Jayden menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Dia menyangga salah satu pipinya ke meja, kemudian bertanya, "Mau apa kau ke sini?"
Stefan tak membalas ucapan Jayden, pangeran itu lebih tertarik untuk melihat ke arah Sena. Setelahnya, dia menyipitkan mata, kemudian berkata, "Kau kemarin membawa pulang jubah kerajaanku. Aku minta, kembalikan jubah itu padaku."
Sena terdiam, dengan mata rubah menyipit ke arah Stefan. Dia melingkarkan tangannya di depan dada, kemudian berkata, "Kau sudah memberikan jubah itu padaku, kenapa harus dipinta lagi? Bukannya Pangeran itu kaya? Punya banyak jubah? Seharusnya kehilangan satu saja itu tidak masalah bagimu."
Ucapan Sena yang tiba-tiba berubah menjadi ketus, membuat Stefan berdecih. Pangeran itu mendekatkan wajahnya, sampai Sena mendorong kepalanya ke belakang. Setelah itu, Stefan memberitahu, "Aku tidak sudi, kau memiliki satu barangku sedikit pun."
Ucapan Stefan membuat Sena berdecak, sembari tertawa miris. Di dalam diri Sena, Sean semakin tak menyangka, kenapa Sena yang dulu sangat mencintai pangeran di depannya ini?
Langsung saja, Sena melirik ke depan dan mendengkus kesal. "Jubah jelek saja terus dipertanyakan. Baik! Aku akan menyerahkannya padamu, nanti!"
Tanpa mengatakan apa pun, Stefan langsung berbalik ke tempat duduknya lagi. Dia meninggalkan Sena yang mengernyitkan kening, sembari tersenyum kecut. Sena berdecak beberapa kali, kemudian berkata, "Ck, Batu es itu benar-benar sombong. Bagaimana caraku bisa berteman dengannya? Apa tak ada cara lain selain menggunakan cara jahat?"
Sena melirik ke telapak tangannya. Dia masih belum menguasai semua sihir yang Sena asli milikki. Selain itu, Sena juga tak tega hati menggunakan sihirnya untuk melukai orang lain. Yang bisa Sena lakukan sekarang, hanyalah menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia menaruh wajahnya di meja. Tanpa sadar, jika Jayden mengamatinya sepanjang waktu.
Bahkan, Sena tak mendengar, saat Jayden berkata, "Pangeran es itu memang tak tahu diri. Dia benci dibuntuti Sena, tapi tak suka jika Sena berdekatan dengan orang lain."
•••
Pelajaran pengenalan lingkungan politik kerajaan. Dua jam penuh, otak Sena dijejali oleh informasi baru tentang kerajaan ini. Sejujurnya, Sean di dunia nyata adalah orang yang malas belajar, dia hanya suka pelajaran seni, apalagi bernyanyi. Namun, karena dirinya berada di tokoh Sena, tiba-tiba saja otaknya tertarik untuk mendengar penjelasan guru.
Tanpa menulis, dan hanya mendengarkan sekali, Sena sudah memahami semua perkataan gurunya. Semua kemampuan yang dimiliki Sena lama-lama membuat Sean terpukau. Dia sedikit demi sedikit mulai beradaptasi, dan mengenal diri Sena lebih baik lagi.
"Nona Sena memang hebat," puji salah satu penyihir.
Setelah menyelesaikan pelajaran di hari pertama, Sena keluar kelas dan kembali dikawal dua orang penyihir. Saat kakinya keluar dari kelas, tak ada satu pun orang yang berani menghalangi jalan para penyihir. Mereka semua berpura-pura melihat ke arah lain, sembari melangkah menjauhi jalan untuk Sena.
"Nona Sena, bagaimana pelajaran Anda hari ini, apa ada orang yang membuat Anda kesal?" tanya penyihir di samping Sena.
Suasana hati Sena sedang baik, tapi dia tak mempunyai niat untuk membalas pertanyaan sang penyihir. Apalagi setelah Sena melihat Selena dan Stefan sedang duduk di taman. Tepat di sana, terdapat seekor kucing di pangkuan Selena. Kaki kucing itu terluka, dan Selena sibuk mengobati kaki kucingnya. Sementara Stefan sendiri hanya diam mengamati Selena. Sesekali, pemuda itu membantu Selena untuk mengobati anak kucing.
Angin berembus menerbangkan helaian daun kering. Tepat di depan mata Sena sendiri, Stefan tersenyum manis. Arah pandang matanya hanya tertuju pada Selena yang sibuk mengobati si kucing. Sementara Selena sendiri tertawa kecil, ketika si kucing mencakar obat yang sedang dipegangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMPTED BY SUN WITCH [SUNGSUN JAYNO]
Fiksi PenggemarSean, seorang pemuda bermulut julid tak pernah sedikit pun tunduk pada pembuli. Namun, karena sikap teguh Sean dalam mempertahankan haknya, sekelompok pembuli sengaja mendorong Sean dari rooftop atas sekolah. Sean pikir ini adalah akhir hidupnya, ak...