🌺🌺🌺
Sukanya mengibas sekitar wajah dan leher karena panas matahari yang terik kala itu. Sekalipun hari masih dihitung pagi, tetapi rasa-rasanya sinar rawi yang menyengat layaknya di atas kepala. Ia menghela napas panjang lalu mengusap kening yang berkeringat dengan tapih sebagai penutup kepala. Istri Pulungwangi itu kemudian meletakkan nyiru di atas tatanan bambu yang dibangun sedemikian rupa untuk keperluan rumah tangga. Tangan Sukanya dengan cekatan memilah sekilas bunga-bungaan dan dedaunan yang bercampur dalam nyiru, memisahkan bagian-bagian yang rusak agar campuran bunga dan daun itu akan sedap untuk diseduh. Di sebelah nyiru itu pun terdapat nyiru lainnya berisi hal yang sama.
"Anakmas, kau terlihat sangat kepayahan. Beristirahatlah sebentar."
Suara Rum sebenarnya agak mengejutkan Sukanya karena dirinya tidak menyadari kehadiran si emban sebelumnya. Ia pun menoleh kepada Rum yang mengambil salah satu nyiru dengan bunga dan daun yang telah kering.
"Ini yang terakhir, Rum. Setelah ini aku akan beristirahat. Apakah kau sudah selesai dengan keperluan di pekan?" tanya Sukanya.
"Aku baru saja pulang, Anakmas. Marilah kita ke dalam," ajak Rum dan Sukanya pun tidak keberatan untuk menurut. Dengan langkah pelan namun pasti ia mengikuti Rum yang menuntunnya ke teras di halaman samping yang berdekatan dengan dapur. Rum memintanya duduk di sana dan menunggunya. Sejenak kemudian, si emban kembali.
"Aku meminta salah seorang panjak untuk mengambil satu atau dua butir kelapa muda untukmu," ucap Rum.
Sukanya tersenyum lebar mendengar itu. Tentu saja di cuaca yang panas seperti ini, air kelapa muda adalah obat paling mujarab terlebih sepertinya jabang bayi dalam perutnya membutuhkan sesuatu yang menyegarkan.
"Terima kasih, Bi. Tetapi, apakah Bibi tidak membantu Bi Truh di dapur?"
Pertanyaan Sukanya ditanggapi kesenyapan sekilas oleh Rum sebelum akhirnya ia menjawab,
"Sebelum membantu Bi Truh, aku mempunyai sesuatu untuk kusampaikan kepadamu, Anakmas.""Hal apakah, Bi?" Benak Sukanya sedikit berdebar mendengar pernyataan dari Rum. Embannya itu lebih sering menampakkan gelagat santai dan sering bercanda, sehingga melihat raut wajahnya yang menampakkan kesungguhan membuatnya berpikir bahwa hal yang akan disampaikan begitu penting.
Rum menoleh ke sekitar, seolah-olah ingin memastikan bahwa tiada orang selain mereka di tempat tersebut. Setelah memastikan semuanya aman, ia berkata lagi.
"Saat aku pergi ke pekan tadi, aku bertemu dengan Nyi Rambi. Ah, tidak..., maksudku, Nyi Rambi sengaja mendatangiku untuk menanyakan keberadaanmu, seperti yang sudah-sudah."Alis Sukanya bertaut. Telah ia ketahui bahwa gelagat istri kedua Ki Tejalingga begitu tidak biasa untuknya dan ia tidak berkenan akan hal itu. Dan mendengar pernyataan Rum tadi membuatnya sangat heran.
"Sebenarnya, selama kau tidak lagi pergi ke pekan bersamaku, Nyi Rambi selalu menanyakanmu. Anakmas telah mengetahui hal itu, tetapi untuk saat ini, aku merasa sikap istri Ki Tejalingga itu tidaklah pantas dan mencurigakan. Aku takut...."
"Takut apa, Bi? Apa yang Bibi takutkan?" sela Sukanya. Ia tentu saja penasaran dengan apa yang embannya itu pikirkan.
Rum pun berkata,
"Aku khawatir jika Nyi Rambi akan melakukan hal yang tidak-tidak kepadamu. Kau tahu, perempuan yang sedang hamil sangatlah rawan untuk mamedi. Aku takut jika ia akan menggunakan ilmu hitam kepada jabang bayi ini untuk obat awet muda atau agar ia cepat hamil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Kinasih (SELESAI)
Historical FictionJodoh Taramanik sebagai putri seorang juru gusali telah diatur sedemikian rupa oleh sang orang tua. Namun bagaimana jadinya apabila dara jelita itu malah jatuh hati ke yang lain? Seiring rasa yang terus tumbuh, Taramanik menyadari itu adalah sebuah...