Sangalikur

17 3 0
                                    

🌺🌺🌺

"Bagaimana, Wangi? Di mana Wirya?" tanya Wangun setelah beberapa saat meninggalkan Windu.

"Dia meminta saya meninggalkannya dan pergi bergabung dengan Uwa." Pulungwangi menjawab.

"Apakah tidak apa-apa membiarkanmya mengemban tugas sendirian?" gumam Wangun.

"Wirya pandai dalam hal menyamar tapi dia juga ahli menguntit seseorang. Uwa jangan khawatir. Besok pagi kita akan mendapatkan kabar darinya." Kali ini Prabalarung yang menyahut.

"Ya, semoga saja ada kabar baik."

Demikian mereka kembali ke kediaman Ki Panarikan seraya berharap akan ada kabar baik yang dibawa Wiryarama esok.

Sebenarnya pada kesempatan yang lalu, Wangun merasa telah menyia-nyiakan waktu karena Windu dan dua kawannya tiada kunjung menampakkan pergerakan. Ia merasa harus melakukan sesuatu agar mereka keluar. Maka, ia meminta Pulungwangi meninggalkan kedai untuk mengabarkan hal tersebut kepada sang kakak.

Memang pada awalnya ia menunggu Pulungwangi untuk kembali, tetapi karena pergerakan Windu ternyata lebih cepat, ia pun memutuskan untuk mengikuti laki-laki muda itu sendirian. Tak dinyana, rupanya Prabalarung dan lainnya telah menyiapkan rencana lain. Wangun tentu saja bingung pada awalnya, tetapi setelah Pulungwangi menjelaskan kepadanya patutlah ia berbangga hati kepada para pemuda tersebut. Ternyata mereka mampu menyiapkan rencana yang baik, pikir sahabat Pu Banar itu.

Pada kesempatan itu, Prabalarung bertugas mengulur waktu dengan sang uwa sedangkan Wiryarama dan Pulungwangi mengikuti dua kawan Windu. Akan tetapi, saat itu Wiryarama meminta Pulungwangi kembali untuk memberikan keterangan kepada Wangun dan kakaknya. Pulungwangi pun mengikuti saran tersebut lalu menyusullah ia ke tempat Wangun berada.

Demikian Wangun dan dua putra Pu Banar menunggu kabar dari Wiryarama. Semalaman itu mereka enggan beristirahat bahkan untuk sekadar terpejam barang sejenak. Namun hingga pagi menjelang, kawan yang ditunggu belum juga datang dan hal itu menimbulkan kegelisahan.

"Kenapa lama sekali? Apa terjadi sesuatu?" Pulungwangi bergumam sendiri. Saat ini ia memang memisahkan diri dari Wangun dan sang kakak yang berada di balai depan. Anak tengah Pu Banar itu kemudian melanjutkan kegiatannya mengasah golok dan kapak yang biasa dipakai untuk membelah kayu, menyembelih, dan kegiatan lain. Di dekatnya terdapat pula beragam senjata lain yang sedang direndam maupun masih terkumpul di satu wadah.

Selama menginap di kediaman Ki Panarikan, pemuda itu memang sering dimintai tolong untuk mengurus alat-alat tajam atau senjata. Hal itu diawali ketika seorang emban sang juru tulis akan membuang sejumlah keris dan peralatan lain yang telah berkarat. Pulungwangi yang mengetahui hal tersebut pun menawarkan diri untuk memperbaikinya. Dan setelah mengetahui hasil kerja si pemuda yang memuaskan, Ki Panarikan pun serta-merta memberitakan hal tersebut kepada orang-orang. Mulai dari itu, warga sekitar memakai jasa Pulungwangi meski tidak bisa melayani semua karena keterbatasan alat, tenaga, dan waktu.

"Sugeng enjing*, Kakang Pulungwangi."
[Selamat pagi]

Sapaan dari suara lembut itu akhirnya mengalihkan perhatian Pulungwangi dari senjata yang sedang diamati. Senyum tipis terulas kala melihat sosok Kemala menghampiri.

"Sugeng enjing, Nyimas Kemala," balasnya.

"Sepertinya pekerjaan Kakang semakin menumpuk," kata Kemala.

"Ya, seperti yang Nyimas lihat. Oh, ada apakah Nyimas kemari? Apa ada sesuatu hal dari Ki Panarikan?" tanya Pulungwangi.

"Tidak, Kakang. Saya ke sini hanya untuk memberikan ini." Kemala menjawab seraya menata satu buah kelapa muda dan satu cawan yang dibawanya tadi.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang