Chapter 37

47 8 4
                                    

Bandung, 1 November 2022

"Dekkkk," panggil Rafka membangunkan Tiara dari tidurnya. Setelah berusaha untuk membangunkan sang adik, akhirnya Tiara membuka matanya.

Happy birthday to you

Happy birthday to you

Happy birthday

Happy birthday

Happy birthday to you

"Loh, kok ada Bunda sama Ayah?" tanya Tiara yang baru sadar akan kehadiran Bunda dan Ayah di kamarnya. Kebetulan kue ulang tahunnya berada di tangan sang ayah.

Bunda tersenyum. "Ada dong."

"Tiup lilinnya, Nak," seru Ayah. Beberapa saat setelah Tiara berdoa singkat, gadis itupun meniup lilin yang berangka 18 itu. Hah, tidak terasa ia sudah 18 tahun hidup.

"Selamat ulang tahun, Nak," ucap Ayah. Tangannya menarik tubuh Tiara untuk masuk ke dalam pelukannya. By the way, kue ulang tahunnya sudah disimpan di atas meja oleh Rafka.

Tangan Tiara membalas pelukan tersebut. Ia melingkarkan tangannya pada pinggang sang ayah. Tiara merasakan elusan lembut pada puncak kepalanya hingga sedetik kemudian air matanya turun dan membuat gadis itu terisak.

Ayah melepaskan pelukannya lalu menatap lekat wajah cantik anak gadisnya. Tangannya tergerak menghapus jejak air mata Tiara. "Maaf, ya, kalau Ayah masih kurang punya waktu buat kamu. Maaf kalau Ayah belum bisa dekat sama kamu yang bikin kamu bisa dengan leluasa cerita sama Ayah tentang apapun itu."

"Sekarang anak gadis bungsu Ayah sudah 18 tahun. You grew up well, Nak. Dari dulu sampai sekarang, Ayah bangga sekali punya kamu, dan akan selalu sama sampai kapanpun itu. Semoga kamu pun selalu bahagia dan bangga punya Ayah."

Kalimat itu sukses membuat tangis Tiara semakin deras. Gadis itu kembali menubruk tubuh sang ayah dan memeluknya erat. "Makasih, Ayah. Aku juga bangga punya ayah kayak Ayah. Makasih udah selalu berusaha yang terbaik buat aku sama Aa."

Ayah mengangguk. Ia melepaskan pelukannya dan kembali menghapus jejak air mata di pipi si bungsu. "Udah, sekarang giliran Bunda," ucapnya.

"Sini peluk, anak Bundaaa. Udah gede ajaa," seru Bunda sambil merentangkan kedua tangannya yang tentu saja langsung disambut oleh Tiara.

Tangan Bunda mnegelus punggung Tiara lembut sambil alih-alih mencium puncak kepala anak bungsunya. "Terima kasih udah jadi anak Bunda, Nak. Sama kayak Ayah, Bunda juga bangga banget sama kamu."

"Maaf, ya, kalau Ayah sama Bunda masih suka sibuk ngurus kerjaan yang bikin kamu ngerasa kurang diperhatiin sama kita. Tapi itu bukan berarti kita enggak merhatiin kamu, Nak. Bunda sama Ayah sayang banget sama kamu."

"Rara juga sayang banget sama Bunda sama Ayah. Sayang banget. banget, banget."

Bunda terkekeh. Bunda melepaskan pelukannya dan merapikan anak rambut Tiara yang menghalangi wajah anak gadisnya itu. "Dah, giliran sama Aa kamu tuh, udah ngeliatin aja dari tadi."

Tiara mengalihkan pandangannya kepada Rafka yang sudah mengambil alih posisi Ayah. Tiara pun terkekeh pelan melihat Rafka yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.

"Kenapa, ya, adik Aa gedenya cepet banget? Waw, you are 18 now. Adik Aa tumbuh dengan sangat baikkk. Aa punya adik yang cantik, baik hatinya, pinter, sayang sama keluarganya, banyak yang udah Rara capai sampai 18 tahun hidup, and I'm really proud of that."

"Aaaaaa, kenapa subuh-subuh gini aku dibikin nangis gini sihhh," keluh Tiara yang air matanya kembali membanjiri pipinya.

Rafka tertawa pelan. Tangannya menarik tubuh sang adik untuk masuk ke dalam dekapan hangatnya. "Buat ke depannya, pasti bakal banyak hal yang terjadi lagi, Dekk. Atau bahkan lebih berat daripada sekarang. Tapi, kamu di sini punya Aa, Ayah, Bunda, atau temen-temen kamu, dan temen-temen Aa yang pasti kita selalu terbuka buat dengerin keluh kesah Adek. Jadi, jangan sungkan buat bagi semuanya ke kita, ya."

My Youth ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang