Indonesia 2008
Raka Barata"Rak! Sini-sini aku tanda tangan baju kamu!" Teriak Kinara melambaikan tanganya.
Setelah bertos ria dengan Billy, Arnold dan Dave aku menghampiri Kinara yang sudah siap dengan spidol emas permanen di tangannya. Kinara tanpa berkata apa-apa langsung menggerakan spidolnya di atas dada kiriku. Puas dengan tanda tanganya, ia mengelus tanda tangan miliknya. Aku gelisah takut Kinara menyadari debaran jantungku yang selalu tidak normal atas sentuhanya, tapi Kinara hanya mendongak dan tersenyum.
"Selamat, aku bangga banget kamu peringkat ujian nasional tertinggi se-DKI."
Ingin aku memeluk atau mencium pipinya yang selalu bersemu merah muda, tapi Kinara paling tidak suka ketika aku melakukan itu di muka umum. Aku akan menyimpannya untuk nanti.
"Thank you...."
Sepertinya melihat Kinara menandatangi bajuku membuat anak perempuan di kelas berbondong-bondong mendatangani bajuku. Saat yang lain sibuk menandatangani bajuku, Kinara perlahan mundur kemudian mengangkat telepon yang bisa aku tebak adalah ayahnya.
"Pulang sekarang?" Tanyaku saat ia sudah menutup teleponnya.
"Aku pamitan sama yang lain dulu. Ketemu di parkiran ya."
Duduk di motorku menunggu Kinara. Keringat mulai membasahi punggungku, mengibaskan baju seragam yang penuh coretan pilox, berharap angin yang masuk lewat kerah baju masuk untuk sekedar membawa sensasi dingin. Tapi usahaku lagi-lagi sia-sia, udara Jakarta benar-benar membuatku sesak, panasnya menusuk sampai kulit.
"Maaf lama," ujar Kinara
Aku menyerahkan helm elmo untuk Kinara tapi Kinara memandang nanar helm di tanganku. Pasti ada yang tidak beres dengan Kinara. "What happen?" Tanyaku.
Tatapan Kinara langsung bertemu dengan mataku, "Tapi aku lagi gak mau pulang ke rumah."
"Kamu bisa cerita sama aku kalo kamu mau," kataku.
Kinara hanya menggeleng lemah, aku tak ingin memaksanya untuk cerita. Jika ia ingin, ia pasti akan bercerita tanpa harus aku pinta. Setiap orang pasti punya sesuatu yang tak ingin ia ceritakan, dan aku menghargai itu.
"Gimana kalo kita main rooftop lagi? Kamu mau? Udah lama kita gak kesana," tawarku pada Kinara
Matanya langsung menatapku dengan berbinar-binar, hilang sudah rada cemas dan gelisah dari matanya. Tangan kiriku dengan cekatan memegang rambutnya perlahan memasukan helm dikepalanya. Menarik tali helm yang bergerigi ke dalam lubang pengait atau quick release buckle hingga menimbulkan suara klik. Lalu membenarkan letak poninya.
"Let's go!"
•••••
"Cantik deh," gumamku.
Aku dan Kinara sedang tiduran di rooftop. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Kinara langsung menoleh ke arahku dan mengulum bibirnya.
"Makasih," desisnya.
Tanganku terulur menunjuk gumpalan awan yang bergerak perlahan di langit.
"Tuh bener kan, cantik ya awannya," godaku sambil menahan senyum.
Kinara langsung terduduk dari posisi tidurnya lalu melempar tas ranselnya ke perutku. "Rese!! Aku kira kamu bilang cantik ke aku!" Teriaknya.
Tawaku langsung meledak melihat Kinara cemberut dan memukul-mukul badanku yang mencoba untuk duduk. Kehabisan tenaga untuk memukulku, Kinara mencoba bangkit. Tapi dengan cepat aku mencekal pergelangan tanganya hingga ia kembali terduduk. Mengambil posisi berhadapan dengan Kinara, aku mengelus pipinya yang merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Vow (SERIES 2)
ChickLitKINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memikirkanmu" Kata-kata itu harusnya lolos dari bibirku. Tapi aku tetap berusaha berdiri aku tak akan mengizinkan diriku sendiri berlari kepeluka...