Indonesia 2006
KinaraHari ini hari pertama masuk SMA rasanya campur aduk untuk membayangkan pelaksanaan masa orientasi siswa selama tiga hari ke depan. Aku melirik jam di dashboard mobil, sudah jam tujuh. Sial, aku seharusnya sudah berada di depan sekolah jam enam. Ini semua gara - gara tadi malam Kak Katia menonton film horror dengan volume yang keras, sehingga suara mengerikan itu sampai ke kamarku. Otomatis aku tidak bisa tidur.
"Pak Asep agak cepet dikit ya, Kinara udah telat," ucapku kepada supir yang bertugas mengantarkanku ke sekolah.
"Iya Neng, Pak Asep usahain tapi kalo jam segini emang kendaraan mulai padet," jawabnya.
Lewat spion aku bisa melihat Pak Asep juga ikut gelisah tapi tak bisa berbuat apa-apa melihat barisan mobil yang tak kunjung bergerak. Pandanganku jatuh pada sesuatu di luar jendela, tapi dalam kepalaku tak bisa berhenti membayangkan hukuman apa yang akan aku terima. Kemungkinan yang paling aku benci adalah mereka bisa saja akan memarahiku di hadapan anak-anak satu angkatan. Double sial, SMA yang akan aku jadikan tempat menuntut ilmu ini terkenal dengan senioritasnya.Tak sabar, belum mobil benar-benar berhenti kakiku sudah melompat keluar. Menyelipkan tas ransel di salah satu bahu, aku berlari terburu-buru masuk ke halaman sekolah. Suasana begitu tegang, beberapa guru terlihat berdiri di salah satu sudut lapangan dan beberapa senior memakai jas berwarna biru navy. Dengan muka cemas, aku berjalan melewati gapura depan. Mataku memindai seluruh sudut lapangan, murid baru sudah berbaris dengan rapi tapi aku masih belum tahu dimana aku harus berbaris. Lamunanku buyar begiti seseorang memblok pandanganku, mataku bersibobok dengan dada senior laki-laki memakai jas OSIS.
Kulirik nametagnya bertuliskan Arya.
"Kamu telat, Dek?" tanyanya.
Aku sekuat tenaga mencoba untuk tidak memutar bola mata atas pertanyaannya yang tidak perlu jawaban. Masa orientasi siswa bahkan belum dimulai dan terlibat masalah pada menit pertama bukan tujuanku saat ini.
"Iya Kak," jawabku singkat.
Dia membungkukan tubuhnya ke arahku, membuat wajahnya haya beberapa sentimeter dari telingaku.
"Kamu gak tahu ini jam berapa? Kamu grup berapa?" bisiknya membuatku merinding setengah mati.
Aku baru menyadari betapa tampannya senior ini, mukaku langsung memanas. Apakah tuhan baru saja menciptakan manusia setengah dewa seperti Percy Jackson?
"Jam tujuh lebih lima menit. Saya... Group enam, Kak," sahutku gugup.
"Nama kamu?" tanyanya menelanjangi mataku.
Dengan cepat aku menjawab, "Nara."
"Oke Nara cantik, cepat masuk barisan! Cari grup kamu sendiri."
Aku langsung melongo, mulutku membentuk huruf O besar. Dia baru saja menyebut aku cantik. Tepukan tangannya di bahuku membangunkan lamunanku.
"Tunggu apa lagi manis?"
Tadi dia bilang aku cantik lalu sekarang manis. Otakku membeku tapi aku mencoba untuk jalan kedepan mencoba melupakan apa yang senior itu katakan sepertinya aku hanya salah dengar mungkin sesudah ospek ini aku harus periksa telingaku.
Aku langsung berlari mencari grupku.
Aku menghitung barisan yang ada 1,2,3,4,5 nah ini pasti 6! Akhirnya ketemu, aku bisa bernafas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Vow (SERIES 2)
ЧиклитKINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memikirkanmu" Kata-kata itu harusnya lolos dari bibirku. Tapi aku tetap berusaha berdiri aku tak akan mengizinkan diriku sendiri berlari kepeluka...