25

502 63 5
                                    

I'm back!

.

~ayo berdamai.~

.


Hening adalah satu hal yang Melvin temui setelah kemarahan dalam dadanya meluap-luap. Kekecewaan yang pernah hinggap di dada, akhirnya tersampaikan pada orang yang tepat setelah sekian lama.

Rean adalah teman pertama dan satu-satunya bagi Melvin. Sama seperti Rean, ia juga sempat menjadi bulan-bulanan teman-temannya di sekolah, menjadi anak buangan hanya karena terlahir dari keluarga tidak mampu dan tanpa ayah.

Bukan sekali dua kali Melvin terlibat masalah dengan anak-anak berandalan sekolah yang tidak tahu empati. Ia sudah sering mengalaminya, bahkan sampai ke hal paling buruk sekalipun.

Menolong Rean adalah bukti dari betapa buruknya perlakuan anak-anak itu padanya. Melvin tidak ingin siapapun lagi merasakan apa yang pernah dirinya rasakan.

"Gue bakalan pergi, tapi tunggu sampai janji yang gue punya selesai." Ujar Melvin setelah menghembuskan napas panjang. Seluruh tenaganya meluruh bersama rasa sakit yang lagi-lagi membantainya sampai tidak berdaya. Sementara di hadapannya, Rean tampak diam tanpa riak emosi yang bisa terbaca.

Wajah yang dulu selalu tersenyum cerah itu kini tampak kayu. Tidak ada semu merah muda selayaknya kelopak mawar yang baru saja bermekaran. Rean tampak seperti patung hidup yang tidak memiliki gairah hidup yang tersisa.

"Re..." Melvin bergumam dengan lidah yang hampir saja kelu. Kebekuan suasana itu hampir saja membuat seluruh inderanya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

"Kalau janji itu janji yang lo buat sama gue, lupain aja." Mata rubah Rean terangkat dengan sudut yang memerah, menatap kosong mata Melvin yang tidak pernah berpaling sedikit pun. "Gue gak mau mengikat seseorang cuma karena janji yang gak mungkin lagi buat di tepatin."

Kilasan balik kenangan itu membuat Melvin terpengkur, cukup lama merangkai semua kisah yang pernah mereka lewati bersama. Pada sebuah siang yang telah lalu, pikiran Melvin bertahan di sana lebih lama. Tentang sebuah janji untuk selalu bersama, sebuah janji untuk melindungi dan menjadi rumah guna melabuhkan seluruh letih.

"Kalau mereka gangguin lo lagi, bilang sama gue, Re, biar gue hajar!" Katanya, ketika mendapati Rean menjadi bulan-bulanan anak-anak berandal di sekolah.

Atau, ketika Rean datang menemuinya dengan mata sembab dan dipenuhi amarah, Melvin juga pernah mengucapkan sebuah janji, "Lo punya gue, Re, jadi jangan pernah ngerasa kalau lo gak punya siapa-siapa." Rupanya, hari itu Rean baru saja di marahi habis-habisan hanya karena hobinya yang dianggap tidak bermanfaat.

"Gue janji, sampai kapanpun, pintu rumah ini bakalan terus terbuka buat lo." Pada senja yang mulai menyusut, Melvin pernah mengutarakan lagi sebuah janji pada Rean yang tengah kecewa.

Namun, dari sekian banyak janji yang pernah diucapkannya kala itu, Melvin sungguh tidak mengingatnya sampai Rean sendiri yang mengungkit hal tersebut. Janji yang dirinya maksud, bukanlah janji yang pernah dirinya buat untuk Rean.

"Gue rasa--"

"Sshh, haus..."

Melvin belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ketika suara lain terdengar di antara mereka. Suara lirih itu menarik perhatian keduanya hingga melupakan pertengkaran yang tengah terjadi. Tensi tinggi di antara mereka segera tergantikan dengan perasaan haru yang menyeruak.

"Haksa, kamu siuman?" Melihat pergerakan halus dari kelopak mata Haksa, Rean bergegas mendekat. Tubuh tidak berdaya itu perlahan menggeliat di tengah kekhawatiran yang ada. "Mana yang sakit, Sa? Bilang sama Mas Re, mana yang sakit?" Cecar Rean tanpa henti. Anak itu terlihat begitu cemas, sampai-sampai melupakan banyak hal.

The 7th Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang