Hi! Hi! Aku kembali 🤗.
~Ayo berdamai dengan keadaan yang penuh kepahitan ini.~
.....
"Njir, coba sini bentar!" Rean yang baru berusia 16 tahun memekik dengan suara kencang. Tangannya bergerak begitu cepat, menarik sang teman untuk berdiri disamping sebuah foto besar.Anak dengan mata rubah itu berdecak tidak percaya. Tatapannya berbinar penuh kagum, pada dua hal yang membuat matanya terbuka semakin lebar.
"Diliat-liat gini, ternyata lo mirip banget sama bokap." Ujar Rean setelah berdetik detik berlalu. Mulutnya kembali menyuarakan decak kagum yang tiada habisnya. "Njir, Vin, lo tinggal nyari 6 kembaran lo lagi." Sambung Rean dengan antusias tinggi.
Katanya, setiap manusia memiliki tujuh kembaran di bumi. Rean belum menemukan satupun dari kembaran yang katanya hidup di dunia yang sama. Tetapi, melihat kemiripan temannya dengan sang papa, Rean justru merasa sangat antusias. Hal yang sering dirinya anggap mitos, kini terbukti nyata di hadapannya.
"Bisa-bisanya lo malah kesenengan, kalau ternyata gue anak bokap lo yang ilang gimana?" Canda Melvin.
Rean merenung sejenak bersama hembusan angin yang menerbangkan anak-anak rambutnya yang mulai panjang. Andai apa yang teman baiknya itu katakan adalah benar, bagaimana jadinya hubungan diantara mereka nanti?
"Bercanda elah," Tukas Melviano dengan tawanya yang khas. Alis camarnya menyipit begitu dalam akibat tawa yang membuat rumah besar milik Rean itu ramai.
Sore itu, mereka memutuskan untuk mengerjakan tugas sekolah bersama-sama. Melvin yang biasanya sibuk kerja paruh waktu, dipaksa untuk libur akibat rengekan Rean yang tidak ada habisnya.
Meski setengah hatinya merasa berat meninggalkan pundi-pundi uang, Melvin tidak bisa menolak Rean. Temannya itu sudah sangat baik padanya, pada bunda serta adik kembarnya di rumah.
Rean mungkin terkenal sebagai pemuda congkak yang tidak pernah suka bergaul dengan siapapun. Ia dianggap sombong, hanya karena tidak mau berteman dengan anak-anak di sekolah.
Padahal kenyataannya, Rean hanyalah seorang manusia biasa yang tidak akan pernah bisa hidup sendirian. Ia sering merasa bosan atau bahkan kesepian. Ia ingin bergaul dengan banyak teman, pergi hangout dan bercengkrama selayaknya remaja kebanyakan.
Hanya saja, kepercayaan Rean telah banyak terlukai. Tidak sedikit dari orang-orang yang mendekatinya hanya demi uang dan kedudukan yang ia miliki. Mereka datang hanya untuk memanfaatkan kekayaan yang Rean punya.
"Re..." Melvin kembali bersuara setelah keduanya sampai di kamar Rean. Nuansa putih dan beberapa warna kuning pada perabotan membuat ruangan besar itu tampak segar. Melvin sampai mengambil jeda berbicara hanya untuk mengamati keadaan.
"Apaan? Malah bengong." Sementara Rean yang sudah menunggu, menyahut tidak sabaran.
Melvin sampai terperanjat kaget mendengar suaranya yang terlampau nyaring. "Buseett, biasa aja kenapa nanyanya?" Jengkel, Melvin melempar boneka moomin kecil yang berada di atas ranjang, kearah Rean.
Pemuda dengan kaos polos berwarna putih itu dengan sigap menangkapnya, kemudian memeluk boneka kesayangannya itu dengan erat. "Astaga, jahat banget, ya si Melvin itu," Ujarnya pada sang boneka.
"Dasar gak waras!" Kelakar Melvin. Ia menertawakan Rean yang saat ini tengah memeluk bonekanya seolah benda itu hidup dan merasakan sakit akibat dilempar. "Re, lama-lama gue bawa lo ke rumah sakit jiwa."

KAMU SEDANG MEMBACA
The 7th Of Us
Roman pour AdolescentsDarah memang selalu lebih kental dari pada air, namun tidak menutup kemungkinan jika tidak semua persaudaraan memiliki cukup cinta dan kasih sayang. Narendra hanya memiliki kebencian untuk keluarganya, terutama kakak tertuanya yang bernama Melviano...