23

479 40 2
                                    

I'm back!

.

~Prasangka itu terkadang melelahkan.~

.



"Arsy..." Arsa kembali bersuara. "Maafin gue, Sy."

"Bukan sama gue, tapi kak Nana." Sahut Arsy. Kantin rumah sakit masih cukup ramai di tengah malam yang sudah larut itu. Orang-orang yang tengah berjuang dengan rasa lapar dan kekhawatiran yang berkumpul menjadi satu, makan tanpa minat untuk sekedar bertahan hidup.

Arsa tidak tahu mengapa, tapi kali ini, hatinya ikut merasa tidak tenang. Seolah apa yang dikatakan Arsy adalah kebenaran dan dirinya telah melakukan kesalahan besar dengan menyalahkan Kak Naren.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Arsa melakukan itu, sebab selama mereka bersama, Naren tidak pernah bersikap baik padanya atau pun pada Arsy.

"Iya, nanti gue bakalan minta maaf sama dia juga." Untuk saat ini, Arsa hanya berencana. Tapi jika ada kesempatan, ia akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Selain karena Arsy memintanya, rasa bersalah itu juga mulai mengusik Arsa. "Tapi sekarang, tolong jangan marah lagi." Desah Arsa. Diamnya Arsy benar-benar membuat Arsa tidak tenang.

Mereka pernah ditinggalkan sekali oleh orang-orang yang harusnya mencintai mereka sepenuh hati. Ditinggalkan oleh sosok manusia berhati malaikat yang telah menjaga mereka bertahun-tahun, pula. Dan Arsa tidak bisa menjamin apapun untuk tidak terjadi kehilangan lain. Ia hanya berusaha menjaga diri, membentengi hidupnya dari orang-orang yang berpotensi memberi mereka luka.

Arsa hanya punya Arsy. Hanya kembarannya itu yang benar-benar bisa Arsa percaya untuk saat ini.

"Arsy..." Lirih Arsa. Pandangannya pada sosok Arsy di penuhi binar redup yang tampak suram.

Arsy mendesah panjang mendapati pemandangan menyedihkan itu. Ia lantas mengangguk pelan, sebelum mengusap puncak kepala Arsa dengan lembut. "Makan." Bisiknya.

Sudah bermenit-menit sejak semangkuk mie ayam terhidang di atas meja di antara mereka. Namun, sejak saat itu pula, keduanya mengabaikan mangkuk-mangkuk itu bercumbu dengan udara malam yang cukup dingin. Mie-nya hampir mengembang, tetapi dengan perasaan yang jauh lebih baik, rasa mie ayam itu tetap nikmat.

Arsa tersenyum tipis merasakan bumbu-bumbu hidangan mie itu menari-nari didalam mulutnya. Rasa gurih dan manis yang memikat seluruh indera perasa-nya, sampai Arsa merasa kecanduan. Benar kata Arsy, mie ayam di kedai nomor lima benar-benar terasa enak dan nikmat.

"Enak?"

Arsy terlihat terkagum-kagum mendapati binar di wajah sang kakak yang berseri-seri. Arsa sangat jarang sekali menunjukan perasaannya, anak itu selalu menampilkan wajah datar tanpa ekspresi dalam setiap keadaan. Tetapi di hadapan makanan enak, ia akan berubah menjadi anak yang sangat ekspresif. Hanya saat makanlah, Arsa terlihat paling bahagia.

Arsa mengangguk pasti. "Enak banget, besok makan di sini lagi, ya?"

Meski sempat aneh karena mendapati hidangan semacam mie ayam di salah satu kedai kantin rumah sakit, ternyata Arsa tetap di buat jatuh cinta. Rempah-rempah pada makanan yang biasanya di penuhi micin itu, lebih terasa nikmat dan menyegarkan, juga terasa lebih sehat. Entah apa yang di masukkan kedalam semangkuk mie dengan irisan ayam ini, yang jelas, rasanya benar-benar sangat sesuai di lidah Arsa.

"Iya." Arsy terkekeh.

Keduanya lantas menghabiskan waktu dengan menikmati sisa makanan di mangkuk. Bercengkrama dan tertawa seolah-olah tidak ada hal buruk apapun yang menimpa mereka sebelumnya.

The 7th Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang