🌺🌺🌺
Sakanti melirik kepada Taramanik yang masih telaten membantunya memakai pakaian. Dibantu dengan seorang emban perempuan lain, bungsu Pu Banar tersebut menutupi bagian tubuh si gadis yang memang belum bisa banyak bergerak karena kakinya yang terluka. Baru saja mereka membantu Sakanti membasuh diri, juga mengobati luka luarnya. Taramanik bahkan begitu telaten mengoleskan babadotan yang telah ditumbuk pada kaki putri Ki Ampal tersebut.
"Sebenarnya aku tidak terlalu lumpuh untuk melakukannya sendiri," ujar Sakanti setelah serangkaian kegiatan ia jalani.
Taramanik pun mengijinkan emban perempuan yang membantunya untuk undur diri. Sementara ia masih betah menemani Sakanti.
"Saya tidak keberatan membantu, sama sekali. Nyimas sudah banyak berkorban untuk kami dan hanya inilah yang bisa saya lakukan untuk membalas semua kebaikan itu," balas Taramanik.
Sakanti menghela napas dalam-dalam. Saat ini barulah ia merasakan bahwa Taramanik memanglah gadis yang tulus, bukan semata-mata sengaja mencari perhatian. Dalam keadaan demikian perasaan bersalah merayapi benak. Bagaimanapun ia pernah bermaksud mencelakai gadis itu karena kecemburuan yang membabi buta.
"Apakah Nyimas ingin berbaring?" tanya Taramanik.
Sakanti menggeleng.
"Apakah peken jauh dari sini? Kenapa Kakang Windu belum kembali?" tanyanya.Taramanik menanggapinya dengan senyuman manis.
"Aku sendiri belum pernah ke sana, tetapi Uwa bilang akan sebentar karena mereka hanya akan membeli obat-obatan," jawabnya. "Nyimas ingin makan buah? Buah baik untuk menunjang kesehatan."Tanpa menunggu persetujuan Sakanti, Taramanik segera menuju meja dan mengambil sebuah jambu darsana. Buah berwarna merah tua itu dipecah Taramanik menjadi beberapa bagian lalu diletakkan pada sebuah wadah. Setelah bijinya dipisahkan, ia menyuapkannya kepada Sakanti.
"Terima kasih..., ah, aku dengar namamu bukan Tantri," ucap Sakanti.
Taramanik tertawa kecil mendengarnya. Ia sedikit malu lantaran nama samarannya kini telah terbongkar.
"Nama saya Taramanik. Saya sengaja menyamarkannya karena pesan bapa," ungkapnya.Sakanti mengangguk paham. Ia kemudian menerima suapan jambu darsana. Rasa manis dan segar si buah segera melegakan tenggorokan.
"Aku pikir kau akan membenciku setelah adu tanding kala itu."
Taramanik terhenyak manakala Sakanti memulai percakapan baru. Tetapi kemudian ia mulai memahami bahwa gadis itu tidak lagi menatapnya dengan tatapan dendam. Ada yang berubah pada Sakanti yang dirasakan Taramanik dan ia merasa perubahan itu adalah sebuah kebaikan.
"Saya tidak pernah berpikir untuk membenci orang yang sudah berjasa pada saya. Nyimas sudah menyelamatkan hidup saya dan sepanjang hidup, saya akan terus berutang nyawa," ungkap Taramanik
"Untuk inilah orang-orang lebih mudah menyukaimu. Aku rasa telah bertindak terlalu jauh kepadamu kala itu. Maukah kau mengampuniku?"
Benak Taramanik menghangat melihat sikap Sakanti yang benar-benar berubah. Ia menyukai perubahan yang lebih baik tersebut. Maka bungsu Pu Banar pun mengusap punggung tangan si gadis yang terbalut kain akibat terkena cairan asam.
"Tentu saja, Nyi. Akan sangat menyenangkan pula jika Nyimas Sakanti bersedia berteman dengan saya," balasnya.
Sakanti tersenyum tetapi sebentar kemudian ia mendesis karena perih di wajah. Rupanya ia terlalu banyak bergerak sehingga menimbulkan rasa sakit.
"Ah, luka sialan ini benar-benar mengganggu!" rutuknya seraya menolak jambu darsana dari Taramanik karena sekitar wajahnya mulai meremang.
Tak berapa lama, Windu telah kembali dan segera melihat keadaan Sakanti. Dilihatnya si gadis telah bersikap akrab dengan Taramanik selama dalam bilik. Kini ia benar-benar yakin bahwa Sakanti telah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Kinasih (SELESAI)
Historical FictionJodoh Taramanik sebagai putri seorang juru gusali telah diatur sedemikian rupa oleh sang orang tua. Namun bagaimana jadinya apabila dara jelita itu malah jatuh hati ke yang lain? Seiring rasa yang terus tumbuh, Taramanik menyadari itu adalah sebuah...