Patangpuluh

10 3 0
                                    

🌺🌺🌺

Pulungwangi bangkit dari duduknya. Ia merenggangkan badan sejenak kemudian mengamati sekitar. Hutan cenderung sepi meski sesekali terdengar kicauan burung yang bersahutan.

"Kenapa Kakang Wirya belum memberikan aba-aba lagi, Uwa? Saya rasa, ini sudah siang," ujarnya setelah menilik secercah cahaya matahari dari rimbunnya pepohonan.

Wangun belum menjawab. Ia pun sesungguhnya menanyakan hal yang sama dengan apa yang diungkapkan Pulungwangi tersebut dalam benaknya. Mungkin saja Wiryarama dan Prabalarung sedang mengamati hal yang membutuhkan waktu lebih. Atau, mungkin saja ada sesuatu yang menyulitkan mereka di depan sana. Namun demikian, Wangun enggan gegabah dengan melakukan tindakan. Mereka sudah membuat kesepakatan, bahwa Wiryarama dan Prabalarung akan menjadi pemandu karena memang mereka lebih berpengalaman. Dan juga, sandi-sandi sederhana telah diberikan sehingga memudahkan dalam berhubungan jarak jauh. Apabila ada hal yang menjegal langkah, mereka pastilah memberikan sandi-sandi tersebut untuk meminta bantuan. Seperti halnya sandi lutung yang digunakan sebelumnya. Sandi itu dibunyikan menyerupai suara lutung yang berarti Wangun dan Pulungwangi aman untuk melanjutkan perjalanan.

"Kita tunggu sebentar lagi, Wangi. Jika siang telah terlewat, kita harus menyusul kakangmu," putus Wangun yang tentu saja disetujui oleh Pulungwangi.

Maka, mereka pun menghabiskan waktu dengan berbincang sebentar sebelum Pulungwangi memutuskan untuk berbaring sejenak guna mengusir rasa lelah yang mendera. Sementara Wangun memilih menenangkan diri dengan bertapa ringan di dekat anak tengah Pu Banar tersebut.

Setelah sekian waktu, terdengar suara burung jalak yang berkicau tiada henti. Baik Wangun maupun Pulungwangi segera membuka mata dan bersiaga. Mereka bersitatap seolah-olah berbicara dengan mata.

"Apakah itu sandi dari Kakang Wirya?" tanya Pulungwangi.

Wangun mengangguk mantap.
"Mereka menemukan sesuatu."

Tak berselang lama, kicauan jalak itu berubah menjadi suara lutung. Maka, Wangun dan Pulungwangi pun serta merta mempersiapkan diri guna melanjutkan langkah. Kali ini, ada rasa penasaran menyertai mereka sebab sandi yang diberikan Wiryarama tadi. Ketika telah puluhan tombak jarak yang ditempuh, gesekan dan kemerisik dari suatu arah membuat mereka terhenti. Karuan saja mereka bersiaga. Pulungwangi bahkan sudah mengeluarkan keris dari keranjang sampai sosok Wiryarama muncul dari semak belukar yang tinggi dan rimbun.

"Kakang Wirya!"

"Ki Wangun!"

Panggilan secara bersamaan itu membuat suasana tegang luruh. Wiryarama segera menghampiri Wangun untuk menyampaikan sesuatu.

"Ki, kami menemukan tempat persembunyian Weling Hireng," katanya.

"Benarkah yang kau katakan itu, Anakmas? Di mana tepatnya mereka bersembunyi?"

"Saya yakin, Uwa. Setelah memata-matai mereka di kedai kala itu, saya hapal rupa dan perawakan mereka. Saat ini mereka berkumpul di sebuah gua, di dasar jurang dangkal. Cukup dekat dari sini." Wiryarama menjelaskan.

"Aku rasa sebaiknya kita mengamati sejenak kelompok itu. Siapa tahu kita mendapatkan sesuatu. Yang penting kita harus berhati-hati dan tetap waspada." Wangun menyarankan.

Baik Wiryarama maupun Pulungwangi menyetujui usulan Wangun tersebut. Mereka kemudian menyusul Prabalarung yang telah berada pada pengintaiannya terhadap Weling Hireng. Dengan mengambil jalan pintas pada lereng, mereka mengamati sekelompok manusia yang sedang melakukan kegiatan di bawah sana. Banyaknya pohon dan ukurannya yang besar membuat empat telik sandi itu tersembunyi dengan baik.

Tidak ada percakapan selama pengintaian tersebut. Hanya sebentar saja kemudian Wangun dan lainnya memutuskan menyudahi kegiatannya. Mereka kemudian berkumpul pada suatu titik yang dirasa aman untuk berembug.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang