❐⛓21. Matahari Hati (1)

388 76 4
                                    

"Jadi kau orang yang selama ini aku cari?"

Sena memelototkan mata, ketika Stefan baru menyadari penyamarannya. Tanpa basa basi, Sena mencoba melepaskan diri. Dia memperingati Stefan, "Rakyatmu saat ini sedang sakit, dan membutuhkan obat. Lepaskan aku, aku ingin memastikan keselamatan Jayden dulu."

Stefan tak melepaskan pegangannya pada Sena, dia malah semakin menggenggam erat tubuh Sena. Mau tak mau, Sena mengeluarkan sinar matahari, lalu membuat tangan Stefan kepanasan. Hingga akhirnya Stefan melepas pegangannya.

Sena berusaha berdiri dari tubuh Stefan. Namun, gerakannya terhenti ketika merasakan tangan seorang pemuda sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya, kemudian menyembunyikannya di belakang punggungnya. Sena tersenyum, lalu memanggil, "Jayden!"

Beberapa bagian tubuh Jayden dilapisi lumpur, tetapi Sena masih bisa mengenali bentuk tubuh, sekaligus suara Jayden. Jayden memberitahu, "Maafkan aku Sena, karena sudah membuatmu menunggu lama. Aku baru saja mencari di bagian barat gunung ini, tapi ternyata tak ada bunga matahari kristal yang aku temukan."

"Setelah itu, aku mencoba untuk mencarinya di puncak timur, tetapi aku malah terjatuh dan tak sadarkan diri," jelas Jayden.

Sena menurunkan sudut bibirnya. "Kau sudah berusaha, tak perlu meminta maaf segala. Kali ini, kita bisa mencari bersama-sama. Aku sudah pulih, dan pasti akan membantumu."

Jayden tersenyum, sembari mengusap helaian rambut Sena yang terkena tanah. "Kau sudah banyak aku repotkan, karena ikut membantuku. Lihat penampilanmu sekarang. Nona penyihir kesayangan para penyihir, kini tampil dengan lumpur seperti ini. Aku pasti akan dimarahi oleh para penyihir."

Sena menundukkan kepala. Dia baru sadar, jika tubuhnya juga ikut terkena lumpur. Beruntung, saat tubuhnya terjatuh, tak ada satu pun bagian tubuh yang terluka. Sena menggelengkan kepala, dan berkata, "Tidak masalah, lagi pula aku masih bisa mandi setelah menemukan bunga penawarnya."

Jayden tersenyum, dan memegangi erat tangan Sena. Dia kemudian melirik tajam, ke arah Stefan yang saat ini tengah mengurut keningnya ssendiri. Pemuda itu menemukan orang yang sudah menolongnya, tetapi bukannya lega, Stefan malah merasa bingung.

Stefan berkata, "Aku tak mengerti dengan isi pikiranmu saat ini, Jayden. Kau menghianati kerajaan, lalu berada dipihak para penyihir. Apa untungnya untukmu, melakukan semua ini?"

Jayden tersenyum lebar, sembari memegangi tangan Sena. Dia tiba-tiba mengangkat punggung Sena ke depan wajahnya, lalu menciumnya, sampai Sena merasakan wajahnya memanas.

Entah karena malu, atau marah. Namun, yang pasti jantungnya tak bisa berdetak normal, ketika Jayden berucap, "Untungnya? Kau lihat saja sekarang, aku bisa berada dekat dengan pujaan hatiku, sekaligus mendapatkan banyak dukungan penyihir."

Stefan membalas, "Kau memang mendapatkannya, tapi hal ini akan membuatmu tak akan pernah bisa mendapatkan berkah dari Selena."

Jayden membalas, "Rupanya sampai sekarang, matamu masih buta juga. Terserah, kau ingin berpikiran apa pun juga, tapi jangan mengusik Sena. Dia tak melakukan kesalahan apa pun, dan aku akan membuktikan dirinya tidak bersalah."

