.
~kami hanya ingin di cintai~
.
Kata Bunda Inayah, malam itu langit cukup terang oleh ribuan bintang dan rembulan. Cahayanya cukup untuk memerangi gulita sampai menepi ke tepian. Bunda dan kak Melvin baru saja pulang dari minimarket setelah seharian bekerja di sebuah toko kelontong.
Hari minggu memang menjadi jadwal untuk Kak Melvin ikut bunda bekerja. Lalu setelah itu, mereka akan berjalan-jalan di sekitar komplek perumahan, merasakan suasana sore hari, sampai berkunjung ke taman kota.
Kebetulan hari minggu itu, bunda pulang jauh lebih larut sebab mengajak Kak Melvin berbelanja bulanan. Pulang dalam keadaan perut kenyang dan suasana hati yang ceria, bunda tidak menyangka akan mendapat kejutan yang membuat seluruh tubuhnya lemas.
Sebuah keranjang cucian dengan penutup kain panjang tergeletak begitu saja didepan pintu rumah mereka. Keadaan cukup sunyi sepi saat itu, hanya ada nyanyian hewan malam dan kegelapan yang melahap seluruh peradaban.
"Bun, dedek bayi..." Katanya, Kak Melvin yang pertama menemukan. Bunda lalu mendekat dan menemukan sepasang anak kembar yang tengah tertidur dengan tubuh yang hampir membeku.
Arsa pernah bertanya kepada bunda Inayah, "Bun, aku sama Arsy beneran gak pake apa-apa waktu itu?"
Lalu, bunda Inayah mengangguk dengan penyesalan yang begitu besar. Padahal jika diingat kembali, bukan bunda yang harusnya menunjukan emosi itu, bukan beliau yang harus merasa bersalah karena meninggalkan dua bayi tidak berdosa di depan rumah orang asing.
"Woy, Arsa!!!"
Arsa yang sedang melamun di teras, melonjak kaget mendengar teriakan Arsy tepat di samping telinganya. "Lo gila, ya? Mau gue budeg apa gimana?!" Sentaknya dengan napas yang memburu cepat.
Sementara kembarannya hanya terkekeh tidak peduli. "Suruh siapa ngelamun." Arsy mengambil tempat di sisi Arsa tanpa permisi. "Mikirin apa, sih?"
"Bukan urusan lo." Arsa berdecak sebal. Arsy ini selalu saja bisa membuat ia badmood dalam hitungan detik.
"Pelit amat..." Arsy kembali terkekeh, entah apa yang membuat anak itu terlihat ceria sekali hari ini. Wajahnya berseri-seri seperti anak remaja yang baru saja merasakan jatuh cinta pertama kali. Kemudian jika di amati, bibir anak itu tidak ada hentinya mengulas senyuman.
Merasakan tatapan kembarannya yang begitu intens, Arsy menoleh dengan alis yang terangkat naik. "Kenapa, sih?" Tanyanya.
"Lagi seneng?" Tanya Arsa. Ia tidak suka berbasa-basi, jadi dengan gamblang menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran. Apalagi ini tentang Arsy, hal sepele pun akan menjadi hal paling penting dalam hidupnya.
Terlahir kembar ternyata memberi mereka keuntungan. Saat kedua orang tua kandung membuang mereka tanpa ragu, setidaknya mereka masih memiliki satu sama lain untuk saling berpegangan.
"Seneng aja, rumah ini jauh lebih hidup dari biasanya." Ujar Arsy dengan senyum yang lagi-lagi terlihat begitu lebar.
Arsa tersenyum tipis mendengar jawaban kembarannya itu. Benar, rumah ini jauh lebih hidup setelah kedatangan Kak Rean. Jika biasanya rumah akan terkesan dingin dan kosong, kini terdengar ramai dan hangat. Ada banyak tawa yang mulai terdengar dan ada banyak cerita yang dimulai.
Namun, apa yang membuat Arsy begitu senang? Padahal, tawa itu tidak pernah sampai pada mereka, kehangatan itu tidak pernah memeluk dingin pada tubuh mereka. Orang-orang itu menganggap mereka hanya orang asing, atau bahkan makhluk tak kasat mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
The 7th Of Us
Teen FictionDarah memang selalu lebih kental dari pada air, namun tidak menutup kemungkinan jika tidak semua persaudaraan memiliki cukup cinta dan kasih sayang. Narendra hanya memiliki kebencian untuk keluarganya, terutama kakak tertuanya yang bernama Melviano...