JAKARTA 2015
RAKA
Suara antara gesekan handphone dan meja nakas di samping tempat tidur telah berhasil membawa nyawaku kembali. Perlahan aku menyingkirkan tangan Emma untuk meraih meja Nakas, gerakanku membuatnya sedikit terganggu, tapi tak lama ia kembali terlelap.
Sedikit mengucek mata untuk melihat jelas nama yang terpampang di layar.
Levina.
Aku lalu menggeser layar handphone mengangkat telepon Levina sebelum Ratu Pengumpat itu melontarkan cacianya. Saat aku menempelkan layar tipis di telinga, aku memekik merasakan dengungan di telingaku. "Raka barata you asshole!"
"Hai good afternoon to you too My lil girl."
Aku dapat membayangkan Levina sekarang sedang memutar bola matanya atas sindiranku, "Gak usah sok manis deh lo. Elo harusnya sekarang ada di Bandung!"
Tanganku memukul pelan dahi, berusaha untuk tidak mengumpat. Aku benar-benar lupa harus menghadiri rekreasi yang sudah Levina rancang untuk Babymoon-nya, aku mengacak-acak rambutku. "Aku gak lupa kok cuma tadi malem ada operasi mendadak dan pulang subuh, ini aku baru bangun mau nyusul, terus baru sadar supir aku lagi izin pulang kampung. Paling besok ya aku nyusulin kamu kesana."
Terdengar Levina mengerang kesal di ujung telepon, "Gausah sok aku-kamu, jijik gue! Rak pleaseeee lo kesini ya... Bawa juga pantat Emma sama elo, kalo-kalo lo butuh kehangatan dengan situasi Lembang," rengek Levina, "Besok gue tunggu! Yaudah bye gue lagi mau main perahuan di Floating Market. Awas kalo besok lo gak dateng!"
Belum sempat aku menjawab, Levina sudah menutup teleponnya. Aku menghela nafas panjang, Levina jadi sangat manja akhir-akhir ini padaku, dikit-dikit ia akan menyuruh aku mengusap perutnya katanya supaya anaknya jenius. Harusnya, Levina tidak bermanja ria padaku, kan? Toh bukan aku yang menyimpan benih di perut Levina.
Aku merasakan rangkulan di bahu kiriku, tak lama aku merasakan bibir Emma hinggap di pipiku "Morning," ucapnya ceria.
Aku menoleh melihat ke arah Emma, penampilannya sangat sederhana ia mengenakan kausku dengan rambut acak-acakannya. Sexy. Aku memandang wajahnya yang masih terpejam, tapi dagunya sudah menyampir di bahuku.
Emma, bocah kecil dengan segala daya tariknya. Awalnya mungkin aku tertarik dengan Emma karna warna bola matanya yang sama dengan Kinara. Bola mata yang sukses menghipnotisku masuk dalam pusaran pesonanya.
Namun, setelah aku mengenal Emma lebih jauh, Emma dan Kinara adalah dua sosok yang berbeda. Emma dengan segala rasa keingin tahuannya, ambisinya, dia seorang sosok wanita karir yang mandiri. Berbeda dengan Kinara, si ceroboh yang baik hati, tidak egois dan sederhana.
Kinara.... Dimana kamu sekarang? Apa kamu baik-baik aja? Setelah hampir satu dekade aku mencintai kamu, tujuh tahun aku menunggu kabar kamu, menunggu surat-surat lain. Nihil. Dan sudah hampir tiga bulan aku berikrar menyerah atas kamu.
Sapuan halus jemari Emma di atas permukaan kulit yang tertutup tato membawaku ke realita. Aku menghentikan jemari lentiknya yang sedang mengusap tinta yang melekat pada kulitku. Rasanya tidak benar jika Emma menyentuh tato yang ada di atas jantungku.
Emma sekarang mendongkrak menatap mataku dalam. "Aku selalu suka tato kamu. Tapi aku baru sadar, aku gak pernah tahu artinya," tanya Emma dengan sorot mata yang penuh dengan keingintahuan. Tubuhku menegang seketika mendengar pernyataan yang lebih menjurus pada tuntutan agar menjelaskan makna dari tato itu pada Emma. Sungguh, aku tak ingin penjelaskannya. "Kapan kamu di tato?" Tanyanya lagi.
Aku tahu Emma tidak akan menyerah, "Lulus SMA," ucapku sesingkat mungkin, agar tidak menimbulkan pertanyaan makin dalam. Emma hanya ber-oh ria, merupkan kesempatanku untuk berusaha mengalihakan pembicaraan. "Em, Besok kosong? Levin ngajakin pergi ke Bandung," tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Vow (SERIES 2)
ChickLitKINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memikirkanmu" Kata-kata itu harusnya lolos dari bibirku. Tapi aku tetap berusaha berdiri aku tak akan mengizinkan diriku sendiri berlari kepeluka...