Ucapan Jayden membuat Sena tak henti-hentinya tersipu. Padahal, Sean berusaha keras untuk bersikap seperti dirinya sendiri. Namun, perasaan gadis Sena melekat ke hatinya. Sampai akhirnya, Sean tak bisa menghentikan wajah memerah Sena ketika Jayden membelanya. "Kenapa aku harus tersipu segala? Berhenti malu-malu seperti seorang gadis yang baru saja jatuh hati," peringat Sena pada jantungnya sendiri.

Akhirnya Jayden menarik dan membawa Sena untuk meneruskan perjalanan mereka. Jika tadi Sena dikejar Stefan, dan dia kesulitan melewati jalanan licin. Maka sekarang, Jayden berdiri di belakangnya, sembari menahan tubuh Sena untuk tidak terjatuh.

Perlu beberapa waktu, bagi Jayden dan Sena naik ke gunung. Begitu pula dengan Stefan yang memutuskan naik ke gunung tanpa mempedulikan kehadiran Jayden dan Sena. Sepanjang perjalanan, Jayden dan Sena bercanda ria, sementara Stefan hanya bisa melewati jalanan yang juram, dengan pertanyaan-pertanyaan yang tertahan di otaknya.

Setelah sampai di dataran gunung yang cukup luas, akhirnya Jayden memutuskan untuk mengajak Sena beristirahat. Dia menatap sebuah sumber air kecil, kemudian berkata kepada Sena. "Sena, aku akan menyiapkan makan siang untukmu, kau bisa membersihkan diri di sungai terlebih dahulu," tawar Jayden.

Sena menatap Jayden dari atas ke bawah. Setelah itu dia memberitahu, "Penampilanmu lebih kotor dariku. Lebih baik kau yang membersihkan diri lebih dulu, biar aku yang menyiapkan makanan."

Jayden berkata, "Sudah kubilang, kau kesayangan para penyihir. Mereka menitipkanku padamu. Jadi---"

Sena membalas, "Nanti juga aku turun, dan bajuku kembali kotor. Lebih baik, kau mandi dulu saja."

"Gadis lebih dulu," kata Jayden.

Sena mendengkus. "Tapi aku bukan gadis," batin Sena.

Sena kemudian mengajak, "Lebih baik kita mandi bersama saja."

Perkataan Sena membuat Jayden langsung mematung. Begitu pula dengan Stefan yang tengah memakan buah apel. Pemuda itu langsung terbatuk beberapa kali, sampai Sena sadar jika tubuhnya masih tubuh seorang gadis.

"Ah, aku lupa Sena siapa. Jika seorang gadis mengajak pemuda mandi bersama, sudah pasti aku akan dilabeli gadis tak benar," kata Sena.

Sena langsung menggelengkan kepala. Dia membenarkan ucapannya, "Begini saja, kau bisa mencuci tangan dan wajahmu, sementara aku akan mempersiapkan diri untuk mandi. Ya, itu yang kumaksud."

Jayden tertawa, kemudian menganggukkan kepala. Dia mengajak Sena pergi ke sumber air, kemudian berkata, "Kau bisa mengajakku mandi bersama, ketika kita sudah menikah. Mengerti?"

Wajah Sena memerah karena salah bicara. Dia pura-pura menganggukkan kepala, kemudian sama-sama membersihkan wajah bersama Jayden. Keduanya tertawa riang, saling membersihkan wajah satu sama lain, atau bahkan saling mencipratkan air yang ada di sumber air.

Di bawah terangnya sinar matahari, rambut basah Sena terkena pantulannya. Senyuman di wajah Sena menghiasi pemandangan alam di sumber mata air. Tetesan air yang menetes dari rambut ke bahu, membentuk sebuh kristal air bening dengan cahaya yang menyilaukan mata.

Tanpa sadar, jantung Stefan berdetak semakin kencang. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, akan tetapi matanya tertuju kembali kepada gadis bermata rubah itu. Setelah memperhatikan Sena akhir-akhir ini, Stefan baru sadar jika Sena yang sekarang, berbeda jauh dengan Sena yang dulu.

"Kenapa bisa seperti ini?" gumam Stefan tak mengerti.

"Kenapa bisa seperti ini?" gumam Stefan tak mengerti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TEMPTED BY SUN WITCH [SUNGSUN JAYNO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang