10

661 69 1
                                    

Selamat membaca...

.


Jian tidak pernah menyangka akan berada di tempat seperti ini, setelah sekian lama meninggalkannya. Dunia malam dan segala hal yang sempat menghibur hatinya yang lara. Dunia yang baru Jian sadari hanya menambah masalah lain dalam hidup, alih-alih menyelesaikan.

Secara kasat mata, dunia seperti ini memang menjanjikan banyak sekali kesenangan, namun setelah Jian dewasa, kesenangan itu mulai terlihat menyeramkan. Ada banyak sisi negatif yang tidak bisa dirinya toleransi lebih jauh. Dan sekarang, setelah mati-matian meninggalkan dunia itu dengan susah payah, Jian harus mendatanginya kembali untuk mencari sang adik yang tersesat.

"Haksa?" Jian bersuara nyaring di hadapan satu di antara dua pemuda yang tampak kacau.

Sayangnya, pemuda dengan penampilan kacau itu tidak cukup memiliki kesadaran untuk menanggapi. Jadi, pemuda lain yang berada di sampingnya yang menyambut Jian dengan hela napas panjang.

"Bang, sorry, gue lancang banget buka hp Haksa buat hubungin lo." Pemuda itu bersuara sama lantang. Dentum suara musik seakan enggan membiarkan mereka untuk berbicara dengan cara yang normal.

"Gak masalah." Sahut Jian. Karena bagaimana pun, apa yang pemuda di hadapannya ini lakukan sudah jauh lebih dari cukup. "Thanks, udah jagain dia. Biar dari sini, gue yang ambil alih. Lo gak mabuk, 'kan?"

Hardi menggeleng pelan. Ia memang datang bukan dengan niat menenggak minuman beralkohol. Kedatangannya hanya untuk memastikan Haksa dalam keadaan yang baik. Kehidupan temannya itu sudah sangat kacau dan Hardi hanya tidak ingin melihatnya semakin berantakan.

"Kalian ke sini naik apa?" Tanya Jian lagi. Kepalanya sudah hampir pening mendengar suara musik yang memekakkan telinga. Jadi dengan tergesa, ia mulai memboyong tubuh sedikit berisi Haksa dengan bantuan Hardi yang begitu sigap.

"Taxi." Suara Hardi menyusut dari sebelumnya. Kini mereka sudah berada di parkiran, tepat di samping mobil Jian yang terparkir acak. Tidak ada musik yang mengharuskan mereka berbicara dengan lantang. Jadi Hardi membuat suaranya kembali terdengar seperti biasa. "Haksa emang sengaja bawa gue buat jadi temen minum, makanya kita dateng naik taxi. Gue juga sempet minum satu gelas tadi, Bang."

"Gimana kalian bisa masuk?" Tanya Jian setelah mereka berhasil membuat tubuh Haksa duduk nyaman di kursi penumpang belakang.

Hardi berdeham canggung saat mendapati pertanyaan yang sangat di antisipasinya tersebut. Entah apa yang akan kakak dari temannya itu katakan setelah ini, namun sepertinya, Hardi harus mengatakan yang sebenarnya.

"Bang?"

Jian yang hendak membuka pintu mobil bagian kemudi berhenti sejenak. Ia tatap pemuda seusia sang adik dengan kening yang berkerut dalam. Ekspresi Hardi terlihat sangat tegang, padahal Jian hanya memberinya sebuah pertanyaan sederhana. "Ada apa?" Tanya Jian.

Hardi menghela napas panjang dan mendekat. "Lo ada waktu? Kayaknya lo sama gue harus bicara."

Jian diam sesaat, ia berusaha mencerna maksud pemuda di hadapannya itu, sebelum mengangguk satu kali. "Masuk." Perintahnya dan ia langsung bisa merasakan pergerakan Hardi masuk di bagian samping kemudi.

Hardi tidak banyak bicara selama mereka dalam perjalanan pulang. Kedua belah bibirnya rapat, menyatu satu sama lain dengan erat. Seolah seseorang telah menyimpan lem super lengket di sana. Padahal jika di ingat kembali, anak itulah yang meminta waktu pada Jian untuk berbicara berdua.

"Hardi..." Ujar Jian. Ia terpaksa menepikan mobil yang dikendarainya hanya karena tidak sabar menunggu sampai teman adiknya itu berbicara. Dari cara Hardi menarik dan menghembuskan napas berulang kali, dari cara pemuda itu memandang jalanan, Jian sudah bisa merasakan hal yang tidak mengenakan akan terjadi. Entah apa yang lagi-lagi terjadi tanpa sepengetahuan dirinya, namun sudah pasti, hal ini berkaitan dengan Haksa.

The 7th Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang