Bonus part 1

1.3K 157 13
                                    

👨‍🎓👩‍🎓

"Pulang kerja ke sini," pinta Zano saat ia dan Rere sedang melakukan panggilan video.

"Iya nanti. Yaudah aku kerja lagi ya, udah jam satu." Rere merapikan tatanan rambutnya dengan tangan.

"Jangan cantik-cantik," ketus Zano tak suka. Rere mencibir lantas tersenyum. "Jangan senyum-senyum," sambung Zano judes.

Rere mengacak-ngacak rambutnya, Zano tersenyum. "Udah gitu aja," tukasnya. Rere meniup poni yang menutupi keningnya saking kesal dengan kebucinan calon suami.

"I love you," ucap Zano.

Rere membalas dengan kecupan jauh. Keduanya selesai bicara. Zano memejamkan mata seraya tersenyum.

"Najong!" celetuk Dipa dan Zena kompak yang sejak tadi duduk di sofa bed rumah sakit memperhatikan si sulung kebucinan. Tak menyahut, Zano hanya bisa membayangkan Rere nanti datang menemuinya dan ada di dekatnya.

"Pa," senggol Zena dengan sikunya.

"Hm." Dipa menatap Zano yang masih senyam senyum.

"Papa sama Ibu dulu nggak begini, kan?" Zena juga menatap Zano dengan keheranan.

"Nggak. Masih taraf wajar." Dipa dan Zena saling menoleh.

"Mas Zano kena pelet Rere kali, ya, Pa?"

"Kayaknya. Kita ruqyah gimana?" Anak dan bapak saling bersedekap. Letta datang dengan membawa makan siang untuk suami dan anaknya.

"Siapa yang kesurupan?" Ia letakkan plastik berisi makanan ke atas meja.

"Tuh! Anak kesayangan Ibu." Zena beranjak, ia siapkan makan siang untuk dirinya dan Dipa. Letta mendekat ke Zano, mencium kening sang putra lalu tersenyum.

"Jatuh cinta yang tulus menyenangkan kan, Mas?" Letta menepuk bahu Zano.

"Banget, Bu. Banget." Zano membuka kedua matanya. "Orang tua Rere gimana? Jadi ke sini?"

Letta menggeleng. "Mereka mau bikin surat pernyataan untuk pakai wali hakim aja. Sabar ya, Mas. Ibu minta kamu dan Rere tetap hargai mereka sebagai orang tua. Tetap kasih kabar kalian walau nggak direspon."

"Iya, Bu." Zano meletakkan ponsel di nakas, kedua matanya mengarah ke Dipa yang jadi cuti tak kerja. Sudah seminggu Zano di rumah sakit, bahkan Letta bolak balik setelah dari sekolah langsung ke rumah sakit, sore pulang bersama Dipa.

Sedangkan Zena, ia masih ke kantor walau dengan kawalan khusus dari Brian dan Rino atas perintah Dipa. Ada hal yang membuat Dipa melakukan itu kepada Zena, ia merasa putrinya mulai seenaknya sendiri.

"Bu, nggak pakai pesta besar, kan? Nanti aja kalau Zena yang nikah," usul Zano.

"Nggak, Mas. Ibu nurutin kamu sama Rere. Kalian mau di garden party, kan? Papa udah booking restonya, kok. Om Juan yang urusin. Istrinya kenal sama pemiliknya. Oh iya, souvenirnya gimana? Rere udah pilih?" Letta memberikan jus buah ke Zano, ia tusukkan sedotan.

"Udah. Rere mau souvenirnya yang bermanfaat, jadinya--"

"Tempat beras! Emang ide yang brilian!" sela Zena. Ia memberikan kotak makan siang untuk Dipa lantas duduk di samping papanya. "Gue heran sama lo berdua. Jaman sekarang banyak pasangan yang milih souvenir kekinian, elo bedua milihnya yang out of the box. Nggak nanggung-nanggung mesennya lima ratus pisis. Auto laku tuh merek tempat beras ukuran lima kilo."

"Kata Rere itu bisa berguna untuk tiap orang. Jangan sampai souvenirnya nggak kefungsi. Bagus dong idenya. Tadinya gue malah pingin kasih tamu undangan juicer, tapi nggak semua orang suka minum jus." Zano menyedot jus jambu merah tanpa gula dengan nikmat.

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang