Limangpuluh

11 2 0
                                    

🌺🌺🌺

"Semoga perjalanan kalian selalu dilindungi dan diberikan hal-hal yang baik."

Begitulah harapan yang disampaikan Pu Banar manakala harus melepas Wangun, Wiryarama, dan Prabalarung kala itu. Beberapa hari setelah perayaan, mereka berencana melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Kadewaguruan Rsi Sayuta di Gunung Pawitra dan juga kediaman Ki Demang Sokaratu. Meskipun sempat mendapatkan hal tidak menyenangkan sebelumnya, tetapi niat itu tetap harus dilaksanakan. Namun kali ini, Pu Banar dan keluarganya telah merasa lebih tenang.

Hyuning kemudian menghampiri Respati yang bersiap dengan kudanya.

"Respati, sampaikan salamku kepada keluargamu. Dan maafku juga karena hanya bisa memberikan oleh-oleh ala kadarnya," katanya disertai keluhan.

"Ibu sudah memberikan banyak sekali tanda mata, jika saya menerima semuanya kuda saya akan mudah lelah nantinya," balas Respati.

"Tetapi itu pun rasanya belum cukup dibandingkan jasamu yang telah menjaga putriku selama peristiwa itu." Hyuning mencoba membujuk. Ia memang menyiapkan banyak sekali tanda mata untuk si pemuda sebagai bentuk terima kasih. Namun apa daya, Respati hanya bisa membawa semampunya karena tidak memakai kereta.

Respati menyadari ketidakhadiran Taramanik manakala Hyuning berkata demikian. Ia sebenarnya merasa bahwa setelah perayaan kemarin lusa, sikap bungsu Pu Banar berubah. Si gadis lebih jarang terlihat dan itu membuatnya sedikit resah. Namun pemuda itu pun tidak sempat berbincang kembali dengan Taramanik sehingga ia hanya bisa menebak-nebak sendiri.

"Bapa dan ibu saya sudah pasti sangat menyukai semua tanda mata ini nantinya, Ibu. Dan jika Sang Hyang berkehendak, mungkin suatu hari nanti kami bisa bertandang ke mari untuk mengambil tanda mata yang tertinggal." Respati membalas.

Hyuning tertawa seraya memukul pelan bahu si pemuda.
"Kau ini rupanya sama saja dengan Pulungwangi, pandai sekali menyenangkan hati. Baiklah jika demikian. Aku hanya berharap semoga Sang Hyang melindungimu hingga tiba di rumah. Jangan sungkan untuk singgah ke sini, Respati. Pintu kediamanku selalu terbuka untukmu," ujarnya.

"Saya pamit, Ibu." Respati kemudian meminta restu kepada Hyuning dan Pu Banar.

"Kau yakin tidak ingin bertandang ke kadewaguruan Rsi Sayuta, Anakmas Respati? Kita bisa berangkat bersama-sama," tawar Wangun ketika semuanya telah naik pada tunggangan masing-masing.

"Terima kasih tawarannya, Ki, tetapi saya merasa terlalu lama meninggalkan kediaman. Saya khawatir dengan bapa dan ibu saya. Mungkin lain waktu saya akan menyempatkan diri untuk ke sana." Respati menjawab.

Wangun pun memaklumi pilihan si pemuda. Kemudian tanpa membuang waktu lagi, mereka meninggalkan kediaman Pu Banar menuju tujuan masing-masing.

"Kenapa kau meninggalkan istrimu sendirian, Wangi?" tanya Hyuning ketika melihat Pulungwangi tak kunjung kembali ke biliknya dan malah turut melepas kepergian Wangun dan lainnya.

"Tenang saja, Ibu. Ada Rayi Taramanik yang menjaganya." Pulungwangi menjawab.

"Oh, akhir-akhir ini anak itu memang lebih sering bermain dengan keponakannya," tanggap Hyuning.

Mereka yang masih tinggal pun pada akhirnya kembali ke kediaman untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Sementara itu, Taramanik masih betah menimang si keponakan. Ia memandangi wajah si bayi yang tertidur pulas, begitu menggemaskan dan penuh kepolosan. Sesekali gadis itu mengelus pipi gembul si bayi.

"Letakkan saja dia di tilam, Rayi. Aku khawatir kau akan kelelahan. Sedari tadi kau terus menggendong bayi besar itu," bujuk Sukanya.

"Dia begitu menggemaskan, Kaka. Rasanya lelah pun tidak akan terasa. Aku tidak sabar melihatnya berjalan nanti."

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang