Salikur

13 2 0
                                    

🌺🌺🌺

Bukan tanpa alasan Wangun dan rombongan kecilnya memilih singgah di sebuah desa. Adalah kebetulan saat melalui peken, mereka menemukan petunjuk. Pulungwangi melihat kuda yang mirip seperti yang pernah ditunggangi Respati manakala dalam perjalanan menuju Gunung Pawitra dulu. Dan setelah diteliti lagi rupanya memang benar bahwa hewan yang sedang diperjualbelikan itu adalah milik kawan seperguruannya.

Demikian akhirnya mereka mencoba mengorek keterangan dari si penjual kuda hingga memutuskan untuk bertahan di desa tersebut.

"Uwa," panggil Pulungwangi, yang membuat Wangun menoleh, "ini sudah hampir satu sasi sejak kita menunggu kelompok yang membawa kuda-kuda itu singgah ke desa ini. Bagaimana, jika ternyata mereka sudah berpindah?"

Wangun yang baru saja menyesap wedang menghela napas berat. Pandangannya tertunduk ke dua wajana yang menjadi pemisah antara dirinya dengan anak tengah Pu Banar tersebut.

"Bagaimana jika anak buah Ki Tejalingga lebih dulu menemukan Rayi Taramanik?" Pulungwangi menambahkan. Raut cemas begitu kentara di wajahnya.

"Kita sudah mendapatkan pengetahuan dari Anakmas Wiryarama, bahwa kelompok itu tidaklah membutuhkan kuda ataupun hewan ternak lain. Mereka menjualnya agar hewan-hewan seperti itu tidak menjadi beban karena alur perjalanan mereka yang menyulitkan hewan-hewan tersebut. Apalagi harga kuda yang bagus akan cukup tinggi untuk ditukar dengan kepeng, bahan makanan, ataupun sandang lainnya. Justru jika mereka mengumpulkan kuda-kuda, tandanya mereka akan berpindah ke tempat yang lebih jauh lagi," tutur Wangun.

"Tetapi, mereka tidak kunjung kembali ke desa ini. Saya khawatir, Uwa," ungkap Pulungwangi.

"Aku mengerti, Wangi. Tetapi untuk saat ini, kita lebih baik mempercayakannya kepada kakangmu. Mereka lebih paham tentang kelompok tersebut. Berharap saja agar ada kabar baik esok."

Akhirnya Pulungwangi hanya bisa menerima jawaban sang uwa. Meskipun dalam benaknya gelisah bukan main. Beberapa hari ini pikirannya tidak tenang. Mungkin saja perselisihannya dengan sang kakak turut mempengaruhi suasana, tetapi beberapa kali memimpikan sang garwa membuatnya kacau juga.
Ditambah adik satu-satunya belum jua ditemukan. Sekarang pun mereka harus menunggu Prabalarung dan Wiryarama kembali dari tugasnya.

Tentu saja anak tengah Pu Banar itu tidak mengungkapkan kegundahannya kepada siapa pun. Ia masih mencoba meredam rasa khawatir seorang diri.
Akan terkesan tidak jantan apabila ia sering mengeluh nantinya.

"Wangi, bolehkah aku menanyakan hal yang menjadi perselisihanmu dengan Larung?" tanya Wangun, serta merta menyadarkan kawan berbincangnya itu dari lamunan.

Sebenarnya Pulungwangi tahu jika sang uwa lambat laun akan menanyakan hal tersebut. Akan tetapi, rasanya ia tidak ingin membahas perseteruannya dengan sang kakak untuk saat ini.

"Uwa... sebenarnya itu... saya, ah... kami sepertinya hanya bersilang pendapat. Ini seperti kesalahpahaman biasa." Pulungwangi menjawab dengan gelisah dan gugup.

Mengetahui sikap Pulungwangi yang enggan sedemikian, membuat Wangun maklum. Lalu katanya,
"Aku berharap kalian bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik."

Pulungwangi tidak mampu membalas. Ia hanya bisa menyilakan sang uwa untuk pergi, sementara dirinya masih betah berada di teras bilik, menatap segala di hadapannya dengan pikiran yang bercabang.

🌺🌺🌺

"Bagaimana?"

Dadu menatap kepada Jenar yang menanyainya. Ia kemudian duduk di dekat Soga yang merebahkan diri lalu mengambil kendi untuk diteguk langsung.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang