🌺🌺🌺
Prabalarung mendecak-decak, mengisyaratkan si tunggangan untuk berhenti. Dengan sentakan keras pada tali kekang, si kuda berpaling ke kanan sementara penunggangnya kini terlihat mengeras rahangnya.
"Apa maksud ucapanmu itu, Wangi?" tanyanya.
"Perlukah aku pertegas lagi di sini? Kakang yang dielu-elukan sedari awal tentang bakat dan segala kemampuannya tiba-tiba memutuskan untuk pergi mengembara dengan alasan tidak masuk akal. Kakang sendiri yang mengkhianati kepercayaan bapa, meninggalkan besalen yang disiapkan untukmu, mengabaikan segala hal yang telah dikorbankan bapa dan ibu. Lalu setelah semua itu, Kakang kembali seolah-olah seorang pahlawan yang pulang dari medan laga, bersikap semuanya baik-baik saja. Apa Kakang pernah bertanya bagaimana bapa yang dihancurkan impiannya itu? Apa Kakang juga pernah bertanya bagaimana keadaan Ibu setelah kepergian Kakang? Apakah Kakang mendengar tangisnya tiap malam?" jawab Pulungwangi menggebu-gebu.
Wangun yang berada di depan pada akhirnya menghentikan laju kuda, begitu pula dengan Wiryarama yang berada paling belakang. Perhatian mereka berdua kini terpusat kepada dua putra Pu Banar yang sedang beradu mulut.
"Kepergianku bukanlah sebuah sikap membangkang, Wangi! Dan alasannya telah jelas. Aku juga sudah membicarakannya dengan bapa dan ibu, dan pada kenyataannya mereka tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Aku pergi untuk mencari orang tuaku! Orang tua kandungku!" geram Prabalarung.
"Tentu saja mereka tidak akan mempermasalahkan hal itu, Kakang. Itu karena mereka mengasihimu layaknya anak mereka. Sedangkan kau? Kau hanya memikirkan nasibmu sendiri!" balas Pulungwangi.
"Cukup! Anakmas berdua!" Wangun menyeru sebelum Prabalarung membalas. Lelaki sepuh itu menyentak halus si tunggangan agar berbalik untuk kemudian berada di antara mereka yang berselisih. Ia menatap tajam kepada Prabalarung dan Pulungwangi.
"Apakah kita mempunyai banyak waktu untuk mempermasalahkan hal yang telah terjadi, Anakmas?" tegas Wangun. "Jika memang ada yang belum selesai di masa lalu, kita bisa kembali ke Pucang sekarang, menuntaskannya sampai tidak ada lagi yang bisa diperdebatkan di kemudian hari."
Sebenarnya, baik Prabalarung maupun Pulungwangi masih diselimuti amarah. Itu terlihat dari wajah mereka yang memerah dengan napas belum teratur. Namun ketika mendengar teguran dari sang uwa, mereka menyadari telah melakukan hal di luar batas. Mereka bahkan sempat lupa akan
tugas utama untuk mencari Taramanik.Maka kemudian, Prabalarung lebih dulu menyentak si tunggangan untuk kembali menyusuri jalan, berusaha meredam geram yang masih membara di hati. Sementara itu, Pulungwangi masih terdiam di tempat. Ia sempat bersitatap dengan Wangun tetapi kemudian segera menunduk, menyadari kesalahan yang baru saja diperbuat.
"Marilah, kita lanjutkan perjalanan. Kita memang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Oleh karena itu, kita bisa berhenti sejenak jika telah menemukan padukuhan nanti," ujar Wangun yang kemudian mengalihkan perhatian dari anak tengah Pu Banar kepada Wiryarama. "Anakmas Wiryarama, susullah Larung di depan. Sampaikan saranku ini kepadanya."
Wiryarama mengangguk.
"Baik, Ki."Dan tanpa menunggu apapun lagi, Wiryarama segera menyusul sang rekan perjalanan, mendahului Wangun dan Pulungwangi.
"Marilah, Wangi. Lebih cepat menemukan padukuhan untuk beristirahat, akan lebih baik," ajak Wangun.
Pulungwangi menurut. Dalam diam, keempat manusia itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Prabalarung dan Pulungwangi masih memikirkan perdebatan mereka tadi, yang sekiranya telah membuka luka yang berusaha dikubur dalam-dalam. Wangun pun belum memahami apa yang sebenarnya terjadi kepada kakak-beradik tersebut. Pikirannya masih dirumitkan perihal hilangnya Taramanik dan kejanggalan-kejanggalan yang lain. Wiryarama sendiri agaknya makin gelisah benaknya. Belum juga ia mengutarakan tentang sesuatu yang disembunyikan, kini ada hal lain yang membuat suasana tidak nyaman. Ia juga tidak menyangka apabila perselisihan antarsaudara itu akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Kinasih (SELESAI)
Historical FictionJodoh Taramanik sebagai putri seorang juru gusali telah diatur sedemikian rupa oleh sang orang tua. Namun bagaimana jadinya apabila dara jelita itu malah jatuh hati ke yang lain? Seiring rasa yang terus tumbuh, Taramanik menyadari itu adalah sebuah...