21

474 47 3
                                    

I'm back 🤧

.

~Dunia kadang terkesan sedang bermain-main, tapi justru hal itu membawa kebahagian yang tidak terkira.~

...

Ada banyak kemungkinan dalam hidup. Semisal, pertemuan yang tidak pernah Arsy inginkan sama sekali. Sebuah temu yang sudah di pastikan hanya akan membuatnya kembali terluka.

"Wah, anak pungut satu ini mulai bertingkah." Kata salah satu anak-anak remaja yang mengelilingi tubuh Arsy. Sudah tersungkur, tapi orang-orang itu hanya melihatnya dengan tatapan remeh.

Arsy hanya bisa meringis kecil saat telapak tangannya tiba-tiba saja di injak. Pelan, lalu berubah menjadi semakin kaut, sampai-sampai Arsy merasa jemarinya mati rasa. "Sa-sakit..." Ia menunduk, meratapi kulit tangannya yang mulai terasa perih.

"Ck, ngomong aja gak becus!" Anak-anak itu tertawa kesenangan.

Sementara dalam keadaan yang memprihatinkan, Arsy hanya bisa menahan air matanya agar tidak terjatuh. Sebab, jika sampai ia kedapatan menangis, anak-anak itu akan semakin semena-mena padanya. Mereka yang selalu menindasnya, akan merasa senang luar biasa. Menunjukan sisi lemah di saat seperti ini hanya akan membuat orang-orang merasa semakin di atas.

"Woy, bilangin sama kakak lo yang sok' itu, gak usah belagu, anak pungut aja banyak tingkah!" Anak yang paling tinggi mendengus tidak suka. Tatapan matanya yang menyala api kebencian, tampak menusuk begitu dalam sampai hati. Arsy merasa kecil di hadapan kebencian yang begitu besar itu.

Entah untuk alasan apa anak-anak itu melakukan ini padanya, Arsy tidak pernah merasa melakukan kesalahan. Ia hanya datang ke sekolah untuk belajar, lalu tiba-tiba orang-orang menjadikannya dan juga Arsa sebagai anak buangan yang di musuhi seantero sekolah.

"Muak gue sama lo berdua, yang satu sok' oke mentang-mentang jadi kedua OSIS, yang satu pura-pura jadi anak polos yang gak tahu apa-apa, padahal aslinya busuk!" Sahut anak lain yang sejak tadi begitu terang-terangan menghisap sebatang rokok.

"Ngejilat pake cara apa sih sampe di angkat anak sama Arjun Wirawan itu?" Anak yang paling tinggi kembali bersuara. "Ahh, lupa, 'kan kakak angkatnya itu anak haramnya si Arjun..." Sambungnya, yang kemudian disambut tawa meriah dari teman-temannya yang lain.

"Kak Melvin bukan anak haram." Arsy mendongak dengan tatapan yang menggelap. Seluruh darahnya berdesir hangat, seolah saraf-saraf dalam tubuhnya berusaha untuk memberontak dan menghajar mulut-mulut kurang ajar itu.

Anak-anak itu tertawa sarkas. "Maling mana ada yang mau ngaku!" Ujar anak yang paling tinggi, lagi.

Melihat seringai licik di wajah menyebalkan anak itu, amarah Arsy meluap-luap. Mereka boleh saja menghinanya, boleh juga memukulnya sampai babak belur, tapi, jika sudah berurusan dengan Kak Melvin, maka Arsy tidak bisa tinggal diam. Ia tidak terima kakak tersayangnya di hina oleh mulut-mulut kotor seperti mereka.

"Jangan hina kak Melvin!" Peringat Arsy.

Sementara anak yang tubuhnya paling tinggi itu malah memandangnya remeh. "Anak haram kayak dia itu emang pantes di hina, gak tahu diri banget malah mau ngerebut kebahagian keluarga orang lain. Emang pada dasarnya gak pernah di didik kali, makanya jadi kayak gitu. Ibu lo tuh kayaknya gak becus ngebesarin anak, yah, minimal sampai anaknya tahu malulah.."

"Gue udah ingetin lo buat gak hina kak Melvin, apalagi sampai bawa-bawa bunda!" Sentai Arsy. Matanya memerah, sedangkan napasnya memburu hebat. Kemarahan semakin besar mendesak untuk menghajar anak-anak itu dengan tangannya sendiri.

The 7th Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang