Telungpuluh Rwa

14 3 0
                                    


🌺🌺🌺

Sukanya menarik paser yang disimpan pada pinggang begitu melihat laki-laki di depan sana mendekat. Kemudian dilemparkan senjatanya ke arah lawan yang mengenai sasaran. Seketika itu terdengar pula pekik keras dari empunya.

Paser itu sebenarnya memang mengenai si laki-laki, tetapi pada bagian bahunya saja. Rupanya serangan Sukanya meleset dan hal tersebut menimbulkan ketegangan di benaknya.

Si laki-laki mengumpat. Matanya melotot ke arah sosok perempuan yang masih terduduk di hadapannya. Dengan amarah, ia pun melebarkan langkah seraya menyiapkan serangan balasan. Ketika pedang itu tinggal menyabet sasaran yang terkesan pasrah, denting keras terdengar.

Si laki-laki terkejut mendapati Sukanya menangkis pedangnya dengan sebuah keris, tepat sebelum senjata itu menyentuh kulit leher. Bahkan si laki-laki yang belum selesai dengan keterkejutannya kembali menerima serangan lanjutan. Sentakan keras diterimanya dari Sukanya lalu perempuan itu memutar tubuh dengan cepat. Kakinya kemudian menjegal lawan hingga ambruk, menimbulkan gaduh di tengah malam yang sunyi.

Umpatan dan sumpah serapah terdengar dari mulut si laki-laki. Setelahnya dengan tergesa-gesa ia berusaha bangkit. Tetapi kemudian yang diterimanya adalah tendangan keras di bagian leher. Si laki-laki terbatuk-batuk karena aliran pernapasannya sempat terganggu. Belum juga sempat menjalankan niat untuk bangkit, tiba-tiba saja kepalanya dihantam sesuatu yang keras.

Nyeri luar biasa dirasakan si laki-laki sehingga ia berteriak kesakitan. Lalu setelahnya kepalanya terasa berat. Sosok perempuan yang menyerangnya tadi lambat laun berubah menjadi bayang-bayang hitam hingga laki-laki itu kembali ambruk.

"Ibu!"
Sukanya menyeru tatkala melihat Hyuning berdiri gemetaran di samping tubuh si laki-laki utusan. Rupanya ialah yang menghantam kepala si laki-laki dengan satu guci besar.

"Ibu!"
Seruan dari Sukanya yang berikutnya akhirnya menyadarkan Hyuning. Perempuan paruh baya itu memaksa otaknya untuk bekerja cepat. Memanglah ia tidak pernah melukai orang sebelum ini, apalagi terlibat pertentangan secara langsung. Dan hal yang baru saja ia lakukan tentu saja membuatnya kaget. Dirinya kala itu sebenarnya tidak berada dalam bilik, melainkan bersembunyi di balik guci besar yang tertutup tirai. Sedari awal ia mengamati gerak-gerik si laki-laki dan Sukanya. Karena merasa sang menantu kesusahan, tanpa berpikir panjang lagi ia mengangkat guci di dekatnya. Kejadian itu adalah hal terberani yang pernah ia lakukan.
Ia pun tergopoh-gopoh menghampiri sang menantu yang merintih seraya memegangi perut.

"Sang Hyang! Air ketubannya sudah pecah!" pekiknya, "kau akan melahirkan, Anakku!"

Sukanya yang mendengarnya menjadi kesulitan berpikir saat ini karena sakit luar biasa yang diderita. Belum lagi keadaan kacau yang dialami.

"Marilah Sukanya, kita ke pembaringan!" perintah Hyuning yang terkesan memburu. Namun, sang menantu menggeleng lemah sambil mendesis.

"Sakit, Ibu... sudah tidak kuat!"

Hyuning semakin pias melihat Sukanya mulai mengejan. Ia tahu bahwa si jabang bayi sudah tidak bisa menunggu. Bersamaan dengan itu, derap kaki terdengar dari belakang. Rupanya Rum dan Bi Truh menyusul karena mendengar rintihan Sukanya. Wajah mereka silih berganti diterangi damar yang bergoyang-goyang, tetapi telah jelas raut kecemasan yang tergambar. Makin terkejut pula dua emban itu manakala terlihat seonggok tubuh yang tergeletak tidak berdaya. Namun belum sempat menanyakan apa yang terjadi, suara Hyuning segera terdengar.

"Rum, panggil Nyi Wan! Cepat!"

Rum yang harus mencerna segalanya dengan cepat mengangguk-angguk lalu berlari keluar rumah. Pontang-panting emban itu dibuatnya sampai-sampai hampir salah arah. Sementara itu, Bi Truh segera mengambil kain untuk alas kemudian dengan sedikit tertatih-tatih menuju dapur untuk merebus air dan menyiapkan segala kebutuhan untuk persalinan.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang