Hallo, Hi!! i'm back!!
.~penyesalan datang disaat terakhir.~
...
Rumah sakit adalah salah satu tempat dimana sebuah harapan di bangun. Tempat dimana orang-orang berjuang dengan asa untuk segera sembuh dan menjalani kehidupan normal kembali. Obat dan para tenaga medis yang kompeten, fasilitas dan perawatan yang sangat baik, hal-hal yang menjadi tumpuan untuk orang-orang bertahan. Memang banyak kehidupan baru di mulai di sana, namun tidak sedikit, banyak kehilangan yang terjadi.
Dari sekian banyak itu, rumah sakit menjadi tempat paling traumatis yang Rean ingat. Perpisahan paling mengerikan yang pernah dihadapinya, pernah terjadi di tempat itu.
"Bagaimana keadaan adik saya, dok?"
Seorang dokter yang baru saja ke luar dari ruang operasi, dihadang dengan pertanyaan yang Rean lontarkan. Seluruh tubuh anak itu bergetar, namun dihadapan sang dokter, ia terlihat berusaha untuk kuat.
"Operasi untuk menangani pendarahannya berjalan dengan lancar, namun meskipun begitu, pasien masih dalam keadaan kritis. Kita hanya bisa berharap pasien segera sadar agar bisa dilakukan observasi lanjutan," ujar dokter yang terlihat lelah itu. "Patah tulang rusuk cukup parah merusak organ dalam pasien, jadi kami--"
"Lakukan apapun, Dok, tolong lakukan apapun asalkan adik saya baik-baik saja." Potong Rean.
Rean tidak terlalu mengerti mengenai dunia kedokteran, banyak istilah-istilah awam yang tidak dirinya ketahui. Alih-alih membahas struktur tubuh manusia yang rumit, ia lebih senang melukis sepanjang hari tanpa makan dan minum.
Dokter itu tersenyum tipis. "Saya mengerti. Kalau begitu, tolong doakan yang terbaik untuk adiknya, ya Mas, sementara kami akan mengusahakan yang kami bisa."
Doa merupakan bentuk kepasrahan pada yang Maha Kuasa ketika semua hal telah kita lakukan sebagai manusia biasa. Dengan berdoa, mungkin saja Tuhan berkenan memberi keajaiban pada umat-Nya yang telah bersungguh-sungguh.
Rean bukan merupakan umat yang taat. Ia sering sekali melewatkan ibadah dan hidup selayaknya manusia tanpa Tuhan dan aturan. Kepercayaannya pada Tuhan melemah sejak tahun-tahun menyakitkan berlalu. Jadi baginya saat ini, berdoa adalah hal kesekian yang terlintas dikepalanya.
"Terima kasih banyak, Dok, saya janji akan mendoakan adik saya." Mungkin tidak ada salahnya untuk mencoba kembali percaya, selagi hal itu demi kebaikan sang adik, Rean akaan melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Dokter dan beberapa perawat dibelakangnya tersenyum penuh pada Rean. Mereka seolah tengah mengatakan bahwa, tidak perlu ada kata terima kasih, sebab bagaimana pun, itu sudah menjadi tugas mereka.
"Dok, apa saya boleh melihat keadaan adik saya?"
"Untuk saat ini, belum boleh, Mas, pasien masih harus melakukan perawatan intensif, jadi belum bisa bebas ditemui." Terang sang dokter.
Rean hanya bisa menghela napas panjang sebagai bentuk kekecewaan. Sudah bertahun-tahun ia tidak pulang ataupun menemui adik-adiknya, tapi kini, dalam keadaan yang tidak begitu baik, ia justru dipertemukan dengan Haksa.
"Kalau begitu, kami permisi, Mas. Semoga adik Mas bisa segera pulih." Pamit dokter paruh baya yang masih setia memakai setelan operasinya.
"Terima kasih banyak, Dokter." Rean menyingkir, memberi jalan pada para tenaga medis untuk segera kembali ke tempat mereka. Berjam-jam berada di ruang operasi sepertinya cukup melelahkan, meskipun sebenarnya, Rean tidak terlalu memikirkan kesulitan orang-orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The 7th Of Us
Roman pour AdolescentsDarah memang selalu lebih kental dari pada air, namun tidak menutup kemungkinan jika tidak semua persaudaraan memiliki cukup cinta dan kasih sayang. Narendra hanya memiliki kebencian untuk keluarganya, terutama kakak tertuanya yang bernama Melviano...