Ditinggal

1.2K 154 4
                                    

👩‍🎓👨‍🎓

"Sleeping beauty ... bangun," panggil Zano mengguncang-guncangkan tubuh Rere yang masih bergelung selimut.

"Mmmgghh," geram Rere.

"Kerja. Hari pertama."

Rere membuka matanya cepat. Segera duduk. Kerja! Ia baru sadar. Rere menyibak selimut, ia lompat dari kasur lalu menyiapkan pakaiannya. Zano terkikik, melihat penampilan serta raut wajah pacarnya baru bangun tidur menjadi pengalaman yang ia simpan dimemorinya.

Rambut Rere acak-acakkan, muka bantal, tapi masih bisa santai dengan keberadaan Zano di kamarnya.

"Re," panggil Zano yang duduk di tepi kasur.

"Diem. Aku panik, nih!" Rere membuka lemari khusus tas, ia ambil tas warna hitam. "Sepatuku manaaa!" Rere membuka rak sepatunya.

Zano masih terus memperhatikan. Rere mondar mandir, hingga ia menoleh ke Zano.

"Aku masih belekan. Kak Zano keluar sana," usirnya.

"Nggak mau. Mau lihat kamu baru bangun tidur. Cantik kok, Re." Zano tersenyum. Ia sudah mandi, bangun sejak pukul lima. Tidurnya pulas di kamar seberang kamar Rere, mimpinya bahkan indah.

"Ihhh, aku jelekkk ...," keluhnya malu. Bukannya Zano balas kesal, ia justru mendekat lantas mengusap kepala Rere penuh kasih sayang.

"Cantik, beneran." Zano terus memujinya, setelah itu berjalan keluar kamar Rere membiarkan gadis itu bersiap.

Di meja makan, gelak tawa tak terhindarkan karena Pak Iman menceritakan bagaimana Rere suka uring-uringan jika datang rasa rindu kepada Zano.

Rere bisa nangis, guling-gulingan di kasur bahkan tak mau keluar kamar. Hati Zano berbunga-bunga mendengar penuturan Pak Iman. Bahkan tak segan menyampaikan jika ia juga hampir gila saat menahan rindu berat ke Rere.

"Pak Iman anterin aku, kan?" Rere datang, sudah mandi, wangi, rapi, cantik, bahkan sempat memblow rambutnya. "Hah! Masih jam enam!" teriak Rere. Semua tersenyum. "Kirain udah jam tujuh ... aku masuk jam delapan." Rere bersandar kesal, mukanya memberengut.

Zano yang duduk disampingnya hanya bisa tersenyum sambil bertopang dagu dengan siku berada di atas meja makan. Lekat menatap Rere, luar biasa menggemaskan juga cantik.

"Kak Zano, jangan gitu lihatnya, maluuu ...," cicit Rere dengan menyipitkan kedua matanya. Zano menggenggam jemari tangan kiri Rere dari bawah meja, ia usap cincin yang terpasang di jari manis sang pacar.

"Re, Mama Papa mau ke sini." Kalimat eyang Kakung membuat Rere menoleh cepat.

"Mau ngapain?" Rere terlihat tidak suka.

"Kakung juga nggak tau. Siang nanti sampai." Eyang kakung sudah masa bodo dengan anak-anaknya yang serakah karena harta, ia sadar ini bagian ujian hidupnya. Tak bisa berbuat banyak, hanya bisa berdoa supaya hati anak-anaknya sadar jika kekayaan semu semata. Namun, keluarga yang akur adalah kunci kebahagiaan yang abadi.

"Kalau begitu, apa saya boleh sekalian izin untuk minta restu menikahi Rere tahun depan?"

Semua memekik kaget. Kecuali Rere yang cengar cengir lantas memamerkan cincin yang terpasang di jarinya.

Eyang kakung dan uti terharu, Zano berdiri, segera bersimpuh di samping kaki eyang kakung, memohon restu karena ia serius dengan cucunya. Kakung memeluk Zano, mengusap punggung tegap calon cucu mantu dengan air mata yang jatuh.

"Kami restui, Zano. Pasti. Eyang kakung dan uti tau, kalau cuma Zano yang selalu Rere tunggu. Rere selalu bahagia jika menceritakan Zano." Eyang kakung tergugu. Zano begitu membuncah rasa bahagianya. Sedangkan Rere hanya bisa senyam senyum kegirangan.

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang