Pacar yang baik

1K 144 5
                                    

Halo, apa kabar ... maap lama ya gak update.

____

Tugu monas berdiri tegak, kedua mata Zano sudah sejak beberapa menit lalu memperhatikan ke arah sana dari posisinya duduk di bawah pohon besar.

Panas terik menyengat kulit, siang itu Zano menemani Ara untuk shooting produk pakaian endores-an lagi.

Ara punya tim sendiri, ada mekap artis dan asisten. Namanya juga selebgram, apalagi mantan putri-putrian, pasti ada tim.

Kedua kata Zano berpindah ke Ara yang tak terasa lelah. Padahal sudah dua jam ia melakukan banyak adegan, juga berganti pakaian.

Zano mendekat ke arah mobilnya terparkir di luar area monas. Rasa haus menyapa kerongkongannya. Ia putuskan membeli minum di warung kecil.

"Pak, es krim ragusa masih ada, kan?"

"Masih, Mas, lewat sana bisa. Muter ke kanan, terus kiri arah kali."

Zano manggut-manggut. Ia duduk di pinggir trotoar dengan bangku plastik. Perutnya sudah lapar, sejak pukul delapan pagi ia pergi dari rumah, jemput Ara di rumahnya lalu ke Monas.

Sedang asik menikmati jalanan yang masih saja ramai di hari sabtu siang, raut wajahnya berubah saat mendengar deru knalpot sepeda motor dari arah kanan.

Zano menghela napas panjang, semakin dekat ia melihat pria memakai kaos lengan pendek hitam, kacamata hitam, helm tidak fullface warna hitam, celana jeans sobek-sobek, menyalakan lampu sen kiri lantas berbelok memarkirkan sepeda motor disusul enam motor lain.

"Ngapain, Papaaaa ...," keluh Zano yang malas melihat Papanya muncul.

"Anda siapa? Tegur-tegur saya," sinis Dipa lantas melepaskan helm, ia letakkan di atas jok. Zano menyalim punggung tangan Dipa dengan wajah ditekuk.

"Oi, No!" sapa Carlos, putra Juan. Ia menepuk pundak Zano sambil nyengir.

"Ini lagi. Belum punya KTP udah granggreng naik motor. Gue toyor, lo!" kesal Zano tapi ditanggapi tawa renyah Carlos.

Anak SMP yang terlihat bongsor, main colong-colongan suka naik motor. Juan udah jengah mengingatkan, akhirnya jika Carlos mau riding harus ia ikut.

"Masih lama di sini?" Dipa menedot teh dingin dalam botol.

"Masih kayaknya, belum selesai dia." Zano memalingkan wajah, melihat teman-teman papanya yang lain. Tak ada Brian dan Rino, keduanya ditugaskan Dipa dinas keluar kota.

Dipa membakar sebatang rokok, berdiri tak jauh dari Zano lalu menatap sekitar. "Juan!" panggil Dipa.

"Apa," sahut Juan juga membakar sebatang rokok.

"Lokasi ini banyak memori," cicit Dipa. Juan coba mengingat, ia mengernyitkan kening.

"Yang mana, Dip?"

Dipa berbisik, "Sigit pernah kita tempeleng di sini gara-gara omelin pengemudi mobil yang minta dia jalan agak mikir, jangan di tengah sok raja jalanan. Kejadian lain," bisiknya.

Juan tergelak, "iya bener!" keduanya cekikikan.

"Oy, Bapak-bapak komplek, sini jajan, ngapain duduk di atas motor, gue yang bayar. Sekalian temenin anak gue nungguin pacarnya kerja!" seru Dipa. Tiga pria yang merupakan anggota klub motor besar pimpinan Dipa yang juga bapak-bapak komplek rumah mereka, berjalan mendekat.

"Halo, Om," sapa Zano menyalim punggung tangan satu persatu.

"Setelah dari sini kita makan siang di rumah makan sunda, habis itu pulang," tukas Dipa. "Rombongan lain udah bookingin tempat."

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang