Ulah beda si bungsu

1K 147 2
                                    

Helo... back again! 

________

Barang-barang sudah dimasukkan ke bagasi mobil. Rere duduk di bangku depan warung kopi bersama Lia dan Nina sambi menikmati jajanan yang dibeli Rere. "Enak, ini, Re. Kirain kamu nggak doyan jajan ginian." Nina mengunyah peyek kacang tanah ketiga kalinya, rasanya memang gurih dan renyah. 

"Enak pake pecel, nih!" seru Emilia yang memang pemakan sayur sejati. Makanya tubuhnya terjaga, apalagi keluarganya melarang tubuh Lia gendut, katanya penampilan nomor satu. Padahal Lia pikir, nanti jika menikah, hamil, melahirkan, pasti gendut. Cukup diet sehat nanti juga ramping lagi. 

"Cenilnya juga enak. Aku suka makan kayak gini karena Eyang Uti suka jajanan pasar juga." Rere melihat Zano dan Bian menutup bagasi lantas menghampir mereka. 

"Langsung ke kampus lagi?" Lia menatap Zano. 

"Iya. Kita pindahin ke ruang klub aja." Zano berdiri di sisi kanan Rere yang duduk. Kedua mata Zano menatap ke jajanan yang dibeli gadis itu. Melihat Rere sangat menikmati membuat Zano senyam senyum sendiri. 

"Re, ada kelas lagi nggak hari ini?" seru Bian. 

"Nggak ada. Kenapa, Kak?" Rere menyedot teh dingin dalam kemasan kotak, masih menatap Bian. 

"Langsung dianterin pulang, ya. Kita beresin ini bakal lama, takutnya sampe malem, kasihan kamu nanti dicariin Eyang." Bian memakai topinya lagi, tadi sempat ia lepas karena gerah menata barang-barang di mobil. Itu juga belum semua, masih ada beberapa yang dipesan ke agen dan diambil besok. 

"Nggak apa-apa kalau Rere pulang malem, bantuin Kakak-kakak semua. Nanti Pak Iman jemput," tukas Rere yang justru enggan ada di rumah padahal masih jam dua siang. 

"Yakin mau bantuin?" lirik Nina. Rere mengangguk-ngangguk sambil mengacungkan ibu jari. Mereka masuk ke dalam mobil kembali menuju kampus. Lelah juga, beberapa kali Rere menguap karena ngantuk. Jalan juga macet, karena Bian sempat salah arah setelah berdebat dengan Lia dan Nina yang memintanya lewat jalan lain karena akan bentrok dengan anak-anak pulang sekolah juga para pekerja. 

Benar saja, hampir setengah jam mereka tersendat-sendat. Mereka semua belum ada yang makan siang, baru ngemil jajanan padahal tadi Lia sudah makan burger. Rasa lapar datang lagi karena tawar menawar dengan penjual sembako di agen tadi. 

"Makan, yuk! Bakso atau mie ayam enak kayaknya!" celetuk Bian. 

"Mana ada yang jual, Biannn! Kita di tengah-tengah kemacetan!" omel Nina. 

"Iya. Elo sih! Dikasih tau ngeyel. Kasihan nih, Rere kelaperan sampe ngantuk-ngantuk." Lia menoleh ke Rere yang sudah menyandarkan kepala ke belakang. 

"Nggak laper, kok, Kak. Cuma ngantuk aja, semalem drakoran lagi." Sambil berkata itu, Rere senyam senyum. 

"Anak sekarang, ya, drakoran terosss ...!" sambar Bian lagi. 

"Sirik!" Lia memukul bahu kanan Bian dari belakang. 

"Tidur aja, nanti aku bangunin kalau udah sampai kampus atau tempat makan." Zano menoleh ke Rere yang menggelengkan kepala. 

"Nggak, ah. Malu. Nanti Kakak-kakak isengin aku. Tau-tau muncul foto aku lagi nganga tidur." 

Bian menoleh ke belakang menatap Rere. "Emang kamu nganga kalau tidur! Cewek cantik ternyata punya sisi buruk rupa juga, ya," kelakar Bian terbahak-bahak. Nina mencubit lengan Bian saking gemas dan kesalnya. 

"Ya namanya manusia, Kak. Nggak ada yang selalu kelihatan sempurna, pasti ada telah jelek yang akan muncul. Ngapain diumpetin, apa adanya aja." Rere menyamankan duduknya lagi. Zano merasa tersindir dengan kalimat Rere. Ara, dia perempuan yang selalu mau terlihat baik, cantik, dan indah. Bahkan Zano belum tau sisi buruk Ara selama mengenalnya. Lain dengan Rere yang terang-terangan bilang jika ia tidur takut membuka mulut. Tidak ada jaim-jaimnya dari perempuan. 

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang