Love, Zano

1.3K 149 16
                                    

👩‍🎓👨‍🎓

Lorong rumah sakit terdengar berisik karena langkah kaki banyak orang berlari mendekat ke ruang operasi satu. Rere duduk dengan kepala tertunduk. Sejak tiba tangisnya tak berhenti walau sejenak.

"Rere," teriak Zena. Rere mendongak, ia berdiri dengan terhuyung lantas segera dibawa ke dalam pelukan Zena. Keduanya menangis histeris, bahkan Letta saat dijelaskan Pak Iman hanya bisa jatuh lemas yang langsung ditangkap Dipa. Letta menjerit sekencang-kencangnya, tangisnya pecah disusul semua orang yang berdiri di depan ruangan itu. Baru pertama seumur hidupnya Dipa menangis untuk sang anak.

Letta pingsan, segera Dipa bopong lalu membawanya ke ruangan yang ditunjuk perawat. Letta diperiksa denyut nadinya bahkan selang oksigen terpasang di hidungnya. Dipa menangis, menggenggam tangan Letta yang dingin juga wajahnya pucat. Zaverio menemani, ia berdoa supata ibunya tidak kenapa-kenapa.

Semua menjadi khawatir, apalagi saat operasi sudah dua jam tapi belum juga keluarga mendapat kabar. Polisi segera datang, Dipa yang sudah cukup tenang ikut mendengarkan penjelasan para saksi termasuk Rere. Tubuh Rere gemetar karena syok, Zena merangkul dengan begitu erat guna memberi kekuatan untuk Rere.

"Brian, kirim pengacara keluarga. Gue mau semua dapat hukuman. Fajar ataupun Ara. Seberat-beratnya! Sampai terjadi hal buruk ke anak gue. Gue habisin sampai keluarganya harus rasakan penderitaan gue!" geram Dipa saat Brian sudah datang. Brian sendiri hanya bisa menuruti kemauan Dipa, ia mengerti apalagi soal anak. Setiap orang tua pasti akan murka jika anak mereka mendapatkan hal buruk.

"Re, minum dulu. Badan kamu menggigil," lirih Zena. Rere hanya diam saja. Putri dan Agas datang, segera menghampiri Rere lantas memeluknya. Rere kembali menangis dalam pelukan dua sahabatnya.

"Gue nggak mau kehilangan Kak Zano, gue nggak mauuu!" teriak Rere. Pak Iman mendekat, ia membujuk Rere untuk tenang dan meminum susu hangat yang dibelikan Zena.

"Kak Rere." Zaver menghampiri. "Mas Zano super hero, dia pasti kuat." Zaver menghapus air mata Rere yang mendongak menatapnya. "Mas Zano nggak lemah. Percaya Zaver, Kak," sambungnya. Rere terisak lagi, Zaver memeluk erat Rere yang begitu mendapat support dari semua orang di sana.

Masih lanjut operasinya, empat jam sudah. Zena duduk di samping Rere, ia berikan buku harian Zano dengan sampul warna biru tua. "Punya Mas Zano. Aku belum baca sama sekali. Isinya tentang kamu semua. Kuat ya, Re. Kakakku pasti kuat kalau calon istrinya juga sama." Zena beranjak, pindah duduk ke sebelah Dipa yang masih khawatir. Zaverio menemani Letta yang masih belum sadar juga.

"Pa ... Mas Zano pasti kuat, Papa tenang, ya." Zena menyandarkan kepala di bahu kanan Dipa yang mengangguk.

Dengan tangan gemetar, Rere membuka buku harian Zano. Halaman pertama, tulisan nama Rere juga foto saat Rere baru pertama ikut ospek. Foto itu diambil Zano dari tim dokumentasi. Halaman lompat jauh, Zano mulai menulis. Tanggal sembilan agustus, hampir empat tahun lalu.

Gue nggak pernah tau kenapa anak pecicilan dan berisik itu bisa terus keingat. Padahal sama aja kayak anak maba lainnya, biasa aja nggak ada yang spesial.

Ganti halaman lagi, kini mulai ada foto Rere saat rapat di klub peduli sesama. Tak ada curhatan apapun, hanya kalimat di bawah foto yang Zano tulis.

Rere ... calon terakdretasi A buat mimpin klub? Seratus persen gue yakin sama si bungsu gemesin ini.

Rere tertawa pelan. Ia kembali mencari halaman yang terisi tulisan tangan Zano. Tak seperti Rere yang buku hariannya penuh cerita tentang Zano, ini lompat-lompat, namanya juga cowok.

Halaman dengan gambar hati yang terbelah.

Gue putus sama Ara. Demi Papa yang nggak setuju gue sama dia. Entah kenapa, walau sedih dan sakit hati ini, kenapa rasanya nggak sesak? Apa gue cuma kasihan sama Ara? Bukan sayang atau cinta? Gara-gara siapa sih, nih? Siapa lagi ... Rere. Pasti si bungsu!

Love Zano (Lanjutan dari Single Father) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang