🌺🌺🌺
Taramanik menyingkap ranting-ranting melengkung yang menghadang pandangan. Jalan setapak yang dilalui membuat kudanya tak bisa melaju lebih cepat sehingga sesekali ia harus menyisihkan ranting rapuh yang menyangkut di rambutnya. Kadangkala juga ia memeriksa sang kakak yang berada sedikit jauh di depan. Saudaranya itu masih berusaha membuka jalan menggunakan pedang.
"Paman, apakah rumah kawan Paman itu masih jauh?" tanya Pulungwangi kepada Pu Dapa yang memimpin.
"Sebentar lagi kita sampai." Yang ditanya menjawab dengan santai.
Pulungwangi tidak bertanya lagi, tetapi telah tampak pada wajahnya yang menyiratkan sangsi. Jalan yang mereka lalui dari awal perjalanan makin menyempit, seolah-olah itu bukanlah jalan yang harusnya dilewati. Namun, masihlah ia mempercayai sang paman yang terlihat tenang di depan sana.
Sebenarnya perjalanan mereka bisa lebih cepat sampai ke Gunung Pawitra, tetapi tiba-tiba saja Pu Dapa meminta untuk singgah ke kediaman salah seorang kawan. Berkat penuturan sang paman, akhirnya para pemuda lainnya menurut saja. Lagi pula sang paman hanya sebentar, sekadar menyerahkan titipan, begitulah tadi pernyataan Pu Dapa.
Walau demikian, Pulungwangi memang merasa perjalanan mereka akan terhambat. Telah tiga kali ia menanyakan perihal letak kediaman kawan sang paman, tetapi jawabannya masihlah sama. Padahal jika melihat ke belakang yang tampak hanyalah rerimbunan semak belukar dengan barisan pohon yang menjulang. Jarak pandang juga makin terbatas sebab sinar rawi tidak bisa bebas masuk seolah-olah mereka menuju tengah hutan.
Pulungwangi tentu paham jalur menuju Gunung Pawitra, hanya saja ia memang belum pernah mengambil jalur barat. Karena selain harus memutar arah lebih jauh, kawasan barat masihlah rawan akan kejahatan. Hutan-hutan di sana kebanyakan masih perawan, jalurnya pun hanya digunakan sebagai pintasan. Permukiman juga sepertinya mustahil ditemukan di sekitaran sana. Akan tetapi, lagi-lagi ia mempercayakan semua kepada sang paman yang dipikirnya lebih berpengalaman dalam hal ini. Menyadari telah larut dalam prasangka yang belum pasti, Pulungwangi segera mengenyahkannya. Ia tengok sekilas sang adik yang sibuk dengan ranting-ranting.
"Kau tidak apa-apa, Rayi?" tanyanya dengan sedikit menyeru.
Taramanik mengangguk. "Ya, aku tidak apa-apa, Kakang."
Setelahnya, Pulungwangi kembali mengamati keadaan di depan. Sementara itu, yang berada di urutan paling belakang yakni Respati, hanya diam saja. Entah apa yang dipikirkan, tetapi tangan kirinya telah bersiaga di sekitar pinggang. Ibu jari dan telunjuknya menyentuh hulu senjata andalan berupa keris, sedangkan tangan lainnya tetap mengendalikan tunggangan. Sikapnya pun berubah menjadi siaga. Memang, saat menyadari jika jalan yang dilalui makin menyempit dan liar, pemuda itu telah menyiagakan diri. Entah hanya naluri bertahan atau memang benar adanya, ia merasa ada sesuatu yang sedang mengawasi.
Beberapa kali ia mengamati sekeliling yang hening, bahkan tidak terdengar kicau burung sekalipun. Akan tetapi, suara kemerisik yang didengarnya itu memang muncul dari gesekan tunggangan-tunggangan mereka sendiri. Sempat ia mengawasi gerak-gerik sang kawan seperguruan, tetapi sepertinya yang dituju masih sibuk dengan usahanya membuka jalan. Bersuara untuk memanggil pun rasanya hanya akan mengganggu, sebab jarak mereka yang cukup jauh, ditambah adanya Taramanik sebagai pemisah.
"Hati-hati, Rayi, ada pohon tumbang!" seru Pulungwangi, meneruskan peringatan dari sang paman sebelumnya. Kudanya dengan tangkas melompati pohon tersebut.
Taramanik pun bersiap mengatur kudanya sampai sesuatu membuat hewan tunggangan itu meringkik. Kedua kaki depannya diangkat tinggi-tinggi hingga menyebabkan Taramanik kehilangan keseimbangan. Seketika gadis itu memekik sebelum terjatuh dari si kuda sebab terkejut akan perilaku tunggangannya. Belum sempat menyadari apa yang terjadi, Taramanik merasa tubuhnya ditarik. Ketika telah mampu mencerna keadaan, barulah ia mengetahui siapa yang telah menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Kinasih (SELESAI)
Fiksi SejarahJodoh Taramanik sebagai putri seorang juru gusali telah diatur sedemikian rupa oleh sang orang tua. Namun bagaimana jadinya apabila dara jelita itu malah jatuh hati ke yang lain? Seiring rasa yang terus tumbuh, Taramanik menyadari itu adalah sebuah...