3. A cup of coffee

38.5K 2.6K 43
                                    



John F Kennedy, New York - 2015
Kinara

Aku terduduk di bangku paling ujung diantara deretan bangku besi ini. Bising, orang-orang berlalu lalang tanpa memperdulikan sekitar. Puluhan panggilan penerbangan sudah beberapa kali terdengar. Saatnya panggilan penerbangan tujuan Indonesia dengan transit Hongkong.

Aku beranjak dari tempat dudukku perlahan melangkah, tapi berat rasanya.

Kalau bukan karena Papa aku enggan menginjakan kakiku lagi disana dan meninggalkan salah satu kota tersibuk di dunia ini. Meninggalkan kehidupan yang telah aku susah payah bangun tujuh tahun belakangan tanpa bantuan dari siapapun hanya untuk menghindari satu nama.

Dua hari yang lalu aku saat aku sedang membaca file-file untuk meeting, tiba-tiba dering telepon mengagetkanku. Sekertaris di ujung telepon menyambungkan line telepon kepada kakaku yang tinggal di Hillingdon, London bersama suaminya tiga tahun belakangan, mengabarkan  bahwa Papa mengalami kecelakaan saat berkuda, hobinya 20 tahun belakangan dan membuatnya kritis. Keringat dingin membasahi tubuhku mendengar dengan kondisi papa.

Aku hanya punya enam orang terpenting dalam hidupku, Papa, Mbak Katia, ibuku, Double J dan satu nama yang tidak bisa aku sebutkan.

Ibu meninggal saat aku duduk dibangku kelas satu SMP. Penyakit jantung merengutnya dari sisiku. Saat itu aku benar-benar kehilangan sosok seorang ibu yang menyambutku setiap pulang sekolah atau omelannya jika aku bangun terlambat. Kini membayangkan aku harus kehilangan Papa, aku tak sanggup.

Tujuh tahun lalu aku pergi melanjutkan kuliah menyusul Mbak Katia ke Los Angeles. Hari-hariku saat kuliah tak bisa dikatakan mudah, karena saat itu aku baru sadar bahwa aku mengandung. Setelah aku mendapatkan gelar sarjana, aku diterima sebagai editor salah satu majalah kenamaan dunia, Harper's BAZAAR.

Aku melihat sekitar, dua belas jam lalu langkahku terburu-buru aku pergi ke bandara mencari ticket tercepat sambil menangis tersedu-sedu dan aku berakhir disini.

•••••••••••••

Soekarno-Hatta, JAKARTA - 2015
Kinara

          Dua puluh satu jam selama perjalanan aku tak bisa tidur. Mataku bengkak karena menangis, hidung dan bibirku kemerahan sudah seperti zombie hanya meminum kopi pahit ini. Sulit untuk memejamkan mata jika seorang yang kita sayangi sedang tidak baik-baik saja.

           Jakarta, kota dengan ratusan rasa manis tetapi beribu rasa pahit.

          Tujuanku hanya satu, aku akan kembali ke Los Angeles secepatnya dan membawa Papa kesana, aku akan obatinya disana dan hidup bahagia tanpa harus kembali lagi ke tempat ini.

          Dengan menjingjing tas di pergelangan tangan kanan, tangan kiri membawa kopi. Aku harus memberitahu tante dari ayah yang tinggal di Jakarta, bahwa aku sudah tiba.  Jempol tangan kananku sibuk mencari nomer yang bisa aku telepon.

BRUKKK!

           "Aaaw shit!" teriak seseorang.

            Kopi panas tumpah ke baju putih laki-laki yang ada di hadapanku sekarang.

SIAL! SIAL! SIAL! Baru hitungan jam di kota ini udah sial lagi.

             Aku tidak berani mendongak ke atas, pasti orang ini marah besar, shit Kinara!

             Buru-buru aku mengeluarkan tisu basah dari tasku dan membersihkan noda kopi di baju bagian perutnya yang rata.

              "Sorry saya gak liat kamu, maaf banget maaf. Saya bakal buat ganti uang laundrynya," kataku sambil terus mencoba membersihkan noda kopi yang terpampang jelas di kaos putih itu.

Broken Vow (SERIES 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang