Pitulikur

32 4 2
                                    


🌺🌺🌺

"Mereka mengikuti kita. Apa yang harus kita lakukan, Kakang Windu?"

Windu hanya bisa mengumpat dalam hati. Ia tidak menyangka tugasnya kali ini mendapatkan kejutan. Hanya karena ia menjual kuda milik Respati, kini keberadaan dan keamanan Wana terancam. Akan tetapi, siapa pula yang akan menduga jika kawan-kawan pemuda itu akan mencari sampai ke sini? Siapa pula yang akan mengira jika mereka akan dipertemukan?

"Kita tidak bisa kembali," ujarnya kemudian.

"Lalu?" tanya kawan yang lain.

Windu mencoba berpikir. Ia kemudian mengamati sekitar dan melihat sekumpulan kedai berjejeran. Di tiap kedai itu telah ramai pengunjung. Kebanyakan dari pengunjung itu adalah para pedagang dari jauh yang mampir sekadar menghilangkan penat.

"Kita mampir ke kedai," perintah Windu yang serta merta dituruti dua kawannya. Mereka pun mampir di salah satu kedai kemudian memesan minuman dan beberapa makanan ringan.

"Jadi kita akan menunggu di sini sampai Ki Sanak tadi pergi?" Salah seorang kawan bertanya usai meneguk secawan legen.

"Jika mereka masih menunggu, kita harus tetap berada di sini. Mereka bukan orang sembarangan yang mudah dikelabui," jawab Windu.

"Mengenai kuda yang dibicarakan mereka tadi, apakah yang dimaksud adalah kuda milik Respati? Hanya kuda miliknya yang memerlukan perlakuan khusus." Kawannya yang tadi bertanya lagi.

"Sepertinya demikian."

"Jika kawan-kawannya mulai melakukan pencarian, tidakkah sebaiknya kita memberitakan ini? Lagipula menurut warga, keadaan pemuda itu sudah lebih baik." Kawan yang satunya menambahkan.

"Ya, kau benar. Tetapi tentu kita tidak bisa mengatakan kepada mereka bahwa Respati bersama kita. Kita juga tidak bisa membiarkan mereka membuntuti sehingga akan tahu keberadaan Wana." Windu menegaskan.

Dan itu membuat dua kawannya membenarkan. Karena bagaimanapun keberadaan mereka tidak boleh diketahui orang di luar Wana. Bahkan selama ini pun mereka bisa menyamarkan diri dengan baik. Mungkin saja kali ini adalah sebuah keapesan.
Akhirnya Windu dan dua kawannya menghabiskan beberapa waktu lamanya di kedai tersebut. Akan tetapi, selama itu pula Wangun dan Pulungwangi masih menetap di tempatnya.

"Rasa-rasanya mereka akan tetap menunggu sampai kita bergerak," simpul Windu lalu mengalihkan perhatian kepada seorang emban laki-laki yang sedang membereskan perangkat makan di meja sebelah. "Permisi, Ki. Apakah kedai ini akan segera tutup?"

"Oh, tidak, Andika. Kedai ini dan sebagian kedai lainnya selalu buka dari pagi sampai malam. Kami memiliki emban lain untuk bergantian. Apakah ada yang Andika sekalian butuhkan?" tanya emban itu.

"Sebenarnya kami membutuhkan penginapan untuk beristirahat beberapa hari," jawab Windu.

"Kedai kami dan beberapa lainnya memang menyediakan penginapan, Andika. Tempatnya ada di belakang kedai ini dan kebetulan masih ada dua bilik yang tersedia. Jika Andika sekalian berkenan untuk melihatnya, saya akan mengantar."

"Kami akan mengambil satu bilik saja, Ki. Di mana saya harus membayarnya?"

Emban laki-laki itu pun segera menuntun Windu menuju pemilik kedai. Setelah melakukan pembayaran, Windu dan dua kawannya diarahkan ke penginapan. Penginapan itu sendiri memang terletak di belakang kedai tersebut, terpisah beberapa tombak dan ada jalan setapak sepanjang belakang kedai sampai penginapan tersebut.

"Apakah Andika sekalian membawa kuda?" tanya si emban laki-laki.

"Tidak, kami berjalan kaki." Windu menjawab.

Kembang Kinasih (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang