Patangpuluh Lima

12 3 0
                                    

🌺🌺🌺

Rombongan itu tiba di padukuhan terdekat menjelang malam. Kala itu, kedatangan mereka di kediaman Ki Panarikan telah disambut oleh Wangun dan Taramanik. Tentu saja mereka cemas mengetahui bahwa ada rekan yang terluka. Untuk itulah walen pilihan dipanggil guna menangani luka-luka yang diderita.

"Emban Ki Panarikan sudah menyiapkan obat yang diresepkan walen untuk kalian," ujar Wangun. Ia bersama pemuda lainnya kini berada di balai utama Ki Panarikan. Mereka perlu bertukar keterangan tentang apa saja yang telah terjadi dan yang harus dilakukan ke depannya.

"Bagaimana dengan lukamu, Wangi?" tanya Wangun.

"Ini tidak terlalu parah, Uwa. Dalam beberapa hari ke depan sudah akan sembuh," jawab Pulungwangi.

Taramanik memperhatikan sang kakak kedua. Ia kemudian mengamati satu per satu yang ada di sana. Memanglah tiada yang terluka parah selain kakaknya itu dan Sakanti, tetapi goresan dan sayatan tetaplah mereka terima sebagai akibat dari adu tanding. Meski demikian, masing-masing dari para pemuda itu telah mengobatinya sehingga tiada hal yang perlu dicemaskan lagi.

Setelah beberapa saat berembug, pada akhirnya Wangun dan lainnya memutuskan untuk segera beristirahat. Tenaga mereka telah habis terkuras hari ini. Kala itu, Taramanik baru selesai menjenguk Sakanti ketika dirinya melihat Respati duduk sendirian di serambi. Pemuda itu sesekali mengurut pergelangan. Maka, bungsu Pu Banar pun membelokkan tujuan ke arah si pemuda.

Respati menoleh manakala menyadari kehadiran seseorang yang menuruni undakan. Ia pun bangkit untuk menyambut kedatangan Taramanik.

"Nyimas belum istirahat?" tanyanya.

"Aku baru saja melihat keadaan Nyimas Sakanti," jawab Taramanik kemudian menempatkan dirinya berbelahan dengan Respati.

"Bagaimana keadaannya?" Respati bertanya lagi.

"Luka bakarnya masih memerah dan melepuh, tetapi kata Kakang Windu itu adalah hal yang wajar. Setelah diberikan obat secara teratur, segala gejala itu akan mereda. Nyimas Sakanti sendiri masih terlelap saat aku ke sana tadi." Taramanik menerangkan.

Respati mengangguk paham. Ia pun turut prihatin dengan apa yang terjadi kepada Sakanti. Ada perasaan bersalah yang tetap tinggal karena kala itu dirinyalah yang paling dekat kedudukannya dengan Sakanti sehingga seharusnya bisa menolong si gadis. Akan tetapi, pada pemikirannya yang lain ia menyadari pula bahwa apabila kala itu memaksakan diri malah akan membahayakan keduanya. Kala itu keadaannya memang tidak memungkinkan untuk membantu.

"Oh, Kakang belum mengobati luka yang ini?"

Celetukan Taramanik membuat Respati mengalihkan perhatian ke lengan kanan. Memang di sana terdapat goresan cukup dalam, tetapi ia pun sempat mengoleskan babadotan.

"Aku akan mengambilkan obat," tutur Taramanik.

Respati sebenarnya ingin mencegah, tetapi si gadis terlalu cepat bertindak. Pemuda itu tersenyum-senyum sendiri seraya menilik lengannya.

Tak berapa lama, Taramanik kembali dengan membawa sebuah lesung kecil, air, dan kain.

Dengan telaten gadis itu membersihkan luka tersebut kemudian membalurkan tumbukan tanaman obat.

"Jangan membiarkan luka seperti ini terbuka meski sudah diobati. Kata Uwa, luka yang terbuka akan memperlambat penyembuhan karena rentan kotor dan terkena benda-benda lain," oceh Taramanik seraya menutup luka yang ditanganinya dengan kain.

Hanya senyum bahagia yang bisa ditorehkan Respati. Suara si gadis saat berceloteh malah membuat hatinya senang. Dan melihat paras jelita Taramanik dalam jarak dekat seolah-olah mengosongkan pikiran si pemuda. Wangi semerbak yang menguar dari gadis itu pun membuat Respati hampir kehilangan kewarasannya.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang