🌺🌺🌺
"Apakah tidak apa jika kita meninggalkan mereka tanpa pesan apa pun, Kakang?"
Langkah Windu terhenti ketika pertanyaan itu dilontarkan Sakanti. Si gadis menengok ke belakang sembari menutupi wajah dengan selendang.
"Mereka pasti mengerti alasan kita harus pergi. Lagi pula, kita tidak bisa berlama-lama di sana. Utusan Bapa sudah menunggu. Aku juga tidak mau membuat Bapa khawatir." Windu membalas.
Mendengarnya, Sakanti mengangguk paham.
"Marilah, Rayi, kita susul yang lain," ajak Windu kemudian menggandeng tangan Sakanti.
Muda-mudi itu kemudian melanjutkan langkah meninggalkan kediaman Ki Panarikan pada tengah malam. Mereka merasa harus meninggalkan tempat tersebut tanpa pesan dan tanpa diketahui siapa pun sebab tidak ingin keberadaan mereka terendus kembali.
Tanpa mereka sadari, dua sosok manusia telah mengintai sedari mereka muncul di halaman belakang. Dua pengintai itu sama sekali tidak bergerak untuk mengikuti Windu dan Sakanti, melainkan hanya mengamati sosok-sosok pemimpin Balawana itu lenyap ditelan kegelapan malam.
"Apa yang harus kita laporkan kepada Senapati Alun nanti, Larung?" tanya Wiryarama yang menjadi salah satu pengintai tersebut.
"Mereka menghilang tanpa jejak," jawab Prabalarung kemudian melihat kawannya yang menatap heran. "Memang demikian yang terjadi saat ini. Kita pun sudah mengawasi semampunya."
Wiryarama terkikik geli mendengar balasan dari kawannya itu. Tetapi karena keputusan telah diambil, maka mereka pun kembali memasuki kediaman Ki Panarikan.
Pagi harinya, kediaman juru tulis itu pun dibuat geger karena mereka kehilangan beberapa penghuni. Mereka yang menghilang tidak lain adalah Windu beserta kawan-kawannya. Tidak ada jejak maupun pesan yang ditinggalkan dan itu membuat Taramanik kecewa.
"Mereka memiliki orang-orang yang harus dijaga, Rayi, sehingga tidak mungkin terus menerus tinggal di sini. Apalagi Nyimas Sakanti telah merasa lebih baik," tutur Pulungwangi yang berusaha menenangkan adiknya.
"Tetapi setidaknya mereka meninggalkan pesan." Taramanik menandaskan. "Dengan mereka berbuat seperti ini, sama saja tidak menganggapku."
"Balawana itu kelompok tersembunyi, Nyimas. Sudah pasti mereka tidak ingin ada orang yang mengetahui keberadaan mereka. Percayalah bahwa mereka sebenarnya sangat berterima kasih terutama kepada Nyimas yang telah merawat Nyi Sakanti selama di sini." Respati pun turut menghibur.
"Yang dikatakan Respati benar, Manik. Mereka tidak mungkin mengorbankan keselamatan kelompok hanya karena meninggalkan jejak, sekecil apa pun itu. Kita yang harus memakluminya," tutur Wangun.
Kesal di benak Taramanik kini mereda setelah diberikan pengertian sedemikian rupa. Sebenarnya ia tidak benar-benar marah, tetapi rasa kehilanganlah yang membuatnya bersikap demikian. Ia merasa telah menjadi dekat dengan Sakanti yang ternyata sangat menyenangkan untuk dijadikan kawan bercerita. Ia pun juga terbayang akan anak-anak Wana yang menggemaskan. Siapa sangka pertemuan mereka akan berakhir sesingkat itu.
Taramanik pun tidak mengerti apa yang menjadikannya begitu peduli kepada Balawana padahal awalnya ia tidak ingin berlama-lama dengan mereka. Ia merasa telah menjalin hubungan yang erat dengan kelompok tersebut. Dan selama di sana ia belajar mengenai banyak hal. Itu tentu berbeda dengan apa yang didapatkan dalam lontar-lontar dan kitab-kitab lainnya. Taramanik merasakan pelajaran hidup secara langsung sehingga yang demikian membuatnya terikat secara batin.
"Aku tahu kau telah merasa akrab dengan mereka, tetapi setiap pertemuan, selalu ada perpisahan. Berharap saja semoga Sang Hyang selalu melindungi mereka," imbuh Wangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Kinasih (SELESAI)
Historical FictionJodoh Taramanik sebagai putri seorang juru gusali telah diatur sedemikian rupa oleh sang orang tua. Namun bagaimana jadinya apabila dara jelita itu malah jatuh hati ke yang lain? Seiring rasa yang terus tumbuh, Taramanik menyadari itu adalah sebuah...