa yang bangga betul dengan si sulung.

Zano menyugar rambut lurus belah tengahnya, sudah tak cepak seperti terakhir ia ke London.

Menahan rindu berat, persis seperti Dilan katakan kepada Milea, ya ... memang, mau gimana lagi. Zano tak mau memaksa Rere berhenti bekerja demi dirinya juga hubungan yang terjalin. Tak adil rasanya.

Dari Jakarta ia sudah ditanya Dipa kapan resing dan pulang. Yayasan butuh Zano untuk mengurusnya. Yayasan itu bernaung dibawah perusahaan Dipa sebagai penyokong dana utama selain para pemegang saham lainnya yang porsinya lebih sedikit.

Bangunan sekolah yang sudah sembilan puluh persen jadi juga dikomersilkan karena sekolah swasta dengan fasilitas lengkap juga tenaga pengajar lulusan sarjana pendidikan kampus dalam negeri, membuat Letta tak mau pendidikan tak merata.

Ia sudah punya yayasan pendidikan gratis, kini rasanya tak masalah mengkomersilkan sekolah yang baru.

Akan berat membangun branding sekolah yang baru menetas bak telur anak burung elang, itulah tugas Zano nantinya. Resiko karena ia memang tak mau bekerja dengan orang lain tetapi ia mau yang memegang kendali.

Darah bisnis Dipa mengalir padanya tetapi bukan diperusahaan tambang, namun pendidikan.

Zano memilih pulang saat ia sadar tinggal satu-satunya di ruangan yang berisi enam orang termasuk dirinya.

Ia jalan kaki dari kantor ke apartemen, tali tas kerja yang terslampir di bahu kanannya beberapa kali ia benarkan karena merosot. Menyusahkan! umpatnya dalam hati. Belum lagi tak sengaja ia terkena tumpakan minuman yang dipegang anak kecil saat berlari berlawanan arah dengannya karena lepas dari gandengan orang tua.

Newyork tak terlalu ramah, banyak sisi menyebalkan yang sudah Zano alami. Dengan menahan kesal ia mencoba tetap tersenyum padahal gondok setengah mati karena kemejanya kotor.

Hari sialnya tak berakhir di situ, ia lupa jika kunci apartemennya dititipkan sekuriti yang dimintai tolong mengawasi perawatan unit yang bocor jika hujan.

Ia sudah dilantai unitnya, terpaksa turun lagi menggunakan tangga karena lift cukup lama.

Meja sekuriti kosong, kemana pria itu? Zano terpaksa menunggu beberapa saat.

Jemarinya mengetuk-ngetuk meja sekuriti saking menahan sabar. Tak muncul juga. Bahkan setelah sepuluh menit. Rere tak memberi kabar juga, bahkan Pak Iman yang katanya sedang beberes untuk pindah kembali ke Indonesia, hal itu membuat Zano sempat kalut karena Eyang akan meninggalkan Rere sendirian di London.

No way! Zano tak mau wanitanya sendirian! Tetapi ia belum dapat jawaban apapun.

Jemarinya menggeser layar ponsel saat Dipa menghubungi. Ia tempelkan ponsel ke telinga kiri.

"Ya, Pa," jawabnya.

"Kapan pulang?"

"Secepatnya." Zano BT.

"Kok nadanya gitu? Kenapa kamu, Mas?!"

"Sial. Pokoknya Mas Zano hari ini sial banget."

"Sial? Sial kenapa?" Dipa panik takut anaknya kenapa-kenapa.

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